Monday, August 27, 2007

Perjuangkan Hak secara Mandiri


Masyarakat Miskin Harus Bangkit

Jakarta, Kompas - Masyarakat miskin di negeri ini harus mampu bangkit secara mandiri dan memperjuangkan sekaligus menuntut hak mereka untuk disejahterakan oleh negara. Hal itu harus dilakukan jika pemerintah dinilai tak lagi mampu membawa Indonesia bangkit.

Demikian disampaikan pengamat Indonesia asal Universitas Sydney, Australia, Max Lane, Minggu (26/8), dalam diskusi bertema "Mandiri Bangsaku-Berdaulat Negeriku", yang diselenggarakan dalam Kongres V Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia. Turut berbicara adalah Franz Magnis-Suseno dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, ahli ekonomi pembangunan Sri-Edi Swasono, dan aktivis buruh Dita Indah Sari.

Menurut Lane, kebangkitan masyarakat miskin secara mandiri baru bisa dilakukan saat mereka mampu menggerakkan diri dengan berorganisasi. Dengan jalan berorganisasi, warga miskin itu akan mampu mengawasi jalannya pemerintahan.

"Pengawasan seperti itu sangat penting. Masyarakat miskin diharapkan mampu mengorganisasi diri sehingga mereka dapat ikut terlibat dalam menentukan semua kebijakan, terutama soal akan dikemanakan atau diapakan kekayaan Indonesia ini," ujar Lane lagi.

Lane menambahkan, generasi muda intelektual Indonesia harus aktif membantu mewujudkan kemandirian seperti itu. Namun, sayangnya, sistem pendidikan di Indonesia sering kali masih belum bisa diharapkan mendukung upaya seperti itu.

Menurut Lane, sekolah dan universitas di Indonesia sengaja dibiarkan menjadi kelas dua atau kelas tiga dalam pendidikan dunia. Kondisi seperti itu disayangkan Lane, yang juga penulis buku berjudul Bangsa yang Belum Selesai (2006).

"Malah pendidikan di Australia yang banyak dibiayai miliaran dollar oleh perekonomian Indonesia. Hal itu karena ratusan ribu orang Indonesia yang mampu lebih memilih membayar sangat mahal untuk bersekolah atau berkuliah di Australia," ujar Lane.

Sebaliknya, Dita meminta pemerintah tidak melihat berbagai persoalan ketidakpuasan, yang terjadi di sejumlah daerah seperti Papua dan Aceh, sekadar melalui kacamata romantisisme nasionalisme. Hal itu muncul akibat ketidakadilan yang dibuat pemerintah sendiri selama ini.

Dita juga meminta masyarakat, terutama generasi muda, tak alergi menempuh jalur politik untuk melakukan pembenahan atas berbagai persoalan dan ketimpangan yang selama ini terjadi. Lewat jalur politik masyarakat dapat ikut melibatkan diri dalam proses pengambilan kebijakan.

"Jangan kita memilih menjauhi dunia politik yang benar, jujur, dan bersih," katanya. (DWA)

No comments:

A r s i p