Tuesday, January 15, 2008

Menggali Sistem Baik Masa Lalu


M Alfan Alfian

Ketika mantan Presiden Soeharto masuk rumah sakit lagi, merebak wacana, sebaiknya ia dimaafkan atau tidak.

Secara kemanusiaan Pak Harto perlu dimaafkan, tetapi proses hukum harus tetap berjalan, justru agar kasusnya tidak menggantung. Dalam hal ini dibutuhkan kebesaran jiwa.

Sisi baik

Terlepas dari itu, tampaknya publik cenderung melihat sisi baik Orde Baru. Obyektif, Orde Baru tidak jelek semua. Ada sub-subsistem pembangunan yang dilakukan yang barangkali perlu digali kembali dan diterapkan di era reformasi ini.

Publik kian maklum setelah era reformasi berjalan hampir 10 tahun, tidak semua hal yang dijalankan di era reformasi ini baik. Baik dan jelek, tiap-tiap individu mungkin punya standar sendiri.

Akan tetapi, kemudian ada hal yang bersifat umum, yang mau tidak mau semua orang harus sepakat. Misalnya, selain harus demokratis, bangsa kita juga harus sejahtera.

Tajuk Rencana Kompas (7/1/ 2008) menulis, "Seperti halnya Presiden Soekarno, selain kekurangan dan kesalahan, Pak Harto juga meninggalkan kinerja yang positif. Indonesia mengalami periode perbaikan perikehidupan sosial ekonomi serta menempati posisi yang dipandang oleh negara-negara ASEAN dan negara lain. Sayang, prestasi swasembada pangan tak berhasil kita pertahankan".

Almarhum Nurcholish Madjid kerap mengatakan, kita harus mengambil dan mempertahankan apa-apa yang sudah baik dan meninggalkan apa-apa yang tidak baik di masa lalu. Tidak semua peninggalan Bung Karno dan Pak Harto plus mantan-mantan presiden berikutnya—BJ Habibie, Abdurrahman wahid, dan Megawati Soekarnoputri—jelek. Pasti ada sisi-sisi baik yang perlu dilanjutkan. Perlu mikul dhuwur mendhem jero atas sistem yang terseleksi. Kontinuitas itu penting. Tanpa itu, kita akan selalu memulainya lagi dari nol.

Obyektif

Kita harus semakin obyektif belajar pada keberhasilan dan kegagalan. Kebijakan pangan dan pertanian nasional, misalnya. Mengapa Indonesia pernah "berhasil" pada masa Orde Baru? Adakah sistem atau subsistem yang layak untuk diterapkan ulang?

Tentang kebijakan politik luar negeri dalam konteks negara-negara ASEAN. Mengapa dulu Indonesia amat berpengaruh? Apakah yang perlu diambil hikmahnya dari pengalaman politik luar negeri kita di masa lalu?

Tentang kebijakan kependudukan, bagaimana kondisinya kini? Apakah pola-pola kebijakan Orde Baru masih ada yang dapat diterapkan?

Demikian pula dengan efektivitas koperasi unit desa (KUD), mengapa perannya kini surut. Bagaimana pula dengan komunikasi antara pemerintah dan rakyat, bahkan sampai di desa-desa untuk membahas soal pembangunan, bukan semata-mata politik?

Harmoni

Memang, kondisinya sudah amat berbeda. Di masa lalu negara berperan "sentral" dan "demokrasi terkendali" melalui rekayasa politik penyederhanaan partai. Akselerasi pembangunan nasional Orde Baru dilakukan dengan menciptakan stabilitas politik yang meminggirkan kebebasan politik.

Namun, bukannya "politik" tidak ada. Demokrasi ala Orde Baru banyak kekurangan, bahkan disebut sebagai "demokrasi seolah- olah". Tetapi, mengapa pada pasca-Orde Baru hakikat "permusyawaratan perwakilan" atau "demokrasi perwakilan" sila ke-4 Pancasila terpangkas? Mengapa pula model demokrasi kita dewasa ini cenderung pada praktik murni demokrasi liberal?

Meski dalam konteks masyarakat madani, Orde Baru amat kuat, harmoni dalam masyarakat amat ditekankan. Represivitas, kalaupun dilakukan, dimaksudkan antara lain untuk menciptakan harmoni dan stabilitas.

Di era demokrasi, represivitas seharusnya tidak diperlukan lagi mengingat diasumsikan antara lain, masyarakat sudah "dewasa politik". Tetapi tanpa "represivitas", tepatnya ketegasan, bagaimana negara efektif menyelesaikan konflik sosial yang mudah bergejolak dalam masyarakat?

M ALFAN ALFIAN Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta

No comments:

A r s i p