Tuesday, July 3, 2007

Dicari pemberantas korupsi,

]gaji Rp36 juta per bulan

oleh : Tri D. Pamenan

Ini adalah hari-hari yang cukup memusingkan bagi Felia Salim, Rhenald Kasali, Mas Achmad Santosa dan anggota Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lainnya.

Tak sampai lima hari lagi proses seleksi yang menelan dana Rp2,9 miliar itu sudah harus ditutup, Tetapi, sejak dibuka 14 Juni 2007 jumlah pendaftar baru 142 orang. Jauh di bawah target yang ditetapkan panitia seleksi.

Pansel KPK sampai harus menjemput bola ke berbagai tempat, mulai dari ke kampus-kampus, meminta bantuan LSM, sampai bergerilya ke media massa untuk memperoleh masukan.

Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat yang juga menjadi anggota panitia seleksi sampai-sampai tak habis pikir.

"Ayo lah. Ini panggilan Ibu Pertiwi. Mana orang-orang yang selama ini berteriak-teriak menentang korupsi?" tantang dia.

Ternyata memang tak mudah mencari talenta yang siap memimpin lembaga super bodi itu. Buktinya, empat pimpinan KPK saat ini pun sudah tegas menyatakan tak bersedia mencalonkan diri lagi.

Alasannya beragam. Mulai dari capek sampai merasa sudah tua.

"Pekerjaan pimpinan KPK ini lebih banyak bersifat pengabdian. Kalau orientasinya mencari kerja, ini bukan tempatnya," ujar Ketua KPK Taufiequrachman Ruki pada suatu ketika.

Sebegitu sulitkah mencari sosok yang siap memberantas penyakit laten yang menempatkan Indonesia berada di peringkat nomor dua tertinggi di dunia itu?

Kalau melihat pengumuman seleksi yang disebarluaskan panitia seleksi, syarat pendaftaran calon pimpinan KPK sebetulnya tidak terlalu sulit. Antara lain harus berusia 40 tahun hingga 65 tahun, berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan dan berpengalaman minimal 15 tahun.

Pendaftar juga disyaratkan tidak menjadi pengurus parpol dan bersedia melepaskan jabatannya selama menjadi anggota KPK.

Tetapi, melihat tuntutan dan beban kerja yang begitu tinggi, meski tidak harus menjadi malaikat, pimpinan KPK diharapkan bukan dari golongan 'manusia normal'.

Fasilitas pimpinan

Apa imbalan yang diberikan bagi pimpinan KPK? Jangan membayangkan mendapat fasilitas seperti direksi BUMN besar atau dewan gubernur BI. Tetapi, kalau menggunakan standar umum, fasilitas yang diberikan tentulah sudah jauh lebih dari cukup.

Menurut SK Menkeu yang dikeluarkan pada Desember 2004, gaji per bulan ketua KPK dan wakil ketua masing-masing ditetapkan maksimal sebesar Rp36 juta dan Rp34 juta.

Fasilitas itu kemudian diusulkan untuk dinaikkan menjadi sebesar Rp40 juta per bulan untuk ketua KPK sedangkan wakil-wakilnya sebesar Rp36 juta. Gaji tersebut masih harus dipotong untuk tunjangan hari tua (THT) yang akan dibayarkan saat purnatugas. Fasilitas lain yang diberikan adalah tunjangan asuransi kesehatan dan tunjangan transpor. Di luar itu tak ada lagi fasilitas yang diberikan, termasuk mobil dan rumah dinas.

Tetapi, kalau dibandingkan dengan gaji pejabat negara lain, pimpinan KPK memang termasuk yang paling besar.

Sebagai perbandingan, total gaji presiden sebesar Rp62,7 juta, wakil presiden Rp42,1 juta. Ketua DPR sebesar Rp30,908 juta, ketua MA sebesar Rp24,39 juta.

Sedangkan gaji menteri negara, jaksa agung, panglima TNI dan pejabat lain yang setingkat sebesar Rp18,65 juta.

"Tidak perlu khawatir. Fasilitas yang diberikan untuk pimpinan KPK sudah mencukupi," ujar Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Cukup atau tidak, pimpinan KPK memang dituntut untuk tak lagi berorientasi mengejar materi dalam hidupnya.

Hal itulah yang menyebabkan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Taufiq Effendi yang dipercaya menjadi ketua tim seleksi menambah beberapa kriteria lain. Menurut dia, untuk menjadi pimpinan KPK tak cukup hanya punya kemauan untuk memberantas korupsi, pintar, memiliki integritas, dan berdedikasi.

Salah satu syarat utama lainnya adalah tercukupi secara finansial, sehingga tidak terdorong untuk memperkaya diri setelah menjabat. "Yang penting adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya."

Dalam pandangannya, apabila panitia seleksi memilih orang yang belum tercukupi secara finansial, maka hal itu akan menimbulkan masalah lebih lanjut di tubuh KPK.

Sayangnya, panitia seleksi tidak bersedia merinci parameter yang jelas tentang batas minimal kekayaan calon pimpinan KPK. Mereka hanya mewajibkan setiap calon untuk mengumumkan daftar kekayaannya.

Enggan

Belajar dari pengalaman KPK saat ini, panitia seleksi sebetulnya berharap agar kalangan yang dekat dengan dunia bisnis untuk memperkuat jajaran pimpinan KPK.

Menurut Rhenald, KPK sangat membutuhkan tenaga dan pikiran dari pebisnis untuk duduk sebagai jajaran pimpinan.

Alasannya, kalangan dari dunia usaha tentunya memiliki pengetahuan yang sangat memadai terhadap praktik kejahatan kerah putih seperti di lantai bursa atau praktik rekayasa keuangan.

Sayangnya, sampai saat ini tak banyak kalangan dunia usaha yang terpanggil untuk bergabung ke dalam KPK. Rhenald menduga kurangnya minat pebinis untuk masuk ke dalam bursa pimpinan KPK disebabkan oleh sikap kehati-hatian para pebisnis yang enggan memasuki wilayah hukum. Padahal para pebisnis merupakan salah satu aset penting yang perlu didudukkan dalam jajaran pimpinan KPK.

Banyak argumentasi lain yang disampaikan terhadap minimnya minat masyarakat untuk mendaftar dalam seleksi pimpinan KPK.

Menurut Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro, kinerja KPK saat ini yang dinilai banyak pihak di bawah ekspektasi karena tidak cukup punya gigi membuat sebagian masyarakat menjadi apatis terhadap lembaga ini. Hal itu juga yang membuat sebagian kandidat malas mendaftar.

Ekonom BNI Ryan Kiryanto melihat rendahnya pendaftar seleksi karena terbebani oleh ekspektasi masyarakat yang begitu tinggi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. "Kalau soal remunerasi, itu sudah lebih dari cukup."

Masalahnya lagi, lanjut dia, untuk memenuhi harapan masyarakat itu, kualifikasi komisioner KPK jadi begitu tinggi, seperti memiliki wawasan hukum yang kuat dan mempunyai kemampuan teknis seperti audit keuangan. "Repotnya, yang memiliki kualifikasi seperti itu tidak banyak."

Problem lain adalah dalam proses seleksi. Dalam penjaringan kali ini, tahapan seleksi meliputi masalah administrasi, tes psikologi, membuat makalah, profile assesment test, dan wawancara. Panitia akan memilih 10 calon untuk disampaikan ke Presiden.

Setiap calon kemudian harus menjalani fit and proper test di DPR. Banyak calon potensial yang buru-buru pesimistis terhadap proses ini. Seleksi di DPR dikhawatirkan akan sarat dengan kepentingan politis.

Praduga lain yang agak membesarkan hati, mungkin para kandidat masih menimbang-nimbang atau mengumpulkan dokumen-dokumen yang menjadi syarat pendaftaran. Panitia berharap agar jumlah pendaftar akan berbondong-bondong menjelang deadline, tentu dengan kualifikasi yang diharapkan.

Kalau masih tetap sepi peminat, mungkin memang sudah sulit mencari orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri di negeri ini. (tri.dp@bisnis.co.id)

No comments:

A r s i p