Saturday, December 22, 2007

Pemimpin Dinilai Gagal Atasi Krisis


JAKARTA, KOMPAS - Pemimpin Indonesia sekarang dinilai gagal mengatasi krisis. Pendekatan pembangunan yang dilakukan para pemimpin tidak pernah berubah sehingga rakyat menjadi korban.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Pergerakan Indonesia Faisal Basri dalam diskusi dan peluncuran Jurnal Demokrasi Sosial bertema "Kepemimpinan tanpa Visi" yang diadakan Jaringan Kaum Muda Sosdem bekerja sama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES), Jumat (21/12) di Jakarta.

"Kebijakan pembangunan nasional tidak pro-poor (prorakyat miskin). Pemerintah tidak memberikan insentif kepada pengusaha yang mampu menyerap tenaga kerja. Insentif justru diberikan kepada kelompok yang mampu, yakni perusahaan yang menjual saham di Bursa Efek Jakarta. Akibatnya, kesenjangan semakin lebar," ungkap Faisal Basri.

Ia menambahkan, pola pikir para pemimpin sekarang sangat linier sehingga tidak bisa mengeluarkan terobosan baru yang berguna bagi rakyat. "Indonesia tidak akan selamat kalau pemimpinnya sekarang sekadar berpikir kondisi sekarang lebih baik dari kemarin, besok lebih baik dari sekarang. Itu tidak cukup. Karena kalau menoleh ke negara lain, mereka melangkah lebih jauh," tuturnya.

Ketertinggalan Indonesia dari negara lain, menurut Faisal Basri, bisa dilihat dari data yang dikeluarkan UNDP akhir November lalu. Dalam data itu, Human Development Index Indonesia berada di posisi 110, kalah dari posisi HDI negara-negara Asia Tenggara lain, misalnya Singapura yang berada di posisi 25, dan bahkan Vietnam yang berada di posisi 107.

Menurut Bima Arya, Direktur The Lead’s Institute Universitas Paramadina, Jakarta, Indonesia membutuhkan pemimpin yang menawarkan pola pikir baru dalam menangani krisis. Pendekatan yang selama ini digunakan oleh para pemimpin terbukti tidak bisa mengatasi masalah. "Indonesia membutuhkan pemimpin yang transformatif, punya visi, dan tegas," katanya.

Gerakan sosial

Dalam diskusi itu, posisi dan peran gerakan sosial juga dibahas.

"Gerakan sosial saat ini mampu memetakan banyak soal. Namun, gerakan itu masih sangat moralis dan menganggap politik kotor sehingga artikulasi politiknya hanya berhenti pada kampanye dan penyadaran," ungkap pembicara lainnya, Agung Putri dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat. (A09)

No comments:

A r s i p