Thursday, January 31, 2008

Soeharto Tak Pernah Ditekan, kecuali Soal IMF


Dian Novita
Lukisan almarhum mantan presiden Soeharto yang terbungkus plastik di ruangan Humas RSPP, Jakarta karya R. Djoko Ketawang.
Artikel Terkait:
Rabu, 30 Januari 2008 | 07:21 WIB

WASHINGTON, SENIN - Amerika Serikat membuka dokumen-dokumen yang merinci dukungan AS kepada almarhum mantan Presiden Soeharto. Akan tetapi, dukungan itu tidak untuk menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia. Kesimpulannya, tak seorang pun Presiden AS menekan Soeharto. Satu-satunya pengaruh kuat ketika Presiden Bill Clinton memaksa keras Soeharto menerima peran Dana Moneter Internasional atau IMF.

Dokumen itu dibuka Senin (28/1) di Washington atas permintaan yang didasarkan pada undang-undang yang menjamin kebebasan mendapatkan informasi.

Berbagai dokumen itu memperlihatkan AS tidak menggunakan pengaruhnya untuk ”memaksa” Soeharto mempertanggungjawabkan lebih dari 31 tahun pemerintahannya.

”Ada satu benang merah dari puluhan ribu lembar dokumen itu bahwa tak pernah ada seorang presiden AS yang menggunakan pengaruhnya secara maksimal tentang rezim soal hak asasi manusia dan demokrasi,” kata Brad Simpson dari Arsip Keamanan Nasional AS.

Deklasifikasi dokumen itu khusus menyangkut hubungan AS dengan Soeharto periode 1966-1998.

Tak ada rahasia baru

Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal menilai tidak ada rahasia baru dalam dokumen yang diungkit secara rinci oleh AS dalam hubungannya dengan mantan Presiden Soeharto, yang meninggal dunia pada Minggu (27/1).

Dino menyebut rincian dokumen itu sebagai ”lagu lama” yang hanya menarik bagi sejarawan. ”Sejujurnya, dari saya tidak ada tanggapan. Apa yang diungkapkan sudah banyak berseliweran. Tidak ada hal baru. Kita sudah lama mendengar itu,” ujar Dino soal deklasifikasi dokumen tersebut, Selasa di Jakarta.

Dino mengemukakan, rincian dokumen yang menyebut sejumlah kontroversi kepemimpinan Soeharto sejak tahun 1966 hingga 1998, termasuk sejumlah dugaan pelanggaran hak asasi manusia, juga tidak akan berdampak terhadap hubungan Indonesia dan AS. ”Saya belum membaca secara rinci dokumen itu, tetapi isinya tampaknya hanya opini,” ujarnya.

Sebuah badan nonpemerintah, lembaga riset dari George Washington University di Washington, mengumpulkan dan memublikasikan dokumen deklasifikasi yang didapat berdasarkan US Freedom of Information Act.

Brad Simpson, yang mengepalai Arsip Indonesia dan Timor Timur, mengatakan, satu-satunya penggunaan pengaruh maksimal atas Soeharto adalah pada tahun 1998. ”Washington memengaruhi Soeharto secara luar biasa agar menerima resep-resep IMF,” kata Simpson. (AFP/MON/INU)

No comments:

A r s i p