Sunday, July 29, 2007

SB & MKJefr

Jeffri Geovani


SOETRISNO Bachir (SB), termasuk salah satu ketua umum partai yang menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memberi peluang hukum bagi calon independen dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Menurut keputusan MK, sebagian pasal dalam Undang Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) yang hanya memberi kesempatan kepada partai politik atau gabungan partai politik dan menutup hak konstitusional calon perseorangan (independen) dalam Pilkada dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Selain SB (Ketua Umum PAN), Tifatul Sembiring (Presiden PKS), Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), dan Anas Urbaningrum (Ketua Partai Demokrat) juga mendukung keputusan MK. Cuma, dibandingkan dengan yang lain, SB lebih maju karena ia tak hanya mendukung keputusan MK yang membolehkan calon independen dalam Pilkada, tapi juga mendukung capres dan cawapres independen.

Dibukanya calon independen, menurut SB, akan mengurangi politik uang seperti banyak dituduhkan ke parpol. Selain itu, calon independen akan memaksa parpol menempa para kadernya secara serius dengan cara meningkatkan mutu kaderisasinya dan berusaha merekrut tokoh-tokoh masyarakat yang dicintai rakyat.

Banyak kalangan menduga, dengan munculnya keputusan MK ini partai-partai akan ditinggalkan rakyat. Terhadap dugaan ini, SB tidak khawatir, sebab, kata dia, figur dan tokoh-tokoh dari partai jauh lebih teruji dan tetap akan dipilih rakyat. Kalaupun ada kesan negatif terhadap calon parpol, hal itu karena pendidikan politik rakyat belum merata.

Di mata sebagian rakyat, semua parpol tidak baik, suka menipu, padahal pada faktanya tidak demikian. Masih ada (kalau pun sangat sedikit) parpol yang punya integritas moral dan berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi. Cuma kabar yang baik ini belum diketahui oleh rakyat secara menyeluruh.

Saya mendukung pendapat SB, tentu dengan harapan, sebagai pemimpin partai ia akan menkonkretkan pendapatnya itu dalam bentuk kebijakan, minimal dengan meminta kepada seluruh anggota Fraksi PAN di DPR agar dalam menetapkan RUU Politik, khususnya RUU Pilpres, memperjuangkan adanya ketentuan yang membolehkan munculnya capres dan cawapres independen.

Kalau ternyata perjuangannya itu gagal, misalnya karena tidak disetujui oleh partai-partai besar seperti Partai Golkar dan PDI Perjuangan –yang nyata-nyata kurang sepakat dengan keputusan MK— tak jadi masalah. Toh setelah UU Pilpres ditetapkan, masih ada kesempatan bagi PAN untuk mengajukan judicial review kepada MK agar UU Pilpres nantinya diselaraskan dengan UUD 1945, sebagaimana judicial review yang telah dilakukan terhadap UU Pemda.

Nah, sebelum dilakukan judicial review, tentunya akan lebih baik jika seluruh anggota DPR --bukan hanya dari PAN—menyetujui capres dan cawapres independen. Dengan demikian, seperti dalam proses Pilkada, dalam Pilpres yang akan datang, antara aktivis partai dengan yang bukan, punya kesempatan yang sama untuk mengajukan diri menjadi calon penghuni istana negara. Saya yakin, bila diperbolehkan munculnya calon independen, suasana Pilpres 2009 nanti akan jauh lebih menarik dibandingkan Pilpres 2004 lalu.***


*Direktur Eksekutif The Indonesian Institute

No comments:

A r s i p