Wednesday, May 14, 2008

Kaum Merah Muncul dari Sudut Peneleh

Gedung Nasional Indonesia di Jalan Bubutan Surabaya.
Senin, 12 Mei 2008 | 08:36 WIB

Laporan Wartawan Surya Kuncarsono Prasetyo

SUDAH sering saya datang ke Gedung Nasional Indonesia (GNI) Jl Bubutan . Namun ternyata selama ini saya luput memperhatikan tanda sejarah di bangunan pendopo yang sebenarnya lebih sederhana ketimbang bangunan bergaya joglo kebanyakan.

Sebab baru kemarin saya melihat sebuah prasasti yang terselip di beton pagar bagian depan GNI. Begini tulisannya: Batoe Partama dari: Pagar Gedoeng Nasional Indonesia . Terpasang oleh Keoem Istri Indonesia, pada 13 Juli 1930. Peringetan ini terpasang oleh Dames Congressisten PPII pada 13 December 1930.

“Sejak dipasang pertama kali, prasasti itu tidak pernah dipindah. Bahkan ada dua prasasti bersejarah lain yang tetap di tempatnya,” kata Kepala Balai Pemuda dan GNI Nirwana Juda, saat saya temui beberapa waktu lalu.

Dua prasasti ini adalah tahapan pemugaran GNI yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 1961 dan prasastri tertanggal 30 Juli 1965 oleh Kepala Biro Teknik Pemugaran Soedjasmono.

GNI adalah simbol pergerakan nasional baru kaum priyayi pascaperiode Kebangkitan Nasional 1908. Motornya adalah Dr Soetomo, seorang dokter lulusan Belanda yang sejak 1923 mengajar di Nederlandsche Indische Artesen School (NIAS). Kelak menjadi Faktultas Kedokteran, Unair.

Saya melihat foto asli Dr Soetomo yang kondisinya lusuh namun masih dipajang di tembok ruangan di belakang pendopo GNI. GNI lahir di masa kota ini menjadi sentra gerakan nasional. Beberapa tahun sebelum perkumpulan di GNI berdiri dan organisasi Nahdlatoel Olema (NO) lahir pada 1926, sebuah gerakan massa yang lebih masif dihimpun Hadji Omar Said (HOS) Tjokroaminoto (Pak Tjokro) dalam wadah Sjarekat Islam (SI).

Pusatnya di Peneleh VII, sebuah kampung yang berjarak 500 meter dari GNI. Di rumah bercat hijau yang masih ada hingga sekarang ini Pak Tjokro mengubah Sjarekat Dagang Islam menjadi SI pada Mei 1912. Delapan bulan kemudian, pada 26 Januari 1913 digelar Kongres SI pertama di Kebun Bintang Surabaya atau Dierentuin. Surabaya kembali menjadi tuan rumah Kongres SI ketiga pada 1918 dan Kongres SI ke empat pada 1919. SI yang pada 1923 berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) juga menggelar kongres luar biasa di Surabaya pada 24-26 Desember 1924.

Saya tidak bisa membayangkan Tjokro memimpin satu juta anggota SI dari sebuah rumah yang seukuran tipe 36. Sebuah organisasi paling besar yang tercatat pada jamannya. Namun dari rumah sempit ini, banyak tokoh sejarah lahir. Selain Ir Soekarno dan Ki Hajar Dewantoro , juga Semaoen, Alimin dan Darsono, pemuda SI merah yang hilang dari ingatan sejarah.

Kelompok ini menyempal dan mengagas berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Begitu kuatnya pengaruh SI dari Surabaya, aktivis antikapitalis berdarah Belanda sempat cemburu. Di Surabaya-lah embrio PKI lahir dengan nama Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) pada 9 Mei 1914.

Pendirinya adalah HJFM Sneeveliet, HW Dekker, P Bergsma, dan JA Brandsteder. Menurut catatan sejarah, kelak pada 23 Maret 1920 ISDV berubah nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia dan kemudian menjadi. Hingga tahun 1920-an, kekuatan Surabaya sebagai pusat gerakan semakin tinggi. Dr Soetomo (Pak Tom) mendirikan Indische Studieclub pada 1924 di Bubutan .

Pada 16 Oktober 1930 perkumpulan ini menjadi Persatuan Bangsa Indonesia yang setahun kemudian menjadi partai politik disingkat PBI . Sentra gerakan dipusatkan di GNI. Kompleks ini dibangun dengan dana patungan termasuk hasil iuran pergerakan perempuan yang dibuktikan dengan prasasti yang tersebut di awal tulisan ini.

Rapat tahunan PBI pertama dilakukan di GNI pada 14-16 Mei 1932. PBI kemudian menjadi parpol termodern yang pernah ada bahkan tidak tertandingi sampai sekarang. PBI mendirikan Bank Negara Indonesia , memiliki koran agitasi Soeara Oemoem dan Panjebar Semangat yang ada hingga sekarang, lembaga pendidikan Lembaga Pergoeroean Rakjat, membuka toko Pertoekangan, kamar dagang dan Industri yang bernama Madjelis Sodagar, dan masih banyak lagi, yang semuanya berpusat di GNI.

No comments: