Saturday, December 29, 2007

Demokrasi Indonesia Gagal karena Pedagang yang Berkuasa



JAKARTA, KOMPAS - Demokrasi merupakan pilihan terbaik dibandingkan dengan sistem politik lain. Meski begitu, demokrasi memerlukan sosok pemimpin yang tepat.

"Demokrasi harus diisi orang-orang yang tepat. Demokrasi di Indonesia gagal karena saat ini yang berkuasa adalah para pedagang, dengan kalkulasi politik jangka pendek," kata Muhammad Nasih, pengurus Presidium Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia, dalam diskusi "Refleksi Demokrasi Indonesia: Dilema antara Kebebasan dan Kesejahteraan untuk Rakyat", Jumat (28/12).

Dalam diskusi yang diselenggarakan Masika ICMI itu, Muhammad Nasih mengatakan, sudah saatnya sosok yang punya kemampuan memimpin turun gunung menggantikan pemimpin pedagang dan berhenti menganggap politik sebagai sesuatu yang kotor.

Sementara guru besar FISIP Universitas Airlangga, Kacung Marijan, mengatakan, secara teoretis, tidak ada hubungan langsung antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat. "Namun, secara tidak langsung, demokrasi mempunyai kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat," kata Kacung.

Menurut dia, secara tidak langsung demokrasi bisa lebih menyejahterakan karena tiga alasan. Pertama, demokrasi memungkinkan rakyat miskin menentukan siapa yang memimpin. Kedua, kebebasan pers sebagai salah satu syarat demokrasi memungkinkan transfer informasi dari rakyat miskin kepada pemerintah pusat. Ketiga, demokrasi menjamin ketersediaan barang publik.

"Yang harus dibangun dalam demokrasi adalah sisi-sisi positifnya ini," katanya.

Optimisme Kacung terhadap demokrasi itu ia ungkapkan menanggapi pesimisme beberapa pihak terhadap demokrasi di Indonesia yang tidak kunjung mendatangkan manfaat bagi rakyat.

Fuad Bawazier yang juga menjadi pembicara dalam diskusi, misalnya, berpendapat, demokrasi di Indonesia hanya dinikmati oleh sepuluh persen rakyat yang kondisi ekonominya mapan. Kemajuan politik tidak diikuti kemajuan ekonomi. Padahal, biaya demokrasi di Indonesia sangat mahal. Pemerintah harus mengeluarkan Rp 47 triliun untuk pilkada. Itu pun belum termasuk biaya yang harus dikeluarkan oleh para kontestan. (A09)

No comments:

A r s i p