Wednesday, September 12, 2007

Sistem Parlementer Mungkin Lebih Cocok



Jakarta, Kompas - Sistem presidensial yang diterapkan saat ini mempunyai banyak penyimpangan dari sistem presidensial yang ideal. Apalagi presiden mengakomodasikan semua partai politik yang dianggap punya pengaruh besar dalam kabinetnya.

Itu sebabnya, harus dibuka peluang memakai sistem pemerintahan parlementer yang mungkin lebih cocok untuk kondisi Indonesia saat ini.

"Kita menyaksikan, presiden kurang percaya diri kalau tidak mengajak partai lain masuk dalam kabinetnya. Yang lebih parah lagi, partai yang bukan menjadi pendukung presiden punya akses lebih besar dalam kabinet. Sementara partai politik yang menjadi pendukungnya dalam pemilu presiden hampir tidak diajak bicara dalam membuat kebijakan politik penting," ujar Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring, Senin (10/9).

Menurut Tifatul, ketidakjelasan dalam mekanisme presidensial saat ini bisa menjadi penyebab ketidakjelasan dalam tata negara Indonesia.

"Kita menyaksikan sendiri bagaimana keanehan dan kerancuan dalam ketatanegaraan. Kalau seperti ini, mungkin sistem parlemen lebih cocok agar lebih jelas siapa yang menjadi pendukung pemerintah dan program partai mana yang dipakai untuk mengatur bangsa ini," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Irgan Chairul Mahfiz mengakui, sistem presidensial Indonesia memang memiliki banyak keanehan. Keanehan tersebut di antaranya disebabkan sikap pemimpin bangsa yang tidak tegas dan keinginan untuk mengakomodasi semua kekuatan politik. "Memang susah juga mengatakan sistem ini benar atau tidak. Nyatanya, seperti inilah kondisi yang diberlakukan saat ini," ujarnya.

Menurut Ketua Partai Amanat Nasional Sayuti Asyathri, sistem presidensial yang diterapkan saat ini memang mengandung kelemahan yang sering membingungkan rakyat. Kebingungan itu di antaranya, rakyat tidak tahu kapan presiden itu bertindak sebagai presiden, kepala negara, maupun perseorangan. (MAM)

No comments:

A r s i p