Wednesday, January 9, 2008

Sengketa Rugikan Golkar


PNS Sulawesi Selatan

Tolak "Caretaker" dari Depdagri

Jakarta, Kompas - Putusan Mahkamah Agung dalam sengketa pemilihan kepala daerah di Sulawesi Selatan telah merugikan citra Partai Golkar. Sebab, putusan itu memunculkan dugaan liar di masyarakat bahwa partai pemenang Pemilihan Umum 2004 ini turut memengaruhi putusan MA dalam sengketa tersebut.

Munculnya dugaan ini makin kuat karena putusan MA yang cenderung menguntungkan pasangan yang diusung Partai Golkar ini hanya beberapa saat setelah Komisi Pemilihan Umum mengambil alih penghitungan hasil Pilkada Maluku Utara.

Tindakan KPU itu membuat pasangan yang diusung Golkar, Abdul Gafur-Abdul Rahim Fabanyo, dinyatakan sebagai pemenang. Mereka mengalahkan pasangan Thaib Armaiyn-Abdul Ghani Kasuba yang sebelumnya dinyatakan sebagai pemenang oleh KPU Maluku Utara.

"Akibat dua kasus itu, rakyat menilai Golkar tidak tulus. Rakyat bertanya, mengapa Golkar tidak mau menerima kekalahan?" kata peneliti Centre for Strategic and International Studies, Indra Piliang, Senin (7/1).

Sebagian besar rakyat tidak melihat duduk perkara kedua kasus itu secara detail. Rakyat hanya melihat putusan kedua kasus itu menguntungkan calon yang diusung Golkar.

"Akibatnya, rakyat akan menduga Golkar telah menggunakan MA dan KPU untuk memenangkan calonnya," ujar Indra.

Dugaan itu, lanjutnya, akan semakin kuat jika MA juga mengabulkan gugatan pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara dari Partai Golkar, Ali Mazi-Abdul Samad.

Pasangan ini mengajukan gugatan setelah hasil penghitungan KPU Sulawesi Tenggara memperlihatkan suara mereka dikalahkan pasangan Nur Alam-Saleh Lasata.

Ray Rangkuti dari Lingkar Madani untuk Indonesia menambahkan, keadaan itu justru akan merugikan Golkar pada Pemilu 2009. Rakyat cenderung menolak partai yang pernah menjadi pendukung Orde Baru itu karena dinilai telah berbuat semena-mena untuk menang dan mencederai demokrasi.

Dari Kendari, terkait dengan gugatan pasangan Ali Mazi-Abdul Samad terhadap hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Sulawesi Tenggara, hal itu dinilai sebagai sebuah trik untuk menunda pelantikan pasangan gubernur-wakil gubernur Sulawesi Tenggara terpilih.

"Gugatan tersebut bertujuan untuk mengundurkan jadwal pelantikan gubernur terpilih," kata Nur Alam, calon gubernur Sulawesi Tenggara terpilih, Senin. Dia menanggapi permintaan kuasa hukum pasangan Ali-Abdul agar tahapan Pilkada Sulawesi Tenggara tak dilanjutkan karena mereka masih mengajukan gugatan ke MA (Kompas, 7/1).

Sementara itu, ratusan pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Senin siang, kembali berunjuk rasa menolak putusan MA. Mereka bahkan mengancam mogok kerja apabila pemerintah tetap memaksakan caretaker pada saat masa jabatan Gubernur Amin Syam dan Wakil Gubernur Syahrul Yasin Limpo berakhir pada 19 Januari 2008.

Unjuk rasa dilakukan sekitar satu jam di halaman depan kantor Pemprov Sulsel.

"Kami mengecam dan menolak setiap kebijakan yang secara langsung atau tidak berdampak pada terjadinya pemborosan anggaran dan kerugian negara, seperti pilkada ulang yang justru mencederai demokrasi," kata Agus Sumantri, seorang pegawai.

Perwakilan PNS diterima oleh Asisten II Pemprov Sulsel Andi Baso Gani. Para PNS mendesak Baso agar menemui pengunjuk rasa dan menyatakan dukungannya pada perjuangan mereka. Baso pun berjanji membela kebenaran dalam sengketa pilkada tersebut. (nwo/REN/yas)

No comments:

A r s i p