Wednesday, May 7, 2008

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur mana yang paling menguntungkan NU? Itulah pertanyaan dari dua orang jurnalis di Surabaya kepada saya.

Pertanyaan itu diajukan karena satu calon gubernur berasal dari kalangan NU, satu calon gubernur lain tokoh struktural NU, dua calon wakil gubernur tokoh struktural NU, dan satu calon wakil gubernur berasal dari kalangan NU kultural.

Saya jawab, yang paling menguntungkan NU ialah pasangan yang paling menguntungkan rakyat. Mengapa demikian? Kita meyakini bahwa warga Jawa Timur mayoritas warga NU. Berapa jumlahnya? Tidak ada angka yang pasti. Saya ingin mendekati jumlah warga NU Jatim secara tidak langsung, melalui hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ciputat (2002) dengan sekira 2.000 responden dari seluruh Indonesia.

Ada pertanyaan: apakah Anda merasa menjadi bagian dari komunitas (jama'ah) NU? Yang menjawab positif berjumlah sekira 42 persen. Karena jumlah terbesar warga NU ada di Jawa Timur, jumlah mereka yang merasa menjadi bagian dari jamaah NU di sini secara persentase tentu lebih besar.

Secara ekstrem bisa mencapai 60 persen dari warga keseluruhan provinsi ini. Mereka biasa disebut sebagai NU kultural,bukan anggota resmi organisasi (jam'iyah) NU atau NU struktural. Mungkin yang anggota resmi hanya separuh dari jumlah itu. Kalau selama ini diperkirakan jumlah warga NU ada 40 juta, maka yang dimaksud adalah warga organisasi NU.

Kalau warga NU kultural mencapai 60 persen dari warga Jawa Timur, tidak salah kalau saya mengatakan bahwa kandidat yang menguntungkan NU adalah yang menguntungkan rakyat- yang 60 persennya adalah warga NU-bukan yang menguntungkan organisasi NU apalagi tokoh struktural NU. Pertanyaan berikutnya, siapa pasangan calon gubernur yang menguntungkan rakyat? Bagaimana kita dapat mengenalinya?

Yang paling awal tentu melihat dari visi dan misi yang diajukan oleh pasangan calon itu. Kalau kita lihat visi dan misi pasangan calon gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat yang disampaikan dalam debat di TV, tidak terlalu banyak bedanya. Debat itu hanya terbatas waktunya sehingga tidak mungkin kita mengetahui secara lengkap visi dan misi tokoh. Yang di sampaikan dalam debat atau visi dan misi secara tertulis yang di-bagikan, tentu semuanya bagus.

Kita melihat bahwa materi kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) amat bagus, tetapi ternyata survei menunjukkan bahwa kebanyakan rakyat kini tidak puas terhadap kinerja SBY. Jadi materi kampanye yang bagus tidak menjamin kinerja yang bagus. Indikator kedua ialah paradigma calon gubernur,apakah memihak rakyat atau tidak?

Bagaimana kita mendeteksi atau mengetahui hal itu? Ada calon yang memasang slogan "APBD untuk Rakyat" untuk meyakinkan pemilih bahwa calon itu prorakyat.Apakah itu berarti bahwa APBD 2003- 2008 tidak untuk rakyat, padahal calon tersebut juga ikut menyusun APBD 2003-2008.

Paradigma para kandidat (terutama calon gubernur) dapat juga dilihat dari rekam jejak (track record) mereka selama ini, baik sebagai pejabat pemerintah, anggota DPR,kepala daerah, maupun tokoh partai atau tokoh organisasi kemasyarakatan. Di dalam pemilihan presiden Amerika Serikat, rekam jejak para bakal calon dilacak dan dipertentangkan dengan apa yang mereka sampaikan dalam kampanye mereka saat ini.

Pers dan para cendekiawan dapat berperan dalam mengungkap rekam jejak para calon. Yang amat penting ialah karakter, integritas,dan etika para calon.Faktor utama integritas ialah kejujuran. Ini pun dapat ditelusuri melalui rekam jejak para calon. Kembali kita perlu mengangkat pentingnya peran pers dan cendekiawan dalam masalah itu.

Memang di dalam masyarakat kita upaya mengungkap hal semacam itu bukanlah sesuatu yang dinilai positif oleh masyarakat. Tetapi tujuan dari upaya itu sebetulnya untuk melindungi masyarakat dari potensi masalah yang dimiliki para calon pemimpin kita.

Banyaksekalimasalahyangdihadapi rakyat Jawa Timur yang perlu mendapat perhatian dan dikuasai oleh calon gubernur,seperti pengangguran, kemiskinan, mahalnya kebutuhan pokok masyarakat, kerusakan lingkungan, pendidikan yang bermutu dan merata, tersedianya pupuk pada waktunya dalam jumlah yang cukup dan harganya terjangkau, perlindungan terhadap buruh migran di LN (yang kabarnya terbanyak berasal dari provinsi ini),penanggulangan masalah sosial Lapindo, dan masih banyak lagi.

Terhadap sejumlah masalah tersebut di atas, sejauh mana penguasaan para calon gubernur dan komitmennya? Kalau selama ini mereka tidak pada posisi yang mengharuskan mereka menaruh perhatian terhadap sejumlah masalah di atas, tidak apa-apa. Tetapi mereka yang selama ini menduduki posisi yang mengharuskan mereka untuk memberi perhatian dan komitmen terhadap sejumlah masalah itu, bisa kita lacak sejauh mana komitmen mereka. Bisa diteliti sejauh mana komitmen mereka terhadap tugas yang mereka pikul selama ini.

Dengan memperhatikan rekam jejak para calon itu, kita akan menemukan siapa yang akan menguntungkan rakyat, yang berarti juga menguntungkan NU. Rakyat sudah kritis dan mengetahui siapa yang layak dipilih dan siapa yang tidak. Kalau diberi uang atau sesuatu secara in-natura, mereka akan menerimanya tetapi belum tentu akan memilih calon yang memberi. Dukungan partai besar tidak menjadi jaminan. Pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara memberi kita, dan para calon, pelajaran yang berharga. (*)

Salahuddin Wahid
Pengasuh Pesantren Tebuireng
(//mbs)

No comments: