Thursday, January 31, 2008

TAJUK RENCANA


Rabu, 30 januari 2008 | 02:19 WIB

Pemerintah Bijak, Rakyat Bijak

Permasalahan dan pekerjaan seperti tak ada habisnya. Pikiran itu muncul hanya sehari setelah acara penguburan mantan Presiden H Muhammad Soeharto.

Suasana masih diwarnai rasa duka dan spontanitas masyarakat luas yang ikut menyampaikan dukacita. Namun, segera pula disampaikan pernyataan dan peringatan agar persoalan hukum presiden kedua RI itu tidak dilupakan.

Kita tidak pula ketinggalan untuk menyampaikan catatan, pandai-pandailah kita, pemerintah dan publik, menyikapinya. Jangan sampai masalah itu sempat merebak sebagai persoalan yang justru membangkitkan dan mengobarkan kegaduhan yang menghambat usaha serta konsentrasi kita membangun kebersamaan. Pandai-pandailah kita membawa diri pada posisi dan pihak mana pun kita menyikapi masalah itu.

Kita pun ragu, tidakkah terlalu pagi kita minta perhatian atas persoalan tersebut? Karena menurut gelagatnya hal itu mulai kembali muncul, kita sampaikan isyarat itu. Paling tidak, sesuai dengan tugasnya, pemerintah agar juga cermat dan mempersiapkan sikap yang bisa menjadi pegangan semua pihak. Semangat rekonsiliasi kita kembangkan bersama ketika orang menempuh jalan hukum maupun jalan musyawarah. Diperlukan sikap bijak tetapi tegas sehingga sekaligus bisa dijadikan pegangan.

Inilah warisan yang kita terima, yakni warisan mundurnya presiden pertama maupun presiden kedua tidak secara normal. Pergantian dan perubahan pun disertai gerakan massa serta meninggalkan persoalan. Pengalaman dan pelajaran juga ditinggalkan pada kita. Pandai-pandailah kita menarik pelajaran. Setiap bangsa dan negara menghadapi masalah. Masalah itu tidak terbatas pada bidang kesejahteraan, bisa juga masalah perubahan sistem pemerintahan serta tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan.

Dalam kurun waktu Indonesia merdeka berbagai sistem pemerintahan telah kita alami. Demokrasi pun pernah kita alami, yakni demokrasi parlementer dalam tahun lima puluhan. Kemudian demokrasi terpimpin, disusul sistem Orde Baru, dan kini periode Reformasi untuk Demokrasi.

Apa pun sistemnya, ternyata setiap pemerintah dihadapkan pada keserentakan tuntutan rakyat. Ya kebebasan, ya hak-hak asasi, ya kesejahteraan, ya kemajuan. Dalam abstraksinya, tuntutan-tuntutan itu sederhana. Tatkala harus diselenggarakan dan diwujudkan, tantangan dan masalahlah yang kita hadapi. Mau tidak mau kita harus pandai, cerdas, konsisten, bekerja keras.

Kematian pemimpin seperti kematian presiden pertama dan presiden kedua senantiasa meninggalkan warisan. Warisan baik, warisan buruk. Juga meninggalkan pelajaran dan pengalaman. Tidak semuanya baik, tetapi tidak semuanya buruk. Bangsa yang cerdas dan bijak akan bersikap terbuka, kritis, selektif, dan konstruktif. Yang baik diambil, yang buruk ditinggalkan.

Dengan sikap adil dan bijak disertai dukungan kita, pemerintah kiranya akan menyelesaikan permasalahan yang masih ditinggalkan oleh kepergian mantan Presiden Soeharto.

***

Thailand Kembali ke Tangan Sipil

Politik Thailand begitu berwarna. Sipil dan militer silih berganti berkuasa. Kini, sipil kembali memperoleh kepercayaan rakyat untuk memimpin negeri itu.

Terpilihnya Samak Sundaravej dari Partai Kekuatan Rakyat (PKR) sebagai perdana menteri baru menandai kembalinya Thailand ke pemerintahan sipil. Hal itu juga berarti mengakhiri 16 bulan pemerintahan militer yang merebut kekuasaan lewat kudeta tak berdarah dengan menyingkirkan PM Thaksin Shinawatra.

Partai Kekuatan Rakyat sering disebut sebagai ”inkarnasi” dari Partai Thai Rak Thai pimpinan Thaksin Shinawatra. Karena itu, banyak kalangan berkeyakinan Samak akan melanjutkan program-program Thaksin, seperti pengurangan kemiskinan di wilayah pedesaan.

Samak adalah politisi tulen. Ia terjun ke dunia politik tahun 1960 dan beberapa kali menjadi menteri, termasuk menjadi menteri dalam negeri pada zaman pemerintahan militer tahun 1970-an. Namun, ia tidak disenangi kalangan pers, cendekiawan, dan kelompok pembela hak-hak asasi manusia karena Samak membela tindakan tegas militer terhadap demonstrasi damai mahasiswa dan gerakan prodemokrasi yang menuntut kebebasan sipil yang lebih besar, pada tahun 1976 dan 1992.

Kalangan pers, cendekiawan, dan kelompok pembela hak-hak asasi manusia boleh tidak senang, tetapi Saman adalah pilihan parlemen, dan para anggota parlemen adalah hasil dari pemilu Desember lalu. Dengan kata lain, Samak adalah pilihan rakyat.

Bukankah pemilu adalah salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan, dalam kehidupan bernegara. Partisipasi masyarakat merupakan jantung demokrasi. Sungguh tidak bisa dibayangkan, demokrasi tanpa partisipasi masyarakat.

Hal itu menunjukkan betapa pentingnya peranan rakyat dalam demokrasi, karena itu kadang dirumuskan sebagai suara rakyat suara Tuhan (vox populi, vox Dei). Jika rakyat sudah berbicara, maka itulah puncak dari bangunan demokrasi.

Dukungan rakyat kepada PKR dalam pemilu merupakan sebuah pernyataan sikap menolak pemerintahan militer. Karena itu, kini terlepas dari tidak disukainya Samak oleh sementara kalangan, ini saatnya bagi Thailand untuk melangkah maju dengan pemerintahan baru, pemerintahan sipil, dan mempertanggungjawabkan kepercayaan yang diberikan rakyat. Dengan demikian, Thailand tidak perlu kembali ke masa lalu, termasuk terlibatnya militer di dunia politik, yang tidak diinginkan rakyat.

No comments:

A r s i p