Tuesday, September 11, 2007

Dinamika Parpol


Masihkah PDI-P sebagai Partai "Wong Cilik"?

...engkau juga marhaen. Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat-alat yang sedikit. Orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekadar cukup untuk dirinya sendiri... (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)

Sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jeje Wiradinata sudah tiba di Hotel Sahid, Jakarta, pada Jumat (7/9) sore. Dia akan menjadi bagian dari peserta Rapat Kerja Nasional II dan Rapat Koordinasi Nasional PDI-P 8-10 September.

"Kami menginap di sini sampai hari Minggu. Semua sudah disediakan panitia. Kami hanya menanggung biaya perjalanan untuk ke Jakarta," kata Jeje yang merupakan Ketua DPC PDI-P Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dia datang bersama Sekretaris DPC dan Ketua Fraksi PDI-P di DPRD Kabupaten Ciamis.

Selain Jeje, ada sekitar 1.500 kader PDI-P lain yang akan mengikuti Rakernas II. Selain di Hotel Sahid, tempat rakernas berlangsung, para kader PDI-P juga menginap tersebar di 36 hotel lain.

Menurut Jeje, menginap dan mengadakan acara partai di hotel berbintang kini bukan hal yang aneh bagi sejumlah kader partai besar, seperti PDI-P. Sebab, sebagai partai besar, kader mereka banyak yang menjadi orang terpandang, misalnya menjadi anggota DPR atau DPRD. Dari mereka tentunya PDI-P tidak sulit untuk mendapatkan dana.

"Kami memilih hotel supaya lebih praktis karena untuk hal- hal seperti makanan, sudah tersedia," kata Wakil Ketua DPD PDI-P Jawa Barat Andreas Parreira.

PDI-P yang sekarang memang agak berbeda jika dibandingkan ketika Orde Baru saat partai itu ditekan oleh penguasa saat itu. Di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, partai itu justru mendapat simpati dan tempat sejumlah orang menaruh harapan, terutama kalangan menengah ke bawah. Mereka mengiidentikkan partainya sebagai partai rakyat kecil, partai orang kecil, atau partai sandal jepit.

Sikap sebagai partai orang kecil ini, saat itu juga ditunjukkan PDI- P dengan kesederhanaannya saat menyelenggarakan berbagai acara. Biasanya para kader bahu- membahu menyediakan fasilitas dan logistik jika ada acara. Terasa ada kebersamaan dan kekompakan.

Cerita berubah saat PDI-P pernah menempati empuknya kursi kekuasaan, baik di legislatif maupun eksekutif, termasuk Megawati Soekarnoputri yang menduduki kursi kepresidenan. Kenikmatan kekuasaan pun tentu dirasakan mereka. Tidak perlu banyak cerita soal ini, toh rakyat mafhum. "PDI-P tetap tidak meninggalkan komitmennya sebagai partai orang kecil. Sebab, komitmen itu lebih banyak ditentukan oleh bagaimana sikap partai terhadap masalah-masalah rakyat," kata Jeje soal partainya kini.

Namun, Direktur Eksekutif Lead Institut Bima Arya Sugiarto justru menilai, komitmen PDI-P terhadap orang kecil terasa berkurang. "Komitmen terhadap orang kecil ini jangan dilihat saat mereka beroposisi seperti sekarang. Namun ketika mereka berkuasa, persisnya saat Megawati menjadi presiden," katanya.

Saat PDI-P berkuasa ini, kebijakan untuk melindungi atau mengangkat orang kecil seperti petani, buruh, dan nelayan tidak terlalu terlihat. "Kader partai itu juga banyak yang hidup mewah ketika berkuasa," ujar Bima.Rakyat sudah merasakan bagaimana saat PDI-P berkuasa.

Nah, dengan peran oposisi saat ini, apakah para pendukung dan simpatisan masih mempunyai rasa yang sama terhadap PDI-P saat sebelum mereka berkuasa dulu? Apakah PDI-P benar sebagai partai orang kecil, atau itu hanya sebatas jargon...? (M Hernowo)

No comments:

A r s i p