Thursday, January 31, 2008

Pemimpin Harus Visioner


Senin, 21 januari 2008 | 04:56 WIB

Jakarta, Kompas - Indonesia termasuk negara yang rawan bencana. Salah satu kriteria pemimpin nasional di Indonesia haruslah yang antisipatif, visioner, melihat ke depan, bukan yang reaksioner. Demikian kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, Minggu (20/1).

Menurut Arbi Sanit, perkembangan dunia itu sesungguhnya telah menunjukkan dengan jelas berbagai kemungkinan kerusakan alam. ”Pemimpin itu harus melihat itu. Tetapi, karena tidak visioner, akhirnya jadi reaktif.”

Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Yenny Zannuba Wahid dalam Diskusi Kamisan bertema ”Banjir Besar, Apa Solusinya” di Gedung DPR, pekan lalu mengingatkan arti penting pemimpin yang tanggap lingkungan.

Berdasarkan catatannya, selama 2006-2007 terjadi 3.367 bencana alam di Indonesia dan telah mengakibatkan 2.232 orang meninggal. ”Pemerintah saat ini telah gagal melaksanakan tugasnya,” ucap Yenny.

Arbi berpandangan, pemimpin ke depan juga harus pemimpin yang berani berkorban. Dia menilai pemerintah sekarang tidak memberikan anggaran besar untuk bencana karena 70 persen anggaran justru habis untuk aparat. ”Ini amat boros. Pemimpin nanti harus berani menghadapi birokrasi,” paparnya.

Seorang pemimpin juga tidak cukup hanya mengunjungi daerah-daerah bencana. Yang terpenting justru mampu menggerakkan mesin birokrasi dan mesin politik untuk menanggulangi berbagai bencana yang mungkin terjadi.

Berebut air

Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad juga mengingatkan ancaman kekurangan air yang akan dihadapi jutaan penduduk di Jawa. Sekarang ini, jumlah penduduk di Jawa adalah 65 persen total penduduk di Indonesia, sementara cadangan air di Jawa hanya 4 persen cadangan stok nasional akibat tangkapan air selalu dihancurkan.

Walhi mencatat, kecamatan yang terkena banjir pun semakin hari semakin meluas. Tahun 2006 ada 124 kecamatan, sedangkan tahun 2007 menjadi 260 kecamatan. Lima tahun belakangan ini banjir di Pulau Jawa pun meningkat tiga kali lipat.

Menurut Ketua Tim Peneliti Ekologi Bengawan Solo Retno Rosariastuti, Bengawan Solo yang belakangan ini menimbulkan banjir di Pulau Jawa pun kondisinya makin memprihatinkan. Berdasarkan penelitiannya, hutan di daerah aliran sungai yang memasok air ke Bengawan Solo hanya tinggal 1 persen.

Lebih besar

Kemampuan masyarakat Indonesia merusak lingkungan, papar Direktur Pengelolaan Air Departemen Pertanian Gatot Irianto, jauh lebih besar ketimbang kemampuan memperbaiki. Dia berharap para teknokrat memberikan anggaran lebih besar untuk pembangunan manusia ketimbang pembangunan fisik.

Sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso berpandangan bahwa mengatasi bencana perlu penanganan yang komprehensif dan menyeluruh. (sut)

No comments:

A r s i p