Thursday, August 30, 2007

Memperkuat Negara


Eko Prasojo

Bangsa Indonesia menghadapi masalah besar kenegaraan. Berbagai masalah muncul, mulai dari penyakit korupsi, dinamika politik yang tidak menentu, sampai buruknya aneka pelayanan dan penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu memberi pertanyaan, "mampukah kita bernegara?"

Pertanyaan ini relevan diulas karena setelah 62 tahun merdeka, ternyata Indonesia belum mampu mengatasi aneka krisis, terutama upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Negara yang kuat

Kuatnya sebuah negara memiliki aneka dimensi. Fukuyama, misalnya, membagi kekuatan negara dalam dua hal, 1) sejauh mana lingkup fungsi yang dijalankan negara. 2) Kemampuan negara merumuskan, menjalankan, dan menegakkan berbagai kebijakan yang dibuat (Fukuyama, 2004).

Dalam lingkup fungsi, pertanyaan dasar yang diajukan adalah apakah negara harus menjalankan sendiri semua fungsinya, mulai dari menyediakan keteraturan publik dan mengatasi serangan dari luar sampai regulasi industri dan redistribusi kekayaan. Dalam dimensi kekuatan/kemampuan negara, pertanyaan dasar yang diajukan adalah apakah negara berkemampuan merumuskan dan menegakkan aneka kebijakan secara konsisten, menjalankan administrasi negara secara efisien dan efektif dengan birokrasi minimal, mengontrol korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), memelihara transparansi dan akuntabilitas lembaga-lembaga negara dan pemerintah, serta, yang utama, menegakkan hukum.

Dalam praktik bernegara di Indonesia, jika menggunakan kacamata dimensi Fukuyama, negara ini dicirikan oleh lingkup fungsi yang luas, meski dengan keterbatasan kemampuan/kekuatan. Justru di sini awal dan sumber aneka persoalan, yaitu fungsi negara yang luas tidak diiringi kemampuan negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan dasar publik dan lemahnya penegakan hukum.

Negara gagal melindungi kaum miskin dan meningkatkan keadilan karena kondisi birokrasi yang tidak efisien dan tidak efektif serta hilangnya sumber kekayaan negara karena tidak terkontrolnya penyakit KKN oleh lembaga-lembaga penegak hukum. Kasus BLBI yang tidak pernah jelas terungkap amat mengindikasikan rendahnya akuntabilitas lembaga pemerintah, ketidakmampuan negara menegakkan hukum dan mengontrol KKN. Akibat yang ditimbulkan adalah kemiskinan menjadi-jadi dan ketidakadilan kaya-miskin kian meningkat.

Tiga sumber penyakit negara

Mungkin kita dapat menyebut negara ini sebagai negara kepentingan karena ukuran kebijakan dan penegakan hukum amat ditentukan oleh siapa mendapatkan apa (who gets what?). Bahkan korupsi pun dapat terjadi secara legal-formal melalui proses kebijakan yang sah. Jelas amat sulit mengurai dari mana dan bagaimana upaya kita memperkuat negara. Namun, mengetahui sumber penyakit negara, setidaknya akan membantu memberi therapy yang cocok. Saya berpandangan, sumber penyakit yang menyebakan lemahnya negara ini dapat diurai dalam tiga hal.

Pertama, lemahnya sistem politik. Bangunan sebuah negara yang kuat ditopang sistem politik yang kuat. Kini, sistem politik Indonesia sedang mengalami radang yang parah. Hal ini diindikasikan dengan perubahan paradigma dan fungsi partai politik. Partai politik tidak lagi menjadi instrumen dalam pendidikan politik, integrasi politik, dan artikulasi kepentingan.

Partai politik tidak memiliki political merit system yang kuat. Maksudnya, partai politik yang memiliki ideologi perjuangan yang jelas dan sistem kaderisasi memadai. Puncak kebobrokan sistem nilai politik ini adalah indikasi kecenderungan menjadikan partai politik sebagai "perusahaan" tempat orang mencari nafkah, memenuhi ambisi, dan kepentingan pribadi. Negara ini menjadi lemah karena bangunan partai politik yang rapuh. Pembelajaran politik terhadap masyarakat akhirnya tidak berjalan. Partai politik, yang menjadi satu-satunya tulang punggung kehidupan demokrasi, tidak diikuti penguatan political merit system dan modernisasi pengelolaan partai politik. Kekuasaan partai politik menjadi tidak terbatas. Hal ini akan mengancam keberlangsungan kehidupan negara yang demokratis dan menyebabkan political corruption dalam kehidupan bernegara.

Kedua, lemahnya penegakan hukum. Hal ini juga disorot Fukuyama untuk kuatnya sebuah negara. Sudah menjadi rahasia umum, penegakan hukum di Indonesia amat diwarnai KKN. Kesulitannya, upaya untuk memperkuat negara harus dimulai dengan menegakkan hukum terhadap aparat penegak hukum itu sendiri. Kita menyebut ini sebagai judicial corruption karena upaya pemberantasan korupsi yang terjadi dalam birokrasi dan politik justru mengakibatkan korupsi baru dalam wilayah peradilan. Jadi, korupsi memicu efek domino korupsi. Hal ini tidak saja membuat hilangnya kepercayaan dan penghormatan masyarakat terhadap hukum, tetapi juga pembiaran terus-menerus terhadap tiap pelanggaran hukum. Jika hukum sebagai rule of the game kehidupan bernegara tidak dipatuhi, fondasi apalagi yang dapat mempertahankan sebuah negara.

Ketiga, birokrasi yang kacau. Masalah ketiga adalah mesin negara yang tidak efisien, tidak efektif, korup, dan tidak sensitif. Kegagalan pembangunan sering disebabkan ketidakmampuan negara mereformasi birokrasinya. Hal sama terjadi untuk Indonesia. Birokrasi sebagai mesin negara, terkooptasi kepentingan politik sehingga dipenuhi budaya kekuasaan, bukan sebaliknya: budaya pelayanan. Kondisi ini menimbulkan korupsi dalam birokrasi (kleptokrasi). Pertautan dan perkawinan antara political corruption, judicial corruption dan bureaucratic corruption telah menyebabkan lumpuhnya fungsi negara.

Pertanyaan berikut, masih mampukah kita bernegara?

Eko Prasojo Guru Besar FISIP UI

1 comment:

Unknown said...

Saya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.

A r s i p