Monday, July 30, 2007

Kontroversi Baju Hillary


Apa artinya belahan baju dalam kampanye pemilihan presiden? Di Washington DC, Amerika Serikat, di mana gaya berpakaian perempuan profesional adalah konservatif, belahan dada Hillary Clinton tiba-tiba menjadi salah satu topik paling panas pada perebutan tempat untuk menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat.

Senator Hillary Clinton yang biasanya tampil sangat konservatif itu, pada sebuah debat kampanye mengenai pendidikan tanggal 18 Juli tampil dengan potongan leher yang sedikit rendah. Mulanya hal itu tidak menjadi perhatian sampai penulis Washington Post, Robin Givhan, mengambil perhatian dan menyebutnya sebagai sebuah "pengakuan kecil akan seksualitas dan feminitas".

"Ada belahan dada tampil pada hari Rabu sore," tulis Givhan, seorang pemenang hadiah Pulitzer, di harian itu.

"Itu milik Senator Hillary Clinton," katanya.

Clinton mengenakan "Sebuah blazer warna merah jambu dengan baju atas warna hitam. Potongan lehernya rendah dan berbentuk V. Belahan dada itu terlihat setelah hanya sebuah pandangan sekilas", tulisnya.

"Tidak ada pameran belahan dada secara tak berlebihan, tapi ada (pameran belahan dada itu). Tak dapat disangkal... Mengejutkan untuk melihat bahwa pengakuan kecil seksualitas dan feminitas mengintip dari lingkungan Kongres yang konservatif secara estetis", ungkapnya.

Givhan menulis dalam artikel yang diterbitkan hari Jumat (20/7), memperlihatkan belahan dada "bukan berarti bahwa seorang wanita minta dijadikan obyek, tetapi itu menunjukkan suatu rasa percaya diri dan kenyamanan fisik tertentu".

Dan asal tahu, tanggapan pada soal belahan dada Clinton lebih ramai ketimbang kebijakan keamanan nasionalnya. "Ribuan surat dan telepon yang marah dari pembaca, terutama perempuan," ujar ombudsman surat kabar itu.

Banyak yang mempersoalkan, mengapa Washington Post memberikan begitu banyak ruang untuk sebuah aspek nonpolitik dibanding pertarungan politik nasional yang menegangkan untuk jabatan presiden.

Kubu Clinton hari Jumat memberikan tanggapan, sebuah upaya mengubah kontroversi artikel Givhan itu menjadi hal yang menguntungkan Clinton.

"Apakah Anda percaya bahwa Washington Post menulis sebuah artikel 746 kata mengenai belahan dada Hillary?" tulis Ann Lewis, seorang penasihat kampanye Clinton dalam surat elektronik untuk pengumpulan dana.

Dia mengatakan tidak pantas bagi media berita untuk "berbicara mengenai bagian-bagian tubuh" dan bahwa kampanye pemilu presiden 2008 harus berfokus pada isu-isu.

"Terus terang, memusatkan perhatian pada tubuh perempuan dan bukannya pada gagasan mereka adalah menghina. Itu menghina pada setiap perempuan yang pernah mencoba serius dalam sebuah rapat bisnis. Itu menghina bagi anak-anak perempuan kita—dan anak-anak laki kita—yang terus-menerus ditekan oleh media untuk menjadi dewasa terlalu cepat", tulis Lewis.

Lewis mendorong para calon donatur untuk "mengambil sikap menentang kekasaran dan kepicikan semacam ini dalam kultur Amerika".

Ombudsman Washington Post membela artikel Givhan. "Apakah ini ada hubungannya dengan apakah Clinton harus menjadi presiden?" tanya ombudsman itu. "Sama sekali tidak. Tetapi apakah kita ingin membaca kolom mengenai belahan dadanya? Memang betul".

"Itu adalah artikel yang paling banyak dilihat pada situs internet sepanjang hari. Begitu juga sebuah artikel baru-baru ini mengenai penata rambut (bakal calon presiden Partai Demokrat) John Edwards".

Beberapa bulan lalu, Edwards, yang dalam pengumpulan pendapat ada di belakang Clinton, disorot media karena membayar uang sebesar 400 dollar AS hanya untuk potong rambut.

(AFP/AP/DI)

No comments:

A r s i p