Thursday, January 31, 2008

Slamat Jalan Pak Harto


Jusril Ihza Mahendra


Setelah menderita sakit yang berkepanjangan sejak menyatakan berhenti sebagai Presiden, tadi siang mantan presiden Soeharto mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta.

Innalillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya kita semua kepunyaan Allah dan kepada-Nya jua kita akan kembali).Dengan wafatnya beliau, kita telah kehilangan lagi seorang mantan presiden yang pernah memimpin bangsa dan negara kita dalam kurun waktu yang cukup lama.

Presiden Soekarno memegang jabatan presiden selama sekitar 22 tahun. Itu pun silih berganti sebagai Kepala Eksekutif dan Kepala Negara ketika kita menganut sistem parlementer.Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sjafruddin Prawiranegara hanya memegang jabatan kurang dari setahun.

Presiden Soeharto memegang jabatan selama 32 tahun,sampaiakhirnya menyatakan berhenti dari jabatannya pada 21 Mei 1998. Selama memegang kekuasaan, Soeharto telah berbuat banyak dalam membangun bangsa dan negara kita sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa kita menjadi bangsa dan negara yang disegani di kawasan Asia.

Di bawah kepemimpinannya pula, pembangunan sosial dan ekonomi kita mulai dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.Banyak kemajuan yang dicapai, baik pembangunan fisik maupun pembangunan nonfisik,seperti peningkatan kualitas hidup dan sumber daya manusia bangsa kita.

Bangsa kita yang hidup sangat miskin dan terbelakang di masa Orde Lama berhasil memperbaiki keadaan internalnya di masa Orde Baru sehingga kita bergerak maju mendekati taraf negara menengah. Andaikata tidak terjadi krisis moneter pada 1997, pembangunan sosial ekonomi kita mungkin akan bergerak ke arah yang jauh lebih maju.

Namun, badai krisis yang begitu dahsyat tidak saja merontokkan sendi-sendi ekonomi, tetapi juga meruntuhkan kekuatan Orde Baru sendiri. Karena Soeharto adalah tokoh sentral dalam Orde Baru, kejatuhannya otomatis meruntuhkan seluruh tatanan yang telah berhasil dibangunnya.

Semua ini memang menjadi pelajaran berharga bagi bangsa kita.Tidak ada yang abadi di dunia ini. Jika ada awal,akan ada akhir.Demikianlah Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Orde itu berakhir dan kita berada dalam masa transisi untuk memantapkan pola kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang baru di era reformasi. Biaya krisis kita sangat besar. Bukan saja biaya finansialnya, tetapi juga biaya sosial dan politiknya. Kita berupaya untuk bangkit kembali.

Sistem kita perbaiki.Konstitusi kita amandemen.Kita melihat kekeliruan masa lalu dan berupaya melangkah ke depan dengan lebih baik. Kita merumuskan kebijakan-kebijakan baru di segala bidang. Hasilnya, belum sepenuhnya memuaskan. Ketika Orde Baru runtuh seiring berhentinya Soeharto sebagai presiden, sebagian masyarakat kita cenderung melihat masa lalu itu dengan pandangan yang kelam. Berbagai hujatan dilontarkan hanya untuk menyebut kesalahan,kekeliruan,dan daftar dosa. Orang tak lagi berpikir jernih untuk melihat sisi-sisi kebaikan dan sumbangan yang telah diberikannya kepada bangsa dan negara.

Gejala seperti ini juga terjadi saat jatuhnya Soekarno dari kepemimpinannya. Beliau begitu dipuja-puja, diberi berbagai gelar dan sebutan, bahkan dikukuhkan sebagai presiden seumur hidup.Namun, ketika beliau jatuh, segala kebaikan dan sumbangannya yang begitu besar kepada bangsa dan negara seolah dilupakan. Hal yang hampir sama terjadi pula pada mantan presiden Soeharto.

Beliau terus-menerus dipilih menjadi presiden setiap lima tahun,diberi berbagai julukan,tetapi pada saat beliau jatuh, seolah kebaikan dan sumbangannya kepada bangsa dan negara tidak ada artinya sama sekali. Bangsa kita memang harus belajar banyak untuk memperlakukan mantan pemimpinnya.Tidak ada manusia yang sempurna.

Sebesar apapun seorang pemimpin,tetap saja ada kekurangan dan kekeliruan. Begitu lama Soekarno dan Soeharto memegang kekuasaan, semuanya berawal dari ketidakjelasan konstitusi kita. Presidennya juga memanfaatkan celah dan kelemahan itu untuk mempertahankan kekuasaan.Kekuasaan itu menggoda dan mudah membuat pemimpin menjadi lupa.

Sekarang kelemahan sistem itu telah kita perbaiki. Kita harus berani mengakui bahwa semua ini adalah kekurangan kita sebagai bangsa yang harus kita akui. Kita harus memperbaiki kesalahan itu dan berani melangkah ke depan tanpa harus terpenjara oleh masa lalu. Sikap terpenjara ini akan membuat bangsa kita terus-menerus bertikai, saling menghujat, saling menyalahkan, dan akhirnya tidak siap untuk melangkah ke depan.

Kini HM Soeharto telah pergi untuk selama-lamanya. Secara hukum, dengan wafatnya seseorang, segala tuntutan pidana menjadi gugur demi hukum. Dengan demikian, dilihat dari sisi hukum, seseorang haruslah dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berlaku tetap.Upaya peradilan pidana kepada HM Soeharto telah dimulai untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Ketetapan MPR No XI/1998. Proses itu terhenti dengan sakitnya beliau.

Kini beliau telah wafat.Persoalan hukum tata negara yang menyangkut beliau sudah lama selesai.Setiap lima tahun, pertanggungjawabannya diterima MPR. Beliau menyatakan berhenti pada 21 Mei 1998 juga sah dilihat dari sudut hukum tata negara positif yang berlaku ketika itu. Apa yang tersisa kini ialah gugatan perdata oleh Negara Republik Indonesia terhadap HM Soeharto.

Gugatan itu tidak hanya ditujukan kepada HM Soeharto sebagai ketua dari beberapa yayasan,tetapi juga ditujukan kepada pribadi beliau,dalam bentuk gugatan ganti rugi. Saya berpendapat, sebaiknya Presiden SBY mencari penyelesaian masalah ini di luar pengadilan. Tentu bukan dengan win-win solution seperti ditawarkan Jaksa Agung Hendarman, tetapi suatu upaya damai dengan pendekatan dari hati ke hati, baik dengan pengurus yayasan yang lain maupun dengan para ahli waris HM Soeharto.

Untuk itu,semua pihak harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negara. Jika semua berbicara dari hati ke hati dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, saya yakin pintu penyelesaian akan senantiasa terbuka. Saya ingin mengakhiri tulisan ini, dengan mengembalikan segala sesuatunya kepada perspektif keagamaan.

Dari sudut pandang agama Islam, apabila seseorang telah wafat, yang wajib dikenang untuk selamanya ialah amal kebajikan yang dilakukan orang itu. Segala kesalahannya wajib untuk dilupakan. Bangsa kita adalah bangsa yang religius. Sudah saatnya sikap religius itu kita ke depankan, pada saat HM Soeharto telah dipanggil Allah SWT untuk menghadapnya.

Segala kebaikan dan sumbangsih beliau kepada bangsa dan negara wajib kita kenang untuk selamanya.Kita wajib untuk belajar dan memetik hikmah atas semua kesalahan dan kekeliruannya agar kesalahan itu tidak terulang. Perjalanan bangsa dan negara kita masih panjang. Kita harus senantiasa menatap dan melangkah ke depan dengan segenap daya dan kemampuan. Selamat jalan Pak Harto! Semoga Allah SWT menerima segala amal kebajikan yang telah dilakukan dan mengampuni segala dosa dan kesalahan.(*)

Yusril Ihza Mahendra
Mantan Mensesneg

No comments:

A r s i p