Saturday, January 26, 2008

NU: Hapus Pilkada

NU: Hapus Pilkada
KOMPAS/ALIF ICHWAN / Kompas Images
Seusai diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (25/1), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), (kiri ke kanan) Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua PBNU Said Agil Siradj, dan Wakil Rois Am PBNU Tolchah Hasan, melakukan jumpa pers mengenai rencana harlah atau HUT Ke-82 PBNU.
Sabtu, 26 januari 2008 | 02:28 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama KH Hasyim Muzadi menyarankan pemilihan langsung kepala daerah atau pilkada dihapuskan dan diganti dengan pemilihan pimpinan daerah secara tidak langsung, yakni melalui DPRD tingkat I maupun DPRD tingkat II.

Alasan penghapusan pilkada adalah selain memakan biaya sangat besar, juga supaya tidak menimbulkan konflik horizontal serta tidak membuat polarisasi di antarkelompok di masyarakat.

Pemilihan umum yang tetap ada hanya untuk pemilu bagi calon anggota DPR dan bagi calon presiden dan wakil presiden.

Pemikiran tersebut disampaikan Hasyim menjawab pers seusai bersama pengurus PBNU lainnya bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (25/1). Hasyim di antaranya didampingi Tolchah Hasan, Wakil Rois Am PBNU. Mereka datang dalam kaitan dengan Hari Lahir Ke-82 NU pada Januari hingga awal Februari 2008.

”Saya kira, pilkada di Indonesia itu terlalu banyak. Menurut saya yang bagus itu, hanya (pemilihan) presiden dan wapres serta DPR saja yang dipilih langsung. Yang lainnya itu dipilih melalui DPRD masing-masing. Sebab itu menghabiskan dana dan juga berpotensi terjadinya polarisasi di masyarakat,” ujar Hasyim.

Ditanya apakah usulan PBNU itu bukan sebuah kemunduran bagi demokrasi sekarang ini, Hasyim langsung menukas, ”Oh, tidak, sepanjang DPRD-nya itu aspiratif. Yang membuat (demokrasi) itu mundur, kan, karena DPRD-nya tidak aspiratif dari kelompok yang diwakili.”

Namun, saat didesak lagi oleh pers bahwa justru permainan uang atau politik uang selama ini justru paling besar terjadi di DPRD jika pemilihan dilakukan lewat DPRD, Hasyim menjawab lagi, ”Itu lebih bisa daripada uang itu di-ecer-ecer (dibuang-buang) ke masyarakat sehingga demokrasi yang wujudkan malah menjadi demokrasi sembako.”

Perlu wawasan kebangsaan

Hasyim mengakui selama lima tahun belakangan ini, sejak dilakukannya pilkada, pemilihan DPR, DPRD tingkat I dan tingkat II serta pemilihan presiden dan wapres serta DPD, konflik dan polarisasi masyarakat kerap kali terjadi. Yang justru banyak menjadi korban adalah masyarakat bawah, termasuk warga Nahdliyin yang mendukung para kandidat.

”Kalau dukungan dan pilihan calon kandidat saja, itu tidak ada persoalan. Namun, jika sudah terpola, akan terjadi konflik antara massa pendukung kandidat. Ini banyak terjadi di daerah-daerah sehingga NU harus dikonsolidasikan, yaitu bagaimana dia tetap memilih, namun tetap bersatu dalam wawasan keagamaan,” katanya.

Sementara itu, ketika membuka Rapat Koordinasi Pemantapan Penyelenggaraan Pilkada Tahun 2008 di Jakarta, Kamis (24/1), Menteri Dalam Negeri Mardiyanto mengatakan, merupakan tantangan bersama untuk membenahi adanya celah atau kekurangan dalam penyelenggaraan pilkada.

Data Depdagri menyebutkan, tahun ini akan diselenggarakan 160 pilkada, yaitu di 13 provinsi, 112 kabupaten, dan 35 kota.

Sebelumnya, Rabu (23/1), Mendagri dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR menyatakan, kepala dan wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatan (incumbent) yang akan mencalonkan diri harus mengundurkan diri sejak mendaftar. (HAR/DIK/SIE)

No comments:

A r s i p