Sunday, January 6, 2008

Kekerasan


Pilkada dan Sumber Daya Alam Jadi Sumber Konflik


Jakarta, Kompas - Sejumlah konflik berbau kekerasan di Indonesia tahun 2007 umumnya dipicu oleh perebutan kekuasaan pada pemilihan kepala daerah dan perebutan sumber daya alam di daerah.

Demikian disampaikan Ichsan Malik dari Institut Titian Perdamaian dalam seminar "Tahun 2008 Tanpa Kekerasan, Bersama Dalam Damai" di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Kamis (3/1).

Pembicara lain dalam acara ini adalah Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Andreas A Yewangoe, dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Nasaruddin Umar. Sementara Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menjadi pembicara utama.

Menurut Ichsan, sumber utama konflik pada 2007 berbeda dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2006 ke bawah, konflik umumnya bernuansa etnis atau agama dan terjadi di hampir satu provinsi. Ini, misalnya, terjadi di Ambon, Poso, dan Sampit.

Namun, lanjutnya, eskalasi kekerasan di berbagai wilayah konflik tetap terus meningkat. Ini karena konflik yang terjadi tidak pernah ditangani hingga tuntas. Hal itu masih ditambah dengan belum adanya undang-undang penanganan konflik yang baku.

Menurut Hasyim, mengatasi konflik bukan pekerjaan sederhana. Salah satu caranya adalah dengan memahami penyebab konflik, yaitu kondisi global, nasional, dan kesadaran berbangsa yang terus turun. "Kondisi global ini terutama dipicu oleh invasi Amerika Serikat ke Irak. Peristiwa itu membuat terorisme menyebar ke mana-mana," katanya.

Kondisi nasional masih mencari pendulum yang tepat antara penekanan stabilitas pada masa Orde Baru dan demokrasi. Namun, mematikan ketertiban seperti yang sekarang terjadi juga menjadi sumber konflik. Kondisi itu masih diperparah oleh makin melemahnya kesadaran berbangsa. Sekarang sebagian orang mulai lupa pada Republik. Amandemen UUD 1945 yang berlebihan juga menjadi sumber masalah. Keadaan makin diperburuk oleh munculnya sejumlah pemodal dalam pilkada.

"Sebab ini akhirnya membuat pemodal yang berkuasa. Pertanyaannya, apakah mereka punya toleransi pada nilai-nilai perdamaian?" kata Hasyim.

Andreas menuturkan, konflik dan kekerasan dapat diatasi jika kita mengembangkan kemampuan untuk menghadapi perbedaan. "Kita harus siap berbeda karena sejak awal Tuhan sudah menciptakan kita berbeda-beda, baik secara fisik, sosial, politik, dan ekonomi," katanya. (NWo/A10)

No comments:

A r s i p