Wednesday, August 29, 2007

Sulit Jadi Bangsa Besar


Masih Transisi dari Masyarakat Agraris ke Modern

Jakarta, Kompas - Hingga saat ini Indonesia masih belum mampu menjadi bangsa yang solid, besar, dan punya "mimpi besar" bersama untuk diwujudkan, seperti yang terjadi pada bangsa-bangsa lain semacam China, Jepang, dan India.

Menurut Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat, seluruh bangsa yang dicontohkannya tadi sama-sama punya kepercayaan diri serta etos kerja yang tinggi lantaran mereka masing-masing merasa menjadi bangsa pilihan.

Pernyataan itu disampaikan Komaruddin, Selasa (28/8), saat berbicara dalam diskusi "Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan dalam Kehidupan Berdemokrasi" yang digelar Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Tembok Besar China dibangun ratusan tahun oleh dinasti yang berbeda-beda. Pembangunannya bisa berkesinambungan karena bangsa China sama-sama punya mimpi besar untuk diwujudkan. Begitu juga Jepang yang menyatakan bangsanya keturunan Dewa Matahari," ujar Komaruddin.

Menurut Komaruddin, bangsa Indonesia masih hanya sebatas mampu bernegara, namun dengan kemampuan membangun bangsa (state building) yang terus bermasalah. Belum lagi soal rasa keindonesiaan yang terbilang rapuh. Akibatnya, dalam bernegara, Indonesia seolah tidak punya agenda yang jelas.

Komaruddin juga menyayangkan sikap masyarakat yang masih selalu mengacu pada masa lalu. Akibatnya, tanpa sadar mereka alpa, tidak pernah memikirkan bagaimana cara untuk bisa bertahan hidup (survive) di tengah persaingan global.

Kondisi itu diperparah dengan kenyataan bangsa Indonesia masih bermental agraris yang individual dan komunalistik, sementara pada saat yang sama bangsa Indonesia juga harus hidup di era globalisasi dan informasi. Untuk bisa bertahan, bangsa Indonesia harus mampu hidup dalam suatu jaringan kerja yang mensyaratkan adanya kepercayaan, keterampilan, dan wawasan global.

Masih transisi

Berbeda dengan Komaruddin, Siswono Yudo Husodo, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), menilai, bangsa Indonesia masih dalam masa transisi dari suatu masyarakat pedesaan, agraris, tradisional, dan paternalistik menjadi masyarakat perkotaan, industri dan jasa, modern, serta demokratis.

"Kita patut menghargai berbagai kemajuan yang telah dicapai 10 tahun terakhir. Indonesia mengalami perubahan luar biasa dalam banyak hal, seperti demokratisasi dan transparansi," katanya.

Namun begitu, Siswono mengingatkan, proses demokratisasi tetap tidak akan berhasil tanpa diikuti kemampuan negara menyetarakan warga negaranya, terutama secara ekonomi.

Sedangkan rohaniwan Benny Susetyo, yang menjadi peserta diskusi, menekankan persoalan utama yang dialami sekarang adalah tidak adanya jaminan kesamaan dalam memperoleh kesempatan di kalangan berbagai suku bangsa di Indonesia. Hanya suku tertentu saja yang punya kesempatan lebih besar. (DWA)

No comments:

A r s i p