Tuesday, September 11, 2007

Korupsi dan Psikoanalisis


Penulis: Faisal Djabbar, Fungsional Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi

DUNIA psikologi mengenal Sigmund Freud sebagai tokoh sakral. Saya kerap ingat Freud ketika membaca atau mendengar kata korupsi. Bagi saya, Freud memberi gambaran gamblang kaitan korupsi dan perkembangan kepribadian seseorang. Freud membantu kita memahami perilaku korupsi erat hubungannya dengan hambatan kepribadian seseorang di masa kanak-kanak.

Freud merupakan pendiri psikoanalisis. Psikoanalisis adalah aliran yang mendalami jiwa manusia sampai ke alam bawah sadarnya. Dia mencari sebab perilaku manusia pada dinamika jauh di dalam diri manusia. Karena itu psikoanalisis disebut juga psikologi mendalam (depth psychology).

Teori psikoanalisis fokus pada pentingnya pengalaman masa kanak-kanak. Intinya, masa kanak-kanak amat menentukan dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku manusia ketika dewasa kelak.

Ada lima tahap perkembangan kepribadian dalam psikoanalisis. Menurut Freud, manusia, dalam perkembangan kepribadiannya, melalui tahapan oral, anal, phallis, laten, dan genital. Tahap pertama, tahapan oral. Pada tahap ini manusia melulu menggunakan mulutnya untuk merasakan kenikmatan. Bayi selalu memasukkan ke mulutnya setiap benda yang dipegangnya. Tahapan ini berlangsung pada umur 0-3 tahun.

Tahap kedua, tahapan anal. Inilah tahapan ketika anak memperoleh kenikmatan ketika mengeluarkan sesuatu dari anusnya. Anak menyukai melihat tumpukan kotorannya. Pada tahapan ini anak dapat berlama-lama dalam toilet.

Tahap ketiga, tahapan phallis. Tahap phallis berlangsung pada umur 8-10 tahun. Anak memperoleh kenikmatan dengan mempermainkan kelaminnya. Tahap keempat, tahapan laten (tahapan yang tersembunyi). Anak melupakan tahapan memperoleh kenikmatan karena sudah memasuki usia sekolah. Anak mempunyai teman dan permainan baru. Tahap kelima, tahapan genital. Inilah tahapan ketika perkembangan kedewasaan mencapai puncaknya. Manusia sudah memasuki tingkat kedewasaan.

Tahap-tahap perkembangan kepribadian ini berjalan normal, dari satu tahap ke tahap berikutnya. Namun, bisa saja orang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya. Usia membengkak, tapi masih dalam tahap perkembangan dini. Freud menyebutnya fiksasi. Penyebabnya beragam, bisa karena orang tua, lingkungan sosial, atau konflik mental.

Lantas, apa relevansinya dengan perilaku korupsi? Untuk menjawabnya, kita mesti melacak akar penyebab korupsi.

'GONE theory'

Pemikir Jack Bologne mengatakan akar penyebab korupsi ada empat, yaitu greed, opportunity, need, and exposes. Dia menyebutnya GONE theory, yang diambil dari huruf depan tiap kata tadi.

Greed terkait dengan keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas pada keadaan dirinya. Memiliki satu gunung emas tidak cukup.

Opportunity terkait dengan sistem yang memberi lubang terjadinya korupsi. Sistem pengendalian tak rapi memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan dan timbul penyimpangan. Pada saat bersamaan, sistem pengawasan tidak ketat. Orang gampang memanipulasi angka dan bebas berlaku curang. Peluang korupsi pun menganga lebar.

Need berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai. Sedangkan exposes berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku maupun orang lain. Deterrence effect yang minim.

Empat akar masalah di atas merupakan halangan besar pemberantasan korupsi. Tapi, dari keempat akar persoalan korupsi tadi, bagi saya, pusat segalanya adalah sikap rakus dan serakah. Greed. Sistem yang bobrok belum tentu membuat orang korupsi. Kebutuhan yang mendesak tak serta-merta mendorong orang korupsi. Hukuman yang rendah bagi pelaku korupsi belum tentu membikin orang lain terinspirasi ikut korupsi.

Pendeknya, perilaku koruptif bermula dari sikap serakah yang akut. Adanya sifat rakus dan tamak tiada tara. Korupsi, meminjam syair Rendra, menyebabkan ada orang yang berlimpah, ada yang terkuras; ada yang jaya, ada yang terhina; ada yang mengikis, ada yang habis. Korupsi paralel dengan sikap serakah.

Ada hubungan antara tahapan perkembangan kepribadian anak dengan kondisi anak setelah dewasa. Bila pada tahap-tahap itu terjadi fiksasi atau hambatan perkembangan kepribadian maka kepribadian itulah yang dibawanya sampai besar.

Sifat serakah adalah sifat dari orang yang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya. Yaitu, ketika dia terhambat dalam tahap kepribadian anal. Seorang anak yang mengalami hambatan kepribadian pada fase anal, ketika besar ia akan mempertahankan kepribadian anal. Karakter orang ini ditandai dengan kerakusan untuk memiliki. Ia merasakan kenikmatan dalam pemilikan pada hal-hal yang material.

Fase anal ditandai oleh kesenangan anak melihat kotoran yang keluar dari anusnya. Kini, kotoran telah diganti benda lain. Benda itu berwujud uang, mobil, rumah, saham, berlian, emas, intan. Koruptor adalah anak kecil dalam tubuh orang dewasa. Badannya besar, jiwanya kerdil.

Untuk menyembuhkannya, hilangkan hambatan itu. Tunjukkan padanya bahwa pada dasarnya dia belum dewasa. Kesenangannya mengumpulkan harta adalah simbol perilaku menyimpang akibat terhambat dalam perkembangan kepribadian di masa kanak-kanak. Alhasil, koruptor adalah orang yang belum dewasa. Ia masih perlu belajar memperbaiki kualitas kepribadiannya.

No comments:

A r s i p