Saturday, January 26, 2008

PDI-P dan Pergeseran Dominasi


Kamis, 17 januari 2008 | 19:08 WIB

SUWARDIMAN

Kegagalan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mempertahankan kantong-kantong massanya pada Pemilu 2004 rupanya terus berlanjut. Realitas politik dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung yang diselenggarakan selama tiga tahun terakhir ini belum menunjukkan gelagat partai ini melakukan perbaikan kinerja mempertahankan basis massanya. Bahkan, ada kecenderungan partai nasionalis ini sulit mempertahankan dominasi di wilayah perkotaan.

Melihat perkembangan kekuatan politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) beberapa tahun belakangan ini, timbul pertanyaan menarik, apakah gelagat kalahnya partai ini dalam sejumlah pemilihan kepala daerah (pilkada) di basis massanya akan mengarah pada kemunduran PDI-P ke titik lebih parah di tahun 2009? Atau, apakah sejumlah manuver politik yang dilakukan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, akhir-akhir ini akan berpengaruh pada meningkatnya kekuatan partai?

Fenomena merosotnya perolehan suara PDI-P pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 selalu mampu menarik perhatian para pakar dan praktisi politik. Partai yang sukses merebut 33,74 persen suara pada pemilu pertama pascareformasi ini mengalahkan Golkar yang hanya berhasil merebut 22,4 persen suara.

Keberhasilan partai ini ternyata hanya berlangsung satu periode. Pada pemilu berikutnya, PDI-P kalah telak oleh Partai Golkar. PDI-P, yang berhasil memimpin di sedikitnya 166 kabupaten/kota pada Pemilu 1999, melorot dominasinya di 94 daerah dan hanya mampu mempertahankan kemenangan di 72 daerah kabupaten/kota pada Pemilu 2004. Meskipun dapat menguasai 18 daerah baru, secara keseluruhan dominasinya hanya terjadi di 90 kabupaten/kota.

Kantong massa

Kantong massa PDI-P tersebar secara acak di daerah-daerah dengan karakteristik yang beragam. Hasil analisis terhadap daerah-daerah yang dimenangi PDI-P menunjukkan keragaman karakteristik tanpa keseragaman yang signifikan.

Karakteristik suatu daerah memang tidak bisa serta-merta menjawab fenomena peraihan suara sebuah partai politik. Namun, jika menggunakan pendekatan teori soal perilaku politik masyarakat pedesaan dan perkotaan, maka karakteristik suatu daerah sedikit banyak dapat menggambarkan sebuah kecenderungan masyarakat dalam menentukan pilihan politik mereka.

Dengan melalui pendekatan ini, dari analisis terhadap daerah-daerah yang dimenangi PDI-P pada pemilu-pemilu lalu dapat ditarik kesimpulan bahwa sejumlah daerah yang lepas dari dominasi partai ini adalah daerah-daerah berciri industri. Ini tampak bahwa 57 persen dari 94 kabupaten/kota yang lepas dari dominasi partai ini mayoritas penduduknya bekerja di sektor industri, jasa, atau perdagangan. Gejala ini juga diperkuat dengan daerah-daerah baru yang berhasil dikuasai oleh PDI-P yang karakteristiknya adalah kabupaten/kota yang sektor usahanya dominan di bidang pertanian atau perkebunan.

Apakah ini menjelaskan bahwa PDI-P makin berjaya di daerah-daerah pedesaan? Tentunya tidak sesederhana itu untuk menarik kesimpulan demikian. Banyak variabel yang perlu ditelaah lebih jauh. Termasuk hal-hal yang lebih substantif untuk menjelaskan fenomena merosotnya peraihan suara PDI-P.

Kantong-kantong massa partai berlambang banteng merah ini tersebar secara sporadis di daerah-daerah dengan karakteristik yang beragam. Dari hasil penelisikan terhadap 72 daerah yang berhasil dipertahankan oleh PDI-P selama dua pemilu terakhir, akan terlihat sebaran yang cenderung merata dalam pendekatan karakteristik daerah pedesaan dan perkotaan.

Pencirian karakteristik daerah perkotaan atau pedesaan di sini adalah dengan mengidentifikasi mayoritas lapangan usaha di daerah yang bersangkutan. Dua ciri lapangan usaha yang menjelaskan secara signifikan karakteristik tersebut adalah apakah daerah itu didominasi oleh lapangan usaha pertanian/perkebunan untuk daerah pedesaan dan perindustrian/perdagangan di daerah perkotaan.

Sporadisme yang serupa juga terjadi jika dipandang dari sudut mayoritas pemeluk agama. Ini boleh jadi berkorelasi dengan ciri PDI-P sebagai partai nasionalis. Tidak ada tanda-tanda signifikan yang bisa membuktikan partai ini mengusai daerah-daerah dengan mayoritas agama tertentu. Sebagai partai yang mengusung ideologi nasionalisme, selain bisa menguasai daerah-daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam, juga mampu merebut daerah- daerah yang didominasi penduduk agama lain, seperti Kristen/Katolik atau Hindu dan Buddha.

Hasil pilkada

Pengalaman 2004 sebenarnya menjadi pelajaran berharga bagi PDI-P. Selain banyak kehilangan basis masa, partai ini juga gagal menancapkan kekuatan-kekuatan baru di sejumlah daerah baru hasil pemekaran. Partai pimpinan Megawati ini ”keok” oleh Golkar yang berhasil membentuk kekuatan dengan menguasai suara di mayoritas daerah otonom baru pasca-Pemilu 1999 hingga sebelum Pemilu 2004. Partai ini hanya mampu mengungguli perolehan suara di 18 daerah baru pada Pemilu 2004. Padahal, pada saat yang sama, partai ini harus kehilangan lebih dari separuh basis massanya.

Lebih jauh lagi, kegagalan PDI-P dalam mempertahankan dan membangun kekuatan politik di daerah juga tampak dari hasil pilkada langsung yang berlangsung sejak tahun 2005. Hingga pertengahan tahun 2007, sedikitnya sudah berlangsung 295 pilkada langsung di seluruh Indonesia. Sebanyak 15 gubernur, 236 bupati, dan 44 wali kota rezim pilkada langsung telah dilantik.

Berdasarkan catatan, pada pilkada yang berlangsung hingga pertengahan tahun 2007, PDI-P hanya berhasil meraih kemenangan di 73 kabupaten kota atau hanya 26 persen dari total 280 kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada. Itu pun hanya di 21 daerah PDI-P berhasil mengusung calon kepala daerahnya tanpa koalisi dengan partai lain.

Dalam pilkada langsung yang telah lalu, partai ini menerima kenyataan lepasnya basis massa yang dibentuk pada Pemilu 2004. Selama periode 2005-2006, tercatat 55 kabupaten/kota basis kemenangan PDI-P pada Pemilu 2004 yang melangsungkan pilkada. Dari jumlah tersebut, PDI-P gagal meraih kemenangan di 27 kabupaten/kota. Partai ini hanya bisa menang di 28 daerah, itu pun 10 di antaranya hasil koalisi dengan partai-partai lain.

Realitas politik pada Pemilu 2004 dan hasil pilkada tampaknya memberi pekerjaan berat untuk PDI-P menyambut pesta akbar demokrasi tahun 2009 nanti. (Litbang Kompas)

No comments:

A r s i p