Thursday, January 31, 2008

Akbar Tandjung:
Sistem Multipartai Tak Sejalan dengan Sistem Presidensiil

Rabu, 30 Januari 2008 | 11:53 WIB

JAKARTA, RABU - Sistem multipartai yang diterapkan Indonesia saat ini, dinilai mantan Ketua DPR Akbar Tandjung justru tidak sejalan dengan sistem presidensiil yang ada. Menurutnya, dalam penyusunan kabinet malah disemangati dengan sistem parlementer. Sebab, kata Akbar, Presiden berasal dari partai yang bukan pemenang pemilu.

"Kita harus mempertanyakan, apakah sistem partai banyak kompatibel dengan sistem presidensiil? Dari sisi perilaku politik, termasuk penyusunan kabinet justru masih disemangati sistem parlementer. Karena Presiden kita berasal dari partai yang bukan pemenang pemilu sehingga 'terpaksa' mengakomodasi kekuatan politik dari partai-partai yang ada di parlemen," papar Akbar dalam Diskusi Nasional Antar Generasi "Meluruskan Arah Reformasi" di Jakarta, Rabu (30/1).

Hal ini, jelas Akbar, menyebabkan terlihatnya visi yang tidak sama antara Presiden dengan anggota kabinetnya. Akibatnya, dalam pemerintahan tidak ada soliditas kabinet. Oleh karena itu, seyogianya sistem kepartaian yang mendukung sistem presidensiil adalah sistem kepartaian yang lebih sederhana.

"Caranya, partai politik bisa menciptakan koalisi-koalisi menjelang pemilihan presiden sehingga capres yang maju tidak terlalu banyak dan mekanisme check and balance bisa lebih diwujudkan. Partai politik yang mengajukan capres adalah partai yang punya suara 20 persen dan punya dukungan di parlemen sebanyak 15 persen," lanjut Akbar.

Sementara itu, ekonom Dr Sjahrir justru melihat sebaliknya. Dikatakannya, jantung pembangunan konstitusi saat ini adalah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. "Saya pikir tidak ada masalah dengan partai banyak, multi partai justru bisa menghasilkan presiden yang kuat. Mungkin saja di 2009 nanti SBY didampingi Akbar," ujar Syahrir. (ING)



No comments:

A r s i p