Friday, July 20, 2007

Unjuk Rasa di Mana-mana

Dalam sistem demokrasi, demo merupakan kegiatan politik sah dan wajar. Bagaimana halnya demo yang cenderung begitu marak di banyak tempat?

Karena demokrasi kita masih dalam transisi. Karena begitu banyak persoalan, warisan masa lalu, maupun masalah kini, yang juga bermacam ragam. Bermacam ragam dalam persoalan yang merugikan warga dan bermacam ragam yang menimbulkan perbedaan.

Pertanyaannya, seberapa jauh semua itu masih kita anggap wajar dan seberapa jauh kita perlu juga bersikap kritis dan mengingatkan jangan sampai kebablasan sehingga membangkitkan kesan kaotis. Lagi pula, mulai terjadi unjuk rasa disertai kekerasan, seperti bentrok antarpengunjuk rasa sampai penyanderaan.

Unjuk rasa dipicu oleh persoalan yang dibiarkan berlarut-larut, seperti soal penggusuran, konflik kekuasaan berbagai kelompok, soal gaji, penghasilan, dan semacamnya. Juga soal keperluan sehari-hari, seperti kenaikan harga atau kelangkaan kebutuhan pokok.

Unjuk rasa berperan mengingatkan dan mempercepat penyelesaian masalah bidang sosial ekonomi maupun sosial politik. Demi lengkapnya pengamatan dan penilaian, baik pula dipertanyakan, seberapa jauh unjuk rasa yang eksesif juga bisa berdampak terhadap berlarutnya penyelesaian atau pemecahan persoalan.

Ada paradoks alias pertentangan semu lain lagi. Dalam demokrasi pembuatan kebijakan sampai pelaksanaannya makan waktu, terlepas dari kemauan dan kemampuan subyektif para pembuat dan pelaksananya. Pemerintah tidak bisa dalam soal-soal penting memutuskan sendiri, diperlukan proses kerja sama, misalnya dengan DPR pusat atau DPRD di daerah. Berarti makan waktu.

Peran dan tujuan unjuk rasa adalah secara demokratis, termasuk tanpa kekerasan, mempercepat jatuhnya keputusan yang menyelesaikan masalah atau meringankan beban. Jika unjuk rasa marak di mana-mana dan di sana-sini mulai disertai konflik dan kekerasan, seberapa jauh kegiatan itu mempercepat penyelesaian masalah. Seberapa jauh justru bisa berakibat memperlambat.

Sekali lagi, sekurang-kurangnya jika bukan pertentangan, suatu paradoks—pertentangan semu—kita hadapi. Tentu kita tahu, sepakat dan sadar, ya, itulah ekses proses demokrasi dalam transisi. Tetapi tidak ada salahnya bahkan suatu sikap yang demokratis pula jika kita bersikap kritis atas terjadinya ekses-ekses tersebut.

Jangan sampai kita keasyikan dan membenarkan ekses itu tanpa menyadari risiko dan implikasi yang bisa membahayakan proses demokrasi. Tanggung jawab kita, terutama terhadap tegak dan berfungsinya demokrasi, untuk mau bersikap kritis dan korektif.

Tanggung jawab kaum politisi, pemimpin masyarakat, serta kita semua yang menghendaki proses demokrasi dan demokratisasi berjalan lancar, tanpa disertai konflik dan kekerasan. Apalagi demo dengan kekerasan tidak kondusif bagi proses pemulihan ekonomi dan investasi.

No comments:

A r s i p