Monday, December 31, 2007

Transisi ke Sistem Distrik


Mantapkan Dulu Sistem Kepartaian

Jakarta, Kompas - Sistem pemilihan umum semestinya dirancang untuk mengurangi korupsi politik. Pilihan sistem yang tepat sekaligus bisa menciptakan penyederhanaan partai politik untuk mendukung sistem pemerintahan presidensial yang lebih kokoh.

Bagi fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Yasonna M Laoly, Sabtu (29/12) siang, semakin kecil daerah pemilihan, derajat keterwakilan lebih baik. Konstituen juga lebih mudah dijangkau dan ongkos politik bisa lebih murah.

Semakin besar daerah pemilihan, semakin besar pula biaya "pengamanan" politiknya.

Namun, menurut Laoly, masih dibutuhkan waktu untuk sampai pada pilihan sistem pemilu distrik atau mayoritas untuk meningkatkan derajat keterwakilan. Setidaknya dibutuhkan dua kali pemilu lagi.

Laoly, yang juga Ketua Panitia Kerja RUU Pemilu, menunjukkan hasil penelitian di 44 negara pada tahun 2006 menggambarkan sistem pemilu dengan daftar terbuka dengan besaran daerah pemilihan yang besar berkorelasi kuat dengan korupsi politik.

Ketika ongkos politik yang dikeluarkan besar, para anggota legislatif pun menjadikan biaya yang telah dikeluarkannya itu sebagai variabel yang memengaruhinya dalam negosiasi politik. "Di negara kita, caleg yang harus menyumbang kepada konstituen," ujar Laoly.

Fungsionaris Partai Golkar, yang juga Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, Ferry Mursyidan Baldan, juga berpandangan bahwa sistem distrik masih butuh 3-4 pemilu lagi sebelum bisa diterapkan di Indonesia.

Yang mesti dilakukan adalah menyempurnakan pelaksanaan pemilu berikut daerah pemilihan. Memang idealnya, daerah pemilihan tidak diubah dalam jangka waktu tertentu, tetapi juga mesti dipikirkan kebutuhan menyeimbangkan kadar keterwakilan, memperbaiki kedekatan pemilih dengan wakilnya.

Ide perubahan daerah pemilihan dengan memperkecil cakupan wilayah sebuah daerah pemilihan sekaligus bisa menjadi jalan perubahan yang tidak terlalu drastis untuk sampai ke sistem distrik.

Jangka waktu 3-4 pemilu sekaligus memberikan kesempatan yang cukup untuk konsolidasi sistem kepartaian. "Sehingga kita tidak mendengar lagi adanya partai ’baru-lama’ atau ’besar-kecil’," sebut Ferry.

Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyebutkan, sistem distrik akan realistis untuk diadopsi ketika sistem kepartaian kita sudah makin mantap dan sederhana, yakni pada saat parpol makin mampu menjalankan fungsi-fungsinya, manajemen internal rapi dan solid, kepercayaan rakyat memadai, serta kader berkualitas cukup.

Menurut Anas, jika semua proses perbaikan sistem kepartaian, sistem pemilu, berjalan baik, waktu yang layak untuk mengadopsi sistem distrik adalah saat Pemilu 2019.

Sistem pemilu proporsional, lanjut dia, tetap dipertahankan dulu karena masih memadainya tingkat keterwakilan politik Indonesia yang majemuk. (DIK)

No comments:

A r s i p