Thursday, May 24, 2007

reformasi
Dikotomi Nasionalis Agamis Kikis Kebangsaan

Jakarta, Kompas - Dikotomi nasionalis-agamis dalam agenda dan semangat reformasi berpotensi mengikis semangat kebangsaan nasional. Bahkan, memecah belah persatuan. Kebangkitan Nasional hendaknya dipahami sebagai momentum untuk merekat dan mengakumulasi kembali semangat kebersamaan itu.

Demikian disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid saat menyampaikan ceramahnya dalam Seminar 99 Tahun Kebangkitan Nasional, Rabu (23/5) di Gedung Media Center.

Hadir dalam seminar yang diselenggarakan Pusat Kajian Kepemimpinan Kepemudaan Indonesia (PK3I) ini, antara lain Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault.

Hidayat mengimbau para tokoh organisasi masyarakat, keagamaan, maupun pemuda untuk tidak saling menonjolkan diri, apalagi merasa paling berperan dalam penuntasan agenda reformasi. Khususnya, dalam peristiwa reformasi dan tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998.

"Kalau kita lihat di televisi, peristiwa reformasi ini kan seolah-oleh menjadi rentetan peran mahasiswa atau organisasi massa yang kiri. Sementara organisasi berbasis keagamaan seolah-olah hanya menjadi penumpang gelap reformasi. Padahal, ini tidaklah benar. Baik nasionalis maupun agamis terlibat dan sepakat dengan reformasi," ujarnya menegaskan.

Penyakit transisi

Menpora Adhyaksa Dault berpendapat, bangsa ini kini tengah menghadapi "penyakit transisi demokrasi".

Hal ini ditandai dengan bermunculannya gerakan-gerakan spontan ormas dan golongan yang antikebersamaan. Padahal, ungkap Menpora, kebangkitan bangsa ini mau tidak mau harus diwujudkan dengan cara menghilangkan chauvinisme. (JON)

No comments:

A r s i p