Monday, December 10, 2007

Reformasi Birokrasi


Menanti Birokrasi yang Bersih


Citra birokrasi yang bermasalah sempat dilontarkan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Taufiq Effendi dalam seminar nasional "Pencegahan Korupsi Melalui Reformasi Birokrasi", beberapa waktu lalu.

Ia mengakui adanya sejumlah masalah yang umumnya ditemui di instansi pemerintah, seperti penyebaran pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan, etos kerja yang rendah, dan kesejahteraan yang juga rendah.

Dari segi ketatalaksanaan atau business process, birokrasi di Indonesia dinilai sangat bertele-tele, rumit, dan belum memiliki prosedur operasional yang standar (SOP).

Jumlah pegawai negeri sipil (PNS) sekitar 3,7 juta terasa kurang karena kualitas SDM yang rendah. Bahkan, ada PNS yang tidak tahu apa yang harus dikerjakan atau jabatan apa yang dipangkunya.

Pakar administrasi publik dari Universitas Indonesia, Jakarta, Eko Prasojo (2006), menyebutkan dua akar permasalahan dalam kepegawaian. Yang bersifat internal adalah sistem kepegawaian negara. Sedangkan persoalan eksternal adalah yang memengaruhi fungsi dan profesionalisme kepegawaian negara.

Untuk persoalan internal, bisa dianalisis dengan melihat subsistem yang membentuk kepegawaian negara, seperti rekrutmen, penggajian dan penghargaan, pengukuran kinerja, promosi jabatan, dan pengawasan.

Kesenjangan gaji

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pembangunan Kelembagaan (Capacity Building) Amien Sunaryadi mencatat, kesenjangan gaji PNS dengan biaya hidup sehari-hari sudah terjadi sejak 1967.

Meskipun gaji PNS berkali-kali direvisi, kenaikan itu tidak mampu mengejar biaya hidup. Empat puluh tahun kemudian, kesenjangan itu masih ada. Celakanya, pemerintah pun tidak punya strategi bagaimana agar keduanya berada di titik imbang.

Menghadapi banyaknya masalah dalam birokrasi ini, pemerintah mengagendakan reformasi birokrasi dalam tiga tahap. Tahap pertama, tahun 2004-2006 difokuskan untuk peningkatan pelayanan publik, dengan program kinerja terbaik dan pelayanan satu atap. Untuk tahun ini, ada 75 kabupaten/kota yang memiliki kinerja terbaik dan 290 kabupaten/kota serta tiga provinsi yang mempunyai pelayanan satu atap.

Tahap kedua, 2006-2007, difokuskan pada peningkatan investasi. Tahun 2007 sampai seterusnya adalah proyek percontohan dengan menerapkan evaluasi kerja, analisis jabatan, dan penjenjangan, remunerasi, serta penghargaan dan sanksi.

Tiga instansi

Tiga instansi yang ditunjuk menjadi proyek percontohan adalah Mahkamah Agung, Departemen Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Penunjukan tiga instansi itu karena dana yang dibutuhkan sangat besar, sementara jumlah instansi yang perlu direformasi mencapai ratusan. Alhasil, reformasi birokrasi tak bisa dilakukan serentak.

Salah satu poin dalam upaya reformasi itu adalah menghitung ulang remunerasi (sistem penggajian). Besaran remunerasi itu disesuaikan dengan bobot tugas, wewenang, dan tanggung jawab suatu jabatan. Dengan demikian, diharapkan tingkat kebocoran di dalam proses pengadaan barang dan jasa dapat ditekan seminimal mungkin.

Harapannya, sebuah institusi pengadilan/MA yang bersih akan menjamin tumbuhnya kepastian hukum. Kepastian hukum dapat mendorong pertumbuhan investasi. Di sisi lain, pengadilan yang bersih juga semakin mendukung gerakan pemberantasan korupsi mengingat selama ini korupsi di pengadilan masih relatif tinggi.

Departemen Keuangan dinilai memiliki peran strategis dalam pengelolaan keuangan dan pelayanan publik. Depkeu membawahi berbagai kantor pelayanan pajak, bea cukai, dan lainnya. Sedangkan fungsi BPK sebagai pengawas keuangan negara juga sangat strategis untuk mendorong reformasi.

Apa yang sudah dilakukan ketiga lembaga itu? Menurut Amien, di antara tiga lembaga yang menjadi proyek percontohan itu, MA tergolong paling lamban.

Apabila Departemen Keuangan sudah melaksanakan sekitar 80 persen dan BPK sekitar 60 persen, MA baru melaksanakan sekitar 20 persen tahapan yang mesti dilalui.

Meskipun lambat, MA sudah melakukan sejumlah hal. Sistem Informasi MA RI (Simari), kode perilaku hakim, transparansi putusan, PNBP, dan manajemen sumber daya manusia mulai berjalan. Mengenai transparansi putusan, hal itu sudah mulai dilakukan oleh MA. Misalnya, MA sudah mencantumkan sekitar 1.123 putusan di situs internet yang dapat diakses oleh publik.

Departemen Keuangan telah menetapkan 35 layanan unggulan. Menteri Keuangan juga sudah menetapkan adanya beberapa kantor pelayanan modern di Ditjen Pajak dengan tiga kantor wajib pajak besar, 28 kantor pelayanan pajak madya, dan 171 kantor pelayanan pajak pratama.

Ditjen Bea Cukai membuka 2 kantor pelayanan utama (KPU), yaitu KPU Tipe A Tanjung Priok dan KPU Tipe B Batam. Begitu pula Ditjen Perbendaharaan yang menargetkan 30 kantor, sudah menyiapkan 17 kantor pelayanan perbendaharaan negara.

Sementara BPK pun sudah mulai mencapai target-target yang ditentukan, seperti pembuatan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, pembuatan kode etik untuk para auditornya, transparansi hasil audit dengan mengumumkannya di situs internet.

Untuk tiga instansi itu, remunerasi langsung diberikan bersamaan ketika mereka mulai bekerja.

Bulan Agustus lalu DPR telah menyetujui pemberian remunerasi dalam bentuk tunjangan khusus kinerja untuk Depkeu, BPK, dan MA senilai Rp 1,4 triliun. Depkeu sudah dicairkan, BPK dalam proses pencairan, sementara MA tinggal menunggu peraturan pemerintah.

Persoalannya, apabila target terpenuhi dan remunerasi diberikan, akankah kerja keras pembaruan itu tetap langgeng? Waktu yang akan menjawab. (Susana Rita dan Susie Berindra)

No comments:

A r s i p