Tuesday, August 14, 2007

Republik Pluralis

HENDARDI

Negara Republik Indonesia yang dibentuk melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 memang dimulai dari Jakarta, lalu menyebar ke daerah.

Meski RI berdasarkan pada Bhinneka Tunggal Ika, toleransi atas keberagaman terus menghadapi masalah. Keberadaan RI dalam masyarakat Indonesia perlu diperhatikan agar selalu diletakkan sebagai republik pluralis, semua golongan dengan berbagai pandangan dan kultural dihormati dan dihargai eksistensinya.

Republik pluralis

RI bukan republik yang didasarkan kepentingan golongan. Atas fakta geografis, bangsa ini terdiri dari beragam suku, etnis, agama, golongan, warna kulit, bahasa daerah, dan gender, tersebar di pulau-pulau besar dan kecil.

Setiap orang juga bisa mempunyai pandangan sosial dan politik beragam. Semua pandangan ini sudah berlangsung sebelum republik ini dibentuk.

Berbagai golongan di masyarakat juga mencerminkan keberagaman, baik berdasar agama maupun kepercayaan berlatar budaya yang lebih tua dari kemunculan republik.

Begitu juga keberagaman golongan dalam ekonomi. Fakta menunjukkan, tak hanya ada golongan pengusaha dan pedagang, tetapi juga golongan tani, buruh, pekerja, profesi, pegawai, dan nelayan. Termasuk pertaliannya dalam relasi ekonomi regional dan internasional.

Pada dasarnya republik pluralis menghormati keberagaman tanpa mengistimewakan satu golongan pun. Ia bukan teokrasi atau pemerintahan berdasar suatu agama, tetapi menghormati semua golongan, apa pun agama atau kepercayaannya.

Republik bersifat terbuka tanpa memandang asal-usul dan warna pandangan atau keyakinan tiap orang. Kebebasan dalam menyuarakan pendapat atau pandangan harus dihormati dan tidak boleh dibatasi sejauh tidak mengganggu hak-hak orang lain.

Sikap dan perilaku intoleran atas suatu golongan atau etnis tak bisa dibenarkan. Begitu juga diskriminasi yang mengakibatkan suatu golongan dikucilkan atau direndahkan. Ini jelas menyakiti nurani atau moralitas berbangsa.

Sudah seharusnya republik memperjelas komitmennya untuk menghormati dan melindungi keberagaman. Kejelasan ini hanya tampak standar melalui komitmen hukum sehingga sikap atau perilaku intoleran dan diskriminasi harus dilarang.

Kemunduran

Kini perkembangan republik ditandai reformasi hubungan pusat dan daerah. Sejak tahun 2000 digelar desentralisasi melalui "otonomi daerah". Dengan proses ini, pemerintah dan parlemen daerah sebenarnya menikmati keuntungan politik dan ekonomi dalam mengelola daerahnya.

Namun, secara ekonomi masih terjadi eksploitasi atas sumber- sumber ekonomi di daerah sehingga menimbulkan banyak korupsi. Selain itu, tampak kemunduran yang dialami republik pluralis di daerah karena kecenderungan mengusung ketentuan suatu agama dan kedaerahan.

Aparat republik di daerah telah mengeluarkan dan memberlakukan peraturan daerah (perda) yang dikenal sebagai Perda Syariah. Lalu di daerah lain diikuti Perda Injil berdasar mayoritas penduduk suatu agama.

Keberadaan perda seperti itu bukan saja berdampak pada komunitas agama bersangkutan dan di luar komunitas itu, melainkan juga bagi kaum perempuan. Peran polisi pamong praja untuk merazia pun meningkat. Dalam praktiknya, juga tidak jarang terjadi pelecehan seksual.

Bahkan diberlakukan hukuman kejam seperti hukuman cambuk yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Kejam Lainnya, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat.

Masalah kedaerahan juga mengeras seperti ditunjukkan oleh sejumlah kasus pemekaran daerah yang ditandai kekerasan. Kasus lainnya adalah kekerasan dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Kasus-kasus berlatar agama juga kerap ditandai kekerasan. Beberapa komunitas mengalami penderitaan sebagai pengungsi karena terjadi pengusiran, perusakan tempat ibadah, dan berbagai intoleransi/diskriminasi berdasar agama. Lebih mengerikan lagi, teror bom yang membunuh sejumlah orang.

Semua perkembangan mutakhir itu menandai kemunduran republik yang seharusnya menghormati dan melindungi keberagaman. Inilah yang harus segera diatasi agar setiap orang yang berada di negeri ini dapat saling menghormati satu sama lain melalui perlindungan republik.

HENDARDI Dewan Pengurus Setara Institute for Democracy and Peace

No comments:

A r s i p