Friday, May 2, 2008

Era Kepemimpinan Kaum Muda


Kemerdekaan bangsa ini sudah mendekati 68 tahun, suatu kurun waktu yang tidak pendek bila dipersandingkan dengan umur seorang manusia.

Kemerdekaan ini sudah memasuki usia yang sangat matang, dewasa, dan tentu saja pada kondisi normatif mandiri. Perjuangan yang begitu gigih dari para pejuang kita yang melelahkan itu akhirnya memberikan hadiah yang tak ternilai bagi seluruh warga bangsa ini. Para pejuang dan pendiri bangsa ini menyerahkan bangsa ini kepada generasi penerusnya tanpa minta "ganti rugi" terhadap seluruh jerih payah, penderitaan, dan pengorbanan mereka.

Seluruh anak bangsa ini dapat menikmati udara segar yang menyejukkan dari upaya kemerdekaan yang telah digenggam sejak lama. Para pendiri bangsa ini meletakkan fondasi yang kuat, fondasi kemerdekaan dengan segala isinya yang direfleksikan secara jernih dan cermat dalam goresan pena hati yang begitu luhur, yaitu memerdekakan bangsa ini dari penjajahan bangsa asing, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kecerdasan para pendahulu telah terdokumentasikan dengan baik, dipelajari, dan dihayati dengan baik, bahkan sangat sering dan berulang-ulang dibicarakan, didiskusikan, disemangati kembali tetapi ironis juga nyatanya karena ternyata keringat, pengorbanan, dan dedikasi mereka yang telah memerdekakan bangsa ini tidak secara tepat dilanjutkan oleh generasi penerus.

Integrasi keberagaman dalam sebuah perjuangan yang terfokus pada pemerdekaan bangsa ini tentu tidak serumit saat sekarang yang dihampari dengan berbagai pergolakan dan kesemrawutan tatanan bangsa ini, yang notabene para penontonnya adalah orang-orang yang jauh lebih tinggi pendidikan formalnya dan masih dibingkai dengan berbagai pengalaman, jauh lebih sejahtera, dan hidup berkecukupan kalau tidak dapat dikatakan berkelebihan.

Skenario ini mengandaikan bahwa apabila kondisi dan tuntutan normatif minimalnya terpenuhi, seyogianya segala arus kehidupan kebangsaan berjalan secara dinamis melaju tanpa hambatan. Bung Karno dan Bung Hatta adalah dua serangkai yang mengumandangkan proklamasi kemerdekaan bangsa ke antero Nusantara dan dunia. Dengan keyakinan yang kuat, mereka memberanikan diri untuk menentukan sikap membebaskan diri dari penjajahan.

Bung Karno dan Bung Hatta adalah pemimpin bangsa sejati. Pada saat memimpin bangsa ini, mereka tercatat masih sangat muda. Jiwa patriotismelah yang mengantar mereka pada kursi kepemimpinan nasional saat masih sangat muda. Mereka pada saat itu belum pernah atau tidak mempunyai pengalaman sebagai presiden dan wakil presiden, toh nyatanya bisa menjalankan tugas pemerintahan dengan baik dan benar.

Presiden Soekarno sangat populer dengan orasinya yang sangat menggugah dan Wakil Presiden Mohamad Hatta, dengan totalitas intelektualisme di bidang ekonomi kerakyatan, mampu mengantarkan bangsa ini menapaki perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Mencoba mencermati naluri perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta, baik pada masa perjuangan maupun masa pemerintahan mereka, tebersit cahaya pemahaman bahwa mereka melakukan itu dengan ikhlas, tulus demi kepentingan bangsanya.

Mereka mungkin tidak pernah membayangkan, apalagi memikirkan sebelumnya memikirkan kemungkinan hasil perjuangan mereka. Mereka hanya berjuang, bekerja, dan berbuat demi bangsa. Pengalaman adalah guru, skenario cerita yang mengatakan banyak hal. Pengalaman menunjukkan hal-hal tertentu, pengalaman memberikan inspirasi dan isyarat bagi manusia untuk menentukan sikap dan perilaku dalam menentukan target tertentu.

Dari catatan sejarah dan cerita rakyat dipahami bahwa semakin lama seseorang memimpin akan ada kecenderungan untuk menyisipkan kepentingan pribadi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan umum. Pada sisi yang lain, dapat dilihat bahwa semakin "tua" (maaf) seseorang terlihat semakin lamban mengambil keputusan, apalagi keputusan-keputusan strategis. Memang benar bahwa tidak selamanya kecekatan, daya juang, dan keberanian mengambil keputusan hanya area bagi orang muda karena toh banyak kaum tua yang bahkan lebih tanggap dan cekatan, berani, serta andal dalam berbagai kesempatan pengambilan kebijakan.

Kalau sudah terkesan lamban, tentu saja akan tertinggal, ditinggalkan kesempatan-kesempatan emas bagi bangsa dan rakyatnya. Hal itu dapat dimaklumi karena stamina atau daya tahan yang menurun. Seiring dengan penurunan atas segala potensinya, kemungkinan bisa saja terjadi seseorang akan mengambil kebijakan atas keputusan yang menyimpang, keluar arah dan tujuan.

Apalagi segala keputusannya lebih banyak memberikan pertimbangan pada kematangan emosional- psikologis. Kaum tua selalu berusaha mencari aman, yang nyatanya juga tidak memberikan rasa aman kepada bangsanya. Secara ilustratif digambarkan David Hume bahwa setiap orang yang dilahirkan di dunia ini tidak dilengkapi dengan pikiran atau gagasan sama sekali dan segala sesuatu yang seseorang pikir dan rasakan dipelajari sejak kanak-kanak. Mencoba merujuk pada ilustrasi itu, adalah juga benar bahwa seorang pemimpin tidak selamanya mesti yang berpengalaman. Artinya siapa pun bisa jadi pemimpin di tingkat mana pun, bahkan termasuk menjadi pemimpin nasional sebagai presiden dan wakil presiden di negeri ini.

Pertanyaan klasik dan kusam yang sering dilontarkan adalah apakah kaum muda, generasi muda siap untuk menerima estafet kepemimpinan itu? Apakah mampu kaum muda itu meneruskan kepemimpinan bangsa ini dengan baik dan benar, tidak menyimpang dari cita-cita luhur para pendirinya? Masih pula ada sederet pertanyaan lain yang tendensius negatif, yang terkesan menjadi penghambat atas pengalihan kepemimpinan kepada kaum muda, generasi muda. Kekhawatiran-kekhawatiran itu sudah seharusnya ditinggalkan mengingat banyak contoh kepemimpinan nasional di berbagai belahan dunia yang juga berada di tangan generasi mudanya. (*)

Nicolaus Uskono
Mahasiswa S-3 (MSDM) Universitas Negeri Jakarta, Deputy President Pemuda Asia
(//mbs)

No comments: