Friday, August 24, 2007

Budaya Demokrasi Belum

Jakarta, Kompas - Konflik yang diikuti dengan kekerasan dalam sejumlah pemilihan kepala daerah atau pilkada disebabkan oleh tidak terbiasanya rakyat untuk menyampaikan pendapatnya dengan berdialog. Kekerasan menjadi satu-satunya cara untuk mencapai tujuannya.

"Cara itu adalah hasil didikan Orde Baru yang selalu menggunakan kekerasan untuk mengajukan pendapat," kata sosiolog dari Universitas Indonesia, Jakarta, Tamrin Amal Tomagola, di Jakarta, Kamis (23/8).

Masyarakat perkotaan di Jawa, menurut Tamrin, paling siap menghadapi proses demokratisasi pascareformasi sebagai hasil pendidikan yang lebih baik sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat di luar Jawa lebih menuntut desentralisasi daripada demokratisasi.

"Perbedaan tuntutan dan kesiapan dalam menghadapi proses demokratisasi membuat masyarakat di luar wilayah perkotaan Jawa dan di luar Jawa paling ringkih dalam menghadapi pilkada," katanya.

Data Kompas menunjukkan, selama Agustus 2007, setidaknya terjadi tiga kali tindak kekerasan dalam pilkada. Ketiga kasus itu adalah bentrokan antara pendukung calon dan polisi di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah; penyerangan rumah calon perseorangan di Kota Palembang, Sumatera Selatan; dan bentrokan pendukung pasangan calon yang tidak lolos verifikasi dengan polisi di Maluku Utara.

Gejolak yang muncul dalam pilkada juga disebabkan kebergantungan kelompok menengah atas lokal terhadap negara. Dalam proses desentralisasi ini, mereka berusaha mempertahankan sumber nafkah dan jaringan yang mereka miliki. Upaya mereka ini sering kali menimbulkan gejolak di masyarakat.

"Kondisi ini diperparah dengan ketiadaan kemampuan rakyat dari kelas menengah bawah untuk mengatur diri mereka sendiri dan menghalau egoisme para pemimpin lokal," kata Tamrin.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Jeirry Sumampow mengakui, butuh waktu bagi masyarakat untuk memahami aturan pilkada. Cara berpikir mereka yang sederhana membuat mereka tidak peduli dengan belum adanya aturan pelaksana atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait pencalonan dalam pilkada. (mzw)

No comments:

A r s i p