Friday, July 20, 2007

Dalam Sandungan Separatisme
33 Bulan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

SULTANI

Selain problem hukum, kinerja pemerintah dalam menjaga persatuan Indonesia juga menjadi perhatian yang besar saat ini. Munculnya aktivitas Republik Maluku Selatan atau RMS, gejolak di Papua, dan pembentukan Partai GAM di Nanggroe Aceh Darussalam menjadi tanda yang membuat kepercayaan masyarakat pada kinerja pemerintah di bidang politik keamanan mengalami penurunan.

Hasil jajak pendapat triwulanan Litbang Kompas yang melihat kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, di usia 33 bulan pemerintahannya, ada kecenderungan menurunnya apresiasi publik terhadap bidang politik dan hukum. Untuk bidang ekonomi relatif stagnan dan bidang kesejahteraan sosial mengalami kenaikan apresiasi.

Kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam mengatasi ancaman perpecahan bangsa tercatat mengalami penurunan, sebagaimana tergambar dari menurunnya kepuasan responden dari 40,1 persen pada tiga bulan sebelumnya menjadi 35,3 persen.

Insiden penyusupan aktivis gerakan separatis RMS dalam peringatan Hari Keluarga XIV di Ambon, Maluku, beberapa waktu lalu, menjadi pukulan telak kepada pemerintah dalam menjaga citra keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberanian mantan anggota dan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk mendirikan Partai GAM menjadi sebuah pertanda kembali menguatnya semangat kedaerahan.

Oleh karena itu, persoalan disintegrasi menjadi tantangan yang cukup berat saat ini dan memengaruhi persepsi orang akan kinerja pemerintah di bidang politik secara keseluruhan.

Selain dirundung persoalan dalam negeri, kedaulatan NKRI pun menjadi pertaruhan yang menuju titik genting pada saat ini. Persoalan keterlibatan Pemerintah Indonesia dalam mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam soal nuklir Iran, serta Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) Indonesia-Singapura, menjadi titik penentuan untuk menilai langkah diplomasi pemerintah. Relatif stagnannya kepuasan masyarakat terhadap langkah diplomasi pemerintah menggambarkan keraguan publik untuk menilai lebih jauh situasi yang masih penuh dengan ketidakpastian ini.

Dalam persoalan Resolusi DK PBB, tiadanya titik temu antara DPR dan pemerintah menjadikan publik sulit menilai posisi pemerintah. Demikian juga dalam soal DCA, situasi penuh ketidakpastian akan langkah pemerintah menjadikan publik sulit mengambil kesimpulan.

Bidang hukum

Penanganan terhadap kasus korupsi menjadi indikator yang turut menentukan terjadinya penurunan kepuasan terhadap kinerja pemerintah di bidang hukum secara keseluruhan. Jajak pendapat kali ini mengungkapkan gambaran persepsi terburuk terhadap kinerja pemerintah di bidang pemberantasan korupsi. Kinerja pemerintah hanya dinilai memuaskan oleh 25 persen responden atau terendah selama 33 bulan pemerintahan Yudhoyono.

Tersendatnya penanganan perkara korupsi, serta dibubarkannya Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) oleh Presiden Yudhoyono pada 11 Juni lalu ternyata berpengaruh cukup besar pada kepuasan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Selain itu, kinerja pemerintah dalam menangani problem kriminalitas, menangani kasus politik, membenahi aparat hukum, dan menjamin kepastian hukum juga cenderung dinilai makin tak memuaskan. Akibatnya, kepuasan responden terhadap kinerja pemerintah di bidang hukum secara keseluruhan menurun tinggal 35,2 persen dari 37 persen pada tiga bulan sebelumnya.

Kesejahteraan sosial

Penilaian responden terhadap kinerja pemerintahan Yudhoyono dalam memperbaiki ekonomi relatif tidak mengalami pergeseran secara signifikan dibandingkan periode tiga bulan sebelumnya. Ketidakpuasan masih tetap mendominasi responden dalam menilai bidang itu. Hanya 33,8 persen responden yang merasa puas dengan kinerja pemerintah dalam memperbaiki perekonomian, nyaris sama dibandingkan tiga bulan sebelumnya yang 33,9 persen.

Justru agak naik apresiasinya adalah penilaian publik terhadap kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial. Upaya Presiden Yudhoyono untuk menyelesaikan kasus luapan lumpur Lapindo dengan langsung ke Jawa Timur turut memengaruhi persepsi publik pada kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial. Pada tiga bulan lalu, yang merasakan puas 32,4 persen dan kini meningkat menjadi 36,2 persen. Terangkatnya citra Presiden setelah mengungkapkan komitmennya untuk membantu penyelesaian ganti rugi tanah dan bangunan warga yang terkena lumpur Sidoarjo tampaknya turut meningkatkan apresiasi pada kinerja bidang kesejahteraan sosial, khususnya pada persepsi mengenai pemenuhan kebutuhan perumahan.

Kepercayaan tinggi

Kendati ketidakpuasan dan ketidakyakinan publik cenderung meninggi, publik masih menaruh kepercayaan kepada Yudhoyono untuk memimpin pemerintahan. Setidaknya 69,3 persen responden memandang Yudhoyono belum perlu diganti saat ini. Bahkan, popularitas Presiden Yudhoyono meningkat dibandingkan tiga bulan sebelumnya. Ini terlihat dari kebanggaan publik yang cenderung meningkat dari 66,8 persen pada tiga bulan lalu menjadi 73,7 persen pada saat ini.

Popularitas dan kepercayaan publik kepada Yudhoyono bertahan, selain karena kemampuannya mempertahankan citra di mata publik, juga didorong ketiadaan pesaing di panggung politik nasional saat ini. Yudhoyono dinilai sebagai tokoh yang paling layak jadi presiden jika dilakukan pemilihan presiden saat ini, demikian pernyataan 45,1 persen responden yang menyebutkan pilihannya. Preferensi pilihan pada sosok Yudhoyono itu masih lebih tinggi dibandingkan pesaingnya dalam pemilihan presiden sebelumnya, seperti Megawati Soekarnoputri (13,3 persen) dan Amien Rais (10,3 persen). (Litbang Kompas)

No comments:

A r s i p