Friday, July 20, 2007

Perang Melawan Terorisme

Rumadi

Genderang perang melawan terorisme di Pakistan kembali memakan korban.

Pertempuran kelompok milisi melawan tentara pemerintah di kompleks Masjid Merah Islamabad Pakistan (Selasa, 10/7) merupakan perang melawan terorisme yang terus didengungkan Pemerintah Pakistan di bawah Presiden Perves Musharraf.

Peristiwa itu memilukan hati. Bagaimana tidak, masjid yang seharusnya menjadi tempat umat Muslim mencari kedamaian dan ketenangan spiritual, hari itu dibanjiri anyir darah. Pertempuran itu menewaskan 62 orang, baik dari kalangan milisi sipil maupun tentara pemerintah.

Peristiwa ini terjadi setelah upaya perundingan kedua kubu menemui jalan buntu. Sebelumnya, tim negosiator yang dipimpin mantan Perdana Menteri Chaudry Shujaat Hussain berunding dengan pemimpin milisi sipil yang menguasai Masjid Merah, Abdul Rasyid Ghazi.

Abdul Rasyid Ghazi tidak mau menyerah meski kompleks masjid dikepung tentara Pemerintah Pakistan. Ghazi juga tidak mau menyerahkan 150 orang yang disandera dalam kompleks masjid.

Penyerbuan dilakukan beberapa menit setelah tim negosiator gagal membujuk Abdul Rasyid Ghazi, yang dikabarkan tewas dalam penyerbuan itu. Sebelumnya, Ketua Ulama Masjid Merah Maulana Abdul Azis ditangkap aparat (5/7) saat dia berusaha meloloskan diri dengan menggunakan baju perempuan, burqa.

Taliban

Kelompok Abdul Rasyid Ghazi merupakan kelompok militan Islam di Pakistan yang diikuti sejumlah mahasiswa dan pemuda yang bermarkas di masjid dan madrasah. Kelompok militan ini diketahui merupakan fotokopi kelompok Taliban di Afganistan. Mereka berupaya menerapkan hukum Islam ala Taliban, yang ingin mengulang keberhasilan Taliban di Afganistan yang menjadi penguasa politik dan memaksakan paham keagamaan kepada seluruh rakyat. Atas nama hukum agama, mereka tanpa segan menghukum siapa saja yang menentang dan tidak mau mengikuti ketentuan Taliban.

Kelompok ini diruntuhkan pasukan Amerika pada 2002 sebagai balasan atas peristiwa 11 September. Kita ingat, pascakehancuran kekuasaan Taliban di Afganistan, masyarakat bergembira, ditandai aksi memotong jenggot ramai-ramai, main gitar di jalanan, menonton di bioskop dan sebagainya, aktivitas yang dilarang pada masa pemerintahan Taliban. Mereka gembira terbebas dari suasana otoriter.

Kelompok milisi sipil di Islamabad ini berupaya menghidupkan Talibanisme di Pakistan. Dalam enam bulan terakhir mereka melancarkan aksi kekerasan, penculikan, dan menebar ancaman dengan maksud memberantas segala sesuatu yang dianggap kemaksiatan di Islamabad. Karena cita-cita politik dan kedekatannya dengan ideologi Al Qaeda, oleh Pemerintah Pakistan kelompok ini dianggap sebagai teroris yang harus dimusnahkan.

Selama ini Pakistan dikenal sebagai wilayah tempat terjadi pergumulan islamisme secara intens. Pusat-pusat simpul Islam seperti masjid, madrasah, dan universitas Pakistan dicurigai sebagai pusat persemaian ideologi terorisme. Kecurigaan ini pernah merembes ke Indonesia saat madrasah dicurigai sebagai sarang teroris. Padahal, tradisi madrasah dan pesantren di Indonesia berbeda dengan di Pakistan.

Beragam respons

Serangan aparat keamanan ke Masjid Merah di Islamabad mendapat beragam respons. Pertama, ada kalangan yang menilai hal itu sebagai upaya Presiden Pervez Musharraf bertindak tegas terhadap kelompok radikal di Pakistan. Presiden AS George W Bush memuji sekutunya atas keseriusan memerangi terorisme.

Kedua, meski memberi pujian, mereka mewaspadai motif Musharraf di balik ketegasannya ini. Bagi kelompok ini, tindakan Musharraf terutama bertujuan untuk mempertahankan kekuasaannya. Meski ia kelihatan bertindak tegas, seperti dilakukan sekarang atau saat menyerahkan aktivis Al Qaeda yang tertangkap, Musharraf membangkitkan kesan bahwa tujuan utamanya adalah untuk bertahan di kursi kekuasaan dalam pemilu yang dilaksanakan akhir tahun ini.

Jika Musharraf benar-benar mengutamakan kepentingan negara, dia akan bereaksi tegas sejak Januari lalu, ketika anggota kelompok militan menduduki Masjid Merah dan para pendukung militan menantang negara Pakistan di ibu kota. Jika itu dilakukan lebih dulu, akan menjadi pesan tegas dan jumlah yang tewas tentu lebih sedikit dari sekarang.

Ketiga, kelompok yang curiga bahwa semua yang terjadi di Pakistan merupakan rekayasa Musharraf. Kecurigaan ini muncul karena Abdul Rasyid Ghazi dikenal dekat dengan dinas rahasia militer Pakistan. Ia menabuh genderang revolusi Islam bukan dari daerah terpencil, melainkan dari lokasi dekat istana presiden. Bagaimana mungkin? Hanya ada dua keterangan: pengkhotbah radikal ini adalah ciptaan militer, yang lalu tumbuh menjadi monster menakutkan dan akhirnya mengagetkan militer sendiri. Atau Musharraf membiarkan aksi-aksinya untuk mengalihkan perhatian publik dari aneka masalah politik yang ada. Setelah itu dirayakan dunia sebagai seorang penyelamat yang melawan kelompok radikal. Kedua keterangan itu tidak menjanjikan hal baik bagi Pakistan.

Respons itu tidak perlu dinilai salah dan benar. Yang jelas, serbuan ke Masjid Merah bisa dipastikan menyulut kemarahan kelompok Islam radikal, yang juga punya pendukung kuat di kalangan militer dan dinas rahasia. Karena itu, sikap keras Musharraf atas kelompok ini membawa dampak ganda. Di satu sisi akan mendapat pujian negara Barat, terutama AS yang dikenal sekutu dekatnya. Di sisi lain sikap ini bisa menimbulkan perlawanan balik yang lebih besar dari simpatisan kelompok Abdul Rasyid Ghazi.

Banyak analis mengatakan, kelompok yang menduduki Masjid Merah yang ditumpas militer Pakistan hanya sebagian kecil dari kekuatan kelompok ini. Karena itu, kematian Abdul Rasyid Ghazi tidak serta-merta menjadi tanda hilangnya kelompok militan di Pakistan. Bukan tidak mungkin, setelah penyerbuan Masjid Merah ini, akan terjadi sesuatu yang lebih dahsyat di Pakistan.

Rumadi Peneliti The Wahid Institute Jakarta; Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

No comments:

A r s i p