Sunday, August 19, 2007

Tantangan Republik Konstitusional

BENNY K HARMAN

Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah pernyataan mengenai kemerdekaan Indonesia. Peristiwa itu menandai terbentuknya Republik Indonesia melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI yang menghasilkan presiden dan wakilnya untuk menjalankan pemerintahan serta UUD 1945 sebagai piagam pendirian RI.

RI yang didirikan adalah republik konstitusional. Pertama, selain dibentuk atas dasar sebuah proklamasi, yang terpenting adalah atas dasar hukum yang bernama UUD 1945. UUD inilah yang melegalkan keberadaan RI.

Kedua, republik konstitusional tidak hanya berurusan dengan ketatanegaraan dan fungsi kedaulatan, tetapi juga mencakup fungsi pelayanan, tugas memperbaiki kondisi ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, UUD 1945 sebagai hukum tertinggi ataupun dasar hukum dalam pengaturan kewenangan, fungsi, dan tugas lembaga-lembaga negara dan mekanisme penyelesaian jika terjadi konflik seperti presiden, DPR, dan MPR, serta MA. Kedudukan presiden, parlemen, dan lembaga kehakiman bersifat sejajar.

Keempat, UUD 1945 menjadi acuan penyusunan perundang- undangan ataupun peraturan lain. Tak boleh ada UU dan peraturan di bawahnya yang melanggar UUD 1945, sebab secara hierarki konstitusi menempati kedudukan tertinggi. UU dan peraturan di bawahnya selalu disalahkan jika ada masalah hukum.

Kelima, dalam konstitusinya, republik konstitusional selalu didasarkan atas kewajiban negara (obligation of the state) untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi atau mempromosi HAM. Ketentuan ini dibutuhkan untuk menjamin aparat negara tak berbuat sewenang-wenang kepada setiap orang.

Keenam, republik konstitusional harus didasarkan konstitusi yang selalu bersifat terbuka atas perubahan dan perkembangan atau kebutuhan politik, ekonomi, dan sosial yang lebih baik pada masa kini dan masa depan (berwatak visioner). Meski terbuka, bukan berarti ia terlalu gampang untuk diubah karena implikasinya UU dan peraturan di bawahnya juga harus diubah.

Tantangan republik

Republik—dengan konstitusi yang mendasari keberadaan legalnya—kini menghadapi tantangan yang lebih kompleks.

Pertama, kelemahan konstitusi sebagai kerangka pengaturan, konsistensi, dan pencapaian tujuan tata negara, perkembangan demokrasi, pemberantasan korupsi, jaminan HAM, penataan ekonomi dan kesejahteraan umum. Sejauh ini UUD 1945 memuat 37 pasal, terlalu ringkas jika dibanding UUD Republik Demokrasi Timor Leste (170 pasal).

Kedua, republik konstitusional wajib menjamin hak-hak sipil dan politik agar tak sewenang-wenang atau membiarkan orang atau kelompok lain mengancam pelaksanaan hak-hak itu. Prinsip kesetaraan di muka hukum dan larangan diskriminasi mendasari penegakan hukum. Jaminan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya agar kemakmuran tak dinikmati segelintir orang.

Ketiga, republik konstitusional tidak boleh membiarkan UU dan isi ketentuannya ataupun peraturan di bawahnya yang tak sesuai konstitusi. Setiap ketentuan yang melegalkan diskriminasi atas dasar apa pun menjadi tantangan serius republik konstitusional. Peran aktif dan imparsial MK dan MA dalam menguji suatu ketentuan yang melanggar UUD 1945 dan UU perlu diapresiasi.

Keempat, perkembangan republik dalam hubungannya dengan otonomi daerah harus bersumber pada konstitusi. Otonomi pemerintah dan parlemen daerah harus menjadi bagian dari tujuan republik konstitusional. Harus pula dipastikan otonomi bukan untuk mempersulit kehidupan umum di daerah tersebut.

Kelima, republik konstitusional telah dikenal umum sebagai negara nasional—bukan negara bagi segolongan orang—apalagi bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika. Watak diskriminasi dan intoleransi atas dasar apa pun tak boleh diakomodasi. Perda berdasar agama menjadi masalah serius bagi republik konstitusional.

Republik konstitusional wajib menghormati dan melindungi hak setiap orang dalam memeluk agama atau kepercayaan dan menjalankan ibadah, baik secara individual maupun kolektif. Republik tak boleh memaksa seseorang atau sekelompok orang. Republik wajib menindak tegas orang atau kelompok yang mengancam atau mengganggu hak orang lain.

BENNY K HARMAN Anggota Komisi III DPR

No comments:

A r s i p