Saturday, December 29, 2007

Parpol Memeras Negara


Porsi APBN bagi Rakyat Berkurang


Jakarta, Kompas - Permintaan kenaikan dana negara untuk partai politik berdasarkan perolehan suara merupakan pemerasan legal terhadap negara dan secara tidak langsung merupakan pemerasan terhadap rakyat.

Pengajar politik pada Universitas Indonesia (UI), Andrinof A Chaniago, mengemukakan hal itu, Kamis (29/11), menanggapi kesepakatan Rapat Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Partai Politik.

Seperti diberitakan, Panja RUU Partai Politik menyepakati bantuan dari APBN diberikan setiap tahun dan dihitung berdasarkan perolehan suara seperti 1999, bukan berdasarkan perolehan kursi seperti 2004.

Untuk Pemilu 2009, bantuan tidak diberikan ke semua partai yang memperoleh suara, tetapi hanya yang memperoleh kursi.

Dengan dana Rp 21 juta per kursi DPR, total dana yang disediakan untuk partai politik peraih kursi DPR mencapai Rp 11,5 miliar. Partai Golkar sudah mendapatkan dana sekitar Rp 2,68 miliar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rp 2,23 miliar per tahun. Beban negara akan semakin besar jika bantuan negara berdasarkan perolehan kursi DPRD provinsi dan kabupaten/kota juga diperhitungkan.

Dana tersebut semestinya memadai untuk menjalankan kegiatan sekretariat. "Tidak etis jika untuk munas, muswil, atau musda juga mengambil uang rakyat. Karena, partai itu milik anggota dan elite-elitenya untuk berkompetisi politik," kata Andrinof.

Menurut dia, usul tersebut jelas merupakan upaya pemerasan parpol terhadap negara. Kelemahan perundang-undangan memungkinkan hal itu dianggap legal sekalipun sebenarnya tidak etis. Demi akuntabilitas, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mestinya menyampaikan hasil audit dana parpol setiap tahun kepada masyarakat. Selain itu, dasar hukum alokasi dana parpol itu harus masuk dalam undang-undang, bukan sekadar peraturan pemerintah seperti saat ini.

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Moh Romahurmuziy sebelumnya menyebutkan, dana dari negara itu lebih baik ketimbang dibukanya kesempatan badan usaha milik parpol (BUMP) yang malahan memicu persekongkolan tender proyek pemerintah.

Curangi rakyat

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai rencana itu sama dengan mencurangi rakyat. Selain akan menguras APBN, usulan itu juga akan semakin memperkecil porsi rakyat menikmati uang negara.

"Usulan itu curang, tidak adil. Masak partai yang sudah dibantu dengan honor besar untuk anggota DPR-nya, sudah mendapat sumbangan dari masyarakat masih ingin memperbesar dana subsidi dari negara," katanya.

Arbi yakin usulan itu pun akan menambah ketidakpuasan rakyat karena masyarakat semakin sedikit bisa menikmati uang negara. "APBN itu, kan, 70 persennya untuk aparatur. Sekarang akan diambil lagi oleh partai. Berarti, parpol mengambil porsi masyarakat," katanya.

Menurut Arbi, seharusnya, sistem penghitungan subsidi tetap mempertahankan sistem 2004, yaitu dihitung per kursi Rp 21 juta. Untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang besar, partai harus bekerja lebih keras menghimpun sumbangan dari masyarakat. "Dengan begitu, partai juga terdorong untuk lebih memperjuangkan aspirasi masyarakat. Sekarang ini partai tidak peduli," paparnya. (DIK/SUT)

No comments:

A r s i p