Monday, July 30, 2007

Ranggalawe, Pembuka Pintu Calon Independen

Dalam bahasa Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, ada ujaran: ndak pelih batu picak (jangan salah menginjak batu). Itu sebuah nasihat bahwa memutuskan suatu perbuatan perlu dipikirkan baik buruknya agar tidak menimbulkan sesal di kemudian hari.

Kata bijak itu menjadi bekal bagi Lalu Ranggalawe (52) mengajukan gugatan class action agar ada unsur calon independen dalam pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu kemudian dikabulkan MK lewat putusannya pada 24 Juli 2007 di Jakarta.

Sebelum MK mengabulkan gugatannya, warga Kampung Karang Dalam, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, itu menghadapi banyak cibiran di NTB. "Ada yang menyebut saya mimpi di siang hari bolong," ucap suami Rukaiyah ini. Sikap skeptis itu dimakluminya karena yang ia lawan ialah benteng kokoh dan "kartel" parpol yang ketat.

Namun, pada akhirnya sinisme itu justru meletupkan elannya. Idenya muncul September 2006, terinspirasi dari adanya calon independen dalam Pilkada Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. "Kalau NAD boleh, kenapa NTB tidak boleh. Kita dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," ucap ayah lima putra-putri itu. "Saya menggugat dalam kapasitas sebagai warga negara, bukan atas nama institusi maupun parpol kami," lanjutnya.

Inti gugatannya ialah Pasal 56 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Isinya antara lain mensyaratkan adanya pasangan calon kepala daerah yang diajukan parpol atau gabungan parpol. Pasal itu hendaknya dicabut agar calon independen mempunyai akses.

Anggota DPRD Lombok Tengah dari Partai Bintang Reformasi itu juga membaca kondisi riil tiap kali dilaksanakan suksesi gubernur, bupati, wali kota di NTB dan di Tanah Air. Para kandidat umumnya dari kalangan yang terukur kemampuan ekonomi dan status sosialnya. Punya akses pada parpol. Calon lain di luar strata ditutup kesempatannya.

Aspirasi

Ranggalawe memeras otak untuk mendapatkan biaya mengajukan gugatan ke Jakarta. Ia harus menyediakan biaya bagi pengacaranya, Suryadi, yang bolak-balik Mataram-Jakarta untuk mengurus kelengkapan syarat administrasi agar gugatannya didaftar ke MK di Jakarta. Sebuah sepeda motor dan beberapa telepon genggamnya dilego untuk itu. Rekan-rekannya hanya mendukung secara moril.

Proses persidangan majelis hakim MK berjalan enam kali, sidang terakhir berjalan alot. Bahkan, Ketua Majelis Hakim Jimly Asshiddiqie melakukan voting. Dari sembilan hakim, tiga di antaranya menolak dan enam menyatakan mengabulkan gugatan Ranggalawe.

Ranggalawe, mahasiswa Semester VIII Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Mataram memantau dari Lombok. Pada Minggu malam, sebelum putusan MK dibacakan, di beberapa tempat di Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat, masyarakat berzikir agar "hakim diluluhkan hatinya dan gugatan saya dikabulkan," kata Ranggalawe.

Ia membuka pintu bagi mereka yang berbasis massa untuk maju dalam bursa calon kepala daerah. Beragam reaksi atas putusan MK itu, terutama parpol yang "harga tawar"-nya menurun sebagai pemilik "kapal pengangkut" calon kepala daerah yang ikut berkompetisi dalam pilkada.

Di Sulawesi Selatan, arus semangat independen juga mengalir deras. Bahkan jauh sebelum MK memberi kesempatan calon independen ke ajang pilkada, semangat perlunya calon independen sudah menggebu di sana. Wacana itu tak hanya terdengar di antara kepulan asap rokok di warung-warung kopi, tetapi juga di antara sejuknya udara di lobi hotel berbintang lima.

Pasangan Sahel Abdullah dan Ari Lantara bahkan telah memproklamasikan diri sebagai calon independen untuk pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulsel yang dijadwalkan 5 November 2007.

Sayang saat keran calon independen dibuka melalui putusan MK, waktu yang sempit menjadi kendala bagi pihak yang mengobarkan semangat independensi.

Disambut baik

Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi yang juga Ketua DPD Partai Golkar Sultra dan calon kuat dari partainya untuk bertarung dalam pilkada bulan November berharap payung hukum calon perseorangan segera dibuat agar putra-putra terbaik Sultra, juga di provinsi lain, bisa ikut pilkada sebagai calon independen.

Hal senada dikemukakan Ketua DPW Partai Amanat Nasional Sultra H Nur Alam yang dijagokan partainya ikut pemilihan Gubernur Sultra, dan H Herry Asiku, Ketua Kadin Sultra.

Namun, Nur Alam menekankan agar syarat menjadi calon perseorangan lebih diperketat. "Kalau tidak, pasangan calon kepala daerah bakal panjang, yang menambah beban APBD dan stabilitas daerah," katanya.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPW Partai Keadilan Sejahtera Sultra Lapili mengemukakan, terbukanya kesempatan bagi calon perseorangan tidak bakal membuat partai kehilangan konstituen. "Partai mempunyai struktur hingga tingkat kelurahan dan desa yang setiap saat merawat dan menyalurkan aspirasi konstituen," kata Lapili.

Kini ada dua tokoh yang berpotensi ikut pilkada Sultra lewat jalur perseorangan. Mereka adalah Prof Mahmud Hamundu, Rektor Universitas Haluoleo Kendari dan Dr Laode Ida, Wakil Ketua DPD. Keduanya belum memiliki parpol yang secara definitif mencalonkan mereka meski sudah intensif melakukan sosialisasi. (RUL/YAS/DOE/NAR)

No comments:

A r s i p