Wednesday, January 2, 2008

Jangan Reduksi Syarat Capres


KPU Harus Taat Fungsi sebagai Pelaksana Konstitusi

Jakarta, Kompas - Pengalaman Pemilihan Umum 2004 soal pencalonan presiden-wakil presiden tidak boleh terulang. Yang penting, Komisi Pemilihan Umum harus taat fungsi sebagai pelaksana konstitusi dan undang-undang. Tidak boleh lagi KPU mereduksi ketentuan mengenai persyaratan calon presiden dan wakil presiden, terutama menyangkut syarat mampu secara rohani dan jasmani.

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Ali Masykur Musa, Senin (31/12), menyebutkan, polemik soal persyaratan calon presiden-wakil presiden sebenarnya sudah dibahas detail dan akhirnya selesai saat pembahasan perubahan UUD 1945.

Dalam konstitusi hasil perubahan dinyatakan, syarat calon presiden adalah mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas dan kewajibannya. Rumusan serupa diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 mengenai Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. "Rumusannya itu ’mampu’, jadi bukan pada pendekatan fisik, tetapi capability-approach," kata Ali.

Pada Pemilu 2004, pasangan calon presiden-wakil presiden yang diajukan PKB gagal lolos verifikasi setelah KH Abdurahman Wahid dinyatakan tak memenuhi syarat. Menurut Ali, KPU salah menafsirkan syarat "mampu" itu dengan pendekatan medis. Kini, jelang Pemilu 2009, Abdurahman Wahid siap maju lagi sebagai capres.

Menurut Ali, yang terpenting KPU tak lagi menafsirkan lebih lanjut atau bahkan mereduksi substansi nilai rumusan konstitusi. KPU bukan lembaga yang membuat regulasi dalam konteks pemilu presiden-wakil presiden. Dalam rumusan "mampu", mestinya keterbatasan fisik tak menghalangi sahnya seseorang menjadi calon presiden. "Di dalam penjelasan undang-undang nanti mesti jelas," sebut Ali.

Dalam RUU Pemilu Presiden- Wakil Presiden usul pemerintah, salah satu syarat calon adalah "sehat jasmani dan rohani". Sementara dalam UU 23 Tahun 2003 disebutkan, calon harus memenuhi syarat antara lain mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden.

Sementara bagi Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II), syarat calon presiden tak perlu diotak-atik lagi supaya tak terkesan ada yang "dihambat" atau "dimuluskan". Syarat "sehat" dan "mampu" itu saling terkait karena jika tak sehat dapat menyebabkan tak mampu menjalankan tugas. Dalam pemenuhan persyaratan, KPU bisa bekerja sama dengan pihak profesional, seperti Ikatan Dokter Indonesia. "Agak riskan jika kita mempolitisir sehat-tidaknya seseorang, apalagi yang bersangkutan mantan Presiden," sebut Ferry.

Mantan anggota KPU, Mulyana W Kusumah dan Anas Urbaningrum, secara terpisah menyatakan, sebaiknya syarat calon diatur secara jelas dalam UU. Seharusnya dalam undang-undang dimuat persyaratan umum dan khusus. Soal seperti kemampuan, integritas, atau kesehatan merupakan persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh parpol yang mengajukan. "Jadi, wewenang seleksi tokoh seperti Gus Dur ada pada parpol yang mencalonkannya," sebut Mulyana.

Sementara Anas yang kini juga Ketua Partai Demokrat menyebutkan, penjelasan rinci diperlukan sehingga tidak dibutuhkan "tafsir" teknis operasional. KPU tinggal melaksanakann saja. Yang sudah lazim dan mudah diukur memang sehat jasman-rohani seperti syarat calon anggota legislatif. "Lulus-tidaknya Gus Dur bergantung pada bunyi UU Pemilu Presiden. Juga bergantung pada jadi atau tidaknya Gus Dur maju dan proses seleksi calon oleh KPU," sebut Anas. (dik)

No comments:

A r s i p