Tuesday, August 28, 2007

PAN dan Beban Pluralisme


Cetak E-mail

Oleh: Asep Purnama Bahtiar

Partai Amanat Nasional (PAN) pada 23 Agustus 2007 ini memasuki usia yang ke-9. Sebuah usia yang masih sangat belia kalau dibandingkan dengan partai politik yang lahir di era Orde Baru, seperti PPP, Partai Golkar, dan PDI.

Namun begitu, keberadaan dan prestasi sebuah partai politik tentu bukan sekadar diukur dari umurnya yang sudah tua, tetapi juga dari kinerja dan kontribusinya yang signifikan bagi bangsa ini. Dibandingkan dengan partai-partai politik lainnya, baik yang berwajah lama maupun baru, PAN mempunyai karakteristik tersendiri yang bisa menjadi keunggulan daya saing. Pertama,PAN lahir di era reformasi dan pertama kali diketuai Amien Rais, sang lokomotif reformasi. Kedua, PAN mengusung ideologi pluralisme ketika banyak partai politik yang masih berkutat pada ideologi sektarianisme dan primordialisme atau berlindung di bawah kekuatan ormas keagamaan.

Dalam konteks sosial politik, secara umum pluralisme menggambarkan masyarakat dengan kekuatan politik yang disebar di antara kelompok yang berbeda (Craig Calhoun, 2002). Menurut Kuntowijoyo (1997), dalam Pancasila disebutkan ìPersatuan Indonesiaî—bukan kesatuan Indonesia—artinya bahwa keragaman itu diakui, pluralisme bukan melting pot. Pluralisme berarti bahwa semua daerah, semua tradisi, dan semua kebudayaan patut dilestarikan dan dikembangkan.

Ideologi Pluralisme?

Agaknya besar kemungkinan daya saing yang dimiliki partai ini tidak dikelola secara optimal oleh elite PAN, baik di pusat maupun daerah sehingga dalam dua kali pemilu (1999 dan 2004) partai politik yang dideklarasikan oleh tokoh-tokoh lintas agama dan kelompok ini tidak berhasil meraih dukungan dan suara yang mayoritas. Sekarang, sekiranya masih banyak peluang, sudah saatnya PAN melakukan koreksi ke dalam untuk melakukan pembenahan dan penataan ulang yang strategis.

Banyak masalah dan agenda partai yang tidak mendapatkan perhatian dan sekaligus penanganan yang serius oleh para elite dan pimpinan PAN. Karena terabaikan terus, secara internal PAN sendiri mengalami kerapuhan identitas dan secara eksternal menunjukkan kegamangan dalam bersikap. Dalam hal ini, akar masalahnya,menurut hemat saya, terletak pada lemahnya penyikapan dan respons kreatif terhadap ideologi pluralisme. PAN belum berhasil (jika tidak dikatakan telah gagal) dalam mengusung dan memanifestasikan ideologi pluralismenya kepada masyarakat luas.

Padahal, salah satu ide awal dan latar belakang berdirinya PAN adalah kesadaran tentang Indonesia yang majemuk atau plural— Bhinneka Tunggal Ika. Karena mengusung ideologi pluralisme, tidak heran jika kehadiran PAN waktu itu memperoleh perhatian yang apresiatif dari berbagai kalangan dan kelompok masyarakat yang berbeda-beda dalam agama, budaya, profesi, dan sebagainya. Dengan pluralisme yang diusungnya, PAN merupakan partai yang terbuka dan inklusif untuk semua komponen bangsa ini. Seperti yang pernah diungkapkan Amien Rais (1999), PAN adalah sebuah partai dengan wajah Indonesia, wajah yang majemuk, yang bersumberkan pada moral keagamaan dan kemanusiaan.

Kemajemukan dan inklusivitas inilah yang terabaikan dan tidak memperoleh program tindak lanjut yang konkret dan strategis dari pengurus dan elite PAN. Sebab, ideologi pluralisme ini memerlukan penerjemahan dan penafsiran yang tepat pula ketika harus berhadapan dengan persepsi yang majemuk dari masyarakat dan konstituen PAN yang plural. Dalam kenyataannya, ideologi pluralisme ini tidak diberi sentuhan transformatif sehingga di dalam tubuh PAN sendiri kemudian mengalami kontroversi dan polemik yang tidak produktif.

Sebagai contoh, di kalangan pimpinan dan kader PAN yang muslim, tidak sepenuhnya bisa membangun kesadaran di lingkungannya sendiri, agar umat Islam tidak perlu alergi atau merasa risih ketika harus berinteraksi dengan nonmuslim dalam sebuah partai politik yang bernama PAN. Begitu juga dengan pimpinan dan kader PAN nonmuslim, mereka tidak intensif untuk merekrut dan mendulang dukungan dengan semangat pluralisme dari kelompok dan komunitasnya untuk terlibat membesarkan partai bersama saudara-saudaranya yang Muslim. Keengganan seperti ini bukan saja tidak mendorong sosialisasi PAN ke masyarakat luas, tetapi juga mempersulit agregasi kepentingan publik secara luas dan kemudian mempersempit captive market politiknya di waktu pemilu.

Relasi dengan Muhammadiyah?

Nonsektarian dan nondiskriminatif dalam pluralisme semestinya menjadi semangat kebersamaan dan konsolidasi partai ketika masing-masing pihak yang majemuk di tubuh PAN harus melakukan interaksi dan komunikasi politik. Pluralisme dengan prinsip nilai yang terbuka dan merangkul semua golongan secara bijak dan cerdas, sebetulnya merupakan sumber daya yang luar biasa bagi PAN. Namun sayang, karena tidak memperoleh emphasis dalam takaran yang tepat, pluralisme di tubuh PAN itu malah menjadi beban.

Akhirnya, disadari atau tidak, PAN kemudian secara perlahan seolah memojokkan diri dalam skup dukungan yang sempit dan tertutup. Ketidakmampuan dalam menjelaskan pluralisme kepada publik secara efektif dan bersahaja ini kemudian diperkeruh dengan persepsi dan sikap yang dibangun untuk selalu mengaitkan diri dengan Muhammadiyah. Hingga sekarang, masih ada mispersepsi tentang hubungan PAN dengan Muhammadiyah, yang oleh banyak kalangan sering dianggap sama kasusnya seperti antara PKB dengan NU. PAN dianggap sebagai partai yang didirikan oleh PP Muhammadiyah, dan karena itu menjadi partai politik yang resmi bagi warga Muhammadiyah.

Padahal, berdirinya PAN itu tidak ada hubungan ideologis dan organisatoris dengan Muhammadiyah. Berdirinya PAN sejak awal lebih banyak didesain oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), PPSK Yogyakarta dan Kelompok Tebet. Nama-nama seperti Goenawan Mohammad, Albert Hasibuan, Zumrotin, Nursyahbani Katjasungkana, dan Ismed Haddad adalah sebagian dari MARA. Sementara dari PPSK, antara lain diwakili oleh Mohtar Mas’ud, Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud MD.

Kemudian, kelompok Tebet diwakili oleh Amin Aziz, Dawam Raharjo, AM Fatwa, Abdillah Toha dan AM Lutfi. Jadi, gagasan dan rintisan untuk mendirikan PAN sesungguhnya tidak memiliki relasi apapun dengan Muhammadiyah. Jika banyak pimpinan dan warga Muhammadiyah yang tertarik dengan PAN, itu lebih karena daya tarik Amien Rais sebagai tokoh reformasi dan mantan Ketua PP Muhammadiyah. Karena itu, andaikata tetap dianggap ada relasi, hubungan tersebut lebih tepat disebut sebagai pilihan politik sebagian pimpinan dan warga Muhammadiyah dalam mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya.

Isu dan opini yang dikembangkan bahwa PAN adalah partai politiknya Muhammadiyah itu adalah kontraproduktif dengan inklusivisme dan pluralisme yang diusung PAN. Hal ini juga akan mendiskreditkan sifat dan identitas politik PAN yang menjunjung tinggi keterbukaan, kemandirian, kemanusiaan, dan kemajemukan. Elite dan pimpinan PAN harus menyadari hal ini agar punya berbagai akses untuk menjaring massa dan konstituen yang lebih luas serta lebih banyak dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat secara lintas agama, lintas suku, dan lintas etnis. Kalau hanya berkutat di Muhammadiyah, selain menyempitkan diri dan tidak konsisten dengan pluralisme, juga di Muhammadiyah sendiri aspirasi politik warganya beragam, tidak cuma memilih PAN.

Pamungkas, di usianya yang ke-9 ini PAN harus segera melakukan transformasi ideologis, bahwa pluralisme dan inklusivisme dalam berpolitik sudah urgen menjadi kesadaran berpolitik semua pimpinan, kader, dan anggota PAN di semua tingkatan. Kesadaran ini bukan sekadar dalam ranah pemahaman kognitif, tetapi juga pada sikap dan kebijakan politik yang rela berbagi untuk menjadi payung kemajemukan di Indonesia. Kesadaran inilah yang menjadi bagian dari pluralisme aktif-dinamis sehingga bisa menjadi daya bagi PAN untuk konsolidasi demokrasi, bukan sebagai beban. (*)

Asep Purnama Bahtiar
Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

1 comment:

Unknown said...

Saya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.

A r s i p