Tuesday, September 11, 2007

Politik Haruslah Mungkin



Tepat apa yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. UU Politik tidak harus diubah setiap lima tahun karena itu hanya pemborosan.

Produk undang-undang tidak boleh dibuat hanya demi kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. UU harus berorientasi jangka panjang, bisa berlaku 10 tahun, dan jangan setiap kali lalu dibongkar pasang.

Untuk itulah kemudian diingatkan agar ketika membahas RUU, para anggota DPR membuka wawasannya. Jangan pembahasan dilakukan hanya dengan merefleksikan kepada kepentingan pribadinya.

Setelah reformasi bergulir, yang terjadi justru sebaliknya. Sering kali kita berbicara atas nama demokrasi, tetapi kenyataannya justru membajak demokrasi itu untuk kepentingan sendiri. Akibatnya, produk UU yang dihasilkan memiliki banyak kejanggalan. Karena janggal, UU tersebut tidak bisa sesuai dengan pelaksanaan di lapangan sehingga terpaksa direvisi.

Memang itu tidak hanya terbatas pada masalah politik. Hal itu terjadi pada semua produk UU. Mengapa? Karena faktor kepentingan tadi. Bahkan, bukan rahasia umum lagi bahwa ada pesanan yang bisa dimasukkan ke dalam UU sepanjang imbalan materinya memadai.

Inilah yang sering kali menjadi keprihatinan kita. Sepertinya, yang namanya kepentingan dan juga materi adalah segala-galanya. Demi itu semua, kita tidak ragu untuk mengorbankan produk UU yang seharusnya bisa dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa.

Yang membuat lebih ironis lagi, pembuatan UU sebenarnya menggunakan uang rakyat. Segala macam kegiatan di Gedung DPR dibiayai rakyat melalui pajak. Ternyata pengorbanan rakyat tidak dipakai untuk kepentingan rakyat, tetapi hanya dipakai untuk menyenangkan pribadi-pribadi atau kelompok kecil dalam masyarakat.

Kita mendukung langkah Mendagri untuk memperbaiki ketidakbenaran yang sudah terjadi. Sebagai pembina politik, Mendagri memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi dan pencerahan tentang bagaimana sebaiknya masing-masing kita memberikan kontribusi terbaik untuk membangun negeri ini.

Berulang kali kita diingatkan, demokrasi tidak bisa dibiarkan berjalan dengan sendirinya dan diterjemahkan secara bebas oleh setiap orang. Demokrasi harus dikawal agar berjalan sesuai dengan apa yang seharusnya dan memberikan manfaat bagi kehidupan bangsa.

Untuk itu, pendidikan politik dan juga pendidikan kewarganegaraan harus dilakukan secara terus-menerus. Yang namanya pemimpin harus tampil untuk melakukan itu dan tidak boleh bosan-bosan untuk selalu memberikan pencerahan kepada warganya.

Apalagi untuk kita yang bukan hanya baru mengenal demokrasi, tetapi tingkat pendidikan rata-rata masyarakat membutuhkan bimbingan yang lebih intens. Sebab, pada akhirnya demokrasi itu tidak cukup hanya omong belaka, sekadar menjadi talking democracy, tetapi harus menjadi demokrasi yang bekerja, working democracy, yang bisa ikut meningkatkan kesejahteraan hidup semua warga bangsa ini.

Arus Balik Hubungan Rusia-RI

Relasi Rusia-Indonesia meraih momentum baru setelah lama agak vakum. Arus balik memang sedang terjadi dalam hubungan kedua negara.

Tercapainya momentum baru itu dikemukakan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelum berkunjung ke Indonesia hari Kamis kemarin. Kunjungan Putin merupakan balasan lawatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun lalu.

Kedua negara kini menjajaki kerja sama lebih erat dan luas setelah mencapai kesepakatan kerja sama dalam bidang pertahanan. Selama lawatan singkat 20 jam di Jakarta, Presiden Putin menandatangani pemberian kredit lunak senilai 1 miliar dollar AS, yang akan digunakan Indonesia membeli persenjataan Rusia, termasuk enam pesawat tempur Sukhoi-30.

Presiden Putin juga menandatangani nota kesepahaman untuk sejumlah kerja sama dalam bidang ekonomi, energi, transportasi, dan peluncuran satelit. Prospek hubungan Rusia-RI diyakini sangat positif, tidak hanya didukung oleh keinginan kerja sama saling menguntungkan saat ini, tetapi juga oleh pengaruh hubungan persahabatan pada masa lalu.

Kalangan generasi tua Rusia dan Indonesia tidak dapat melupakan, sebagaimana disinggung Putin, hubungan akrab Moskwa-Jakarta pada masa lalu. Sekadar memperlihatkan kedekatan hubungan pada masa lalu, Presiden Putin mengingatkan, Uni Soviet (kini Rusia) merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI.

Hubungan baik masa lalu itu juga terlihat pada pengiriman ahli Uni Soviet membangun pabrik baja Krakatau Steel, jalan di Kalimantan, Rumah Sakit Persahabatan, dan Gelora Bung Karno.

Di atas persahabatan dan kedekatan pada masa lalu itu, kerja sama Rusia-Indonesia dapat dibangun lagi dalam bentuk yang lebih solid. Segala prasangka ideologis sudah terdesak ke belakang oleh kepentingan kerja sama ekonomi dan pertahanan.

Khusus soal pertahanan, Indonesia, sebagaimana dikatakan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, ingin menjaga keseimbangan hubungan dengan negara-negara besar, termasuk dalam pengadaan persenjataan.

Di luar masalah bilateral, Putin juga membicarakan tentang kemungkinan Rusia dan Indonesia bekerja sama dalam menciptakan tatanan dunia yang setara, yang menjamin stabilitas dan keamanan global.

Posisi Indonesia yang strategis sebagai negara berpenduduk Islam terbesar dinilai Putin sangat penting dalam mencari perdamaian bersama Rusia, khususnya mendorong sikap saling pengertian di antara penganut agama dan kebudayaan di dunia.

No comments:

A r s i p