Sunday, August 26, 2007

Jaksa Agung Minta Bantuan BPKP


Hendarman Bantah Ada Uang Pengganti yang Raib

Magelang, Kompas - Jaksa Agung Hendarman Supandji akan meminta bantuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk mengaudit dana pengganti dari para terpidana korupsi. Hal itu diperlukan untuk memperoleh data lebih akurat tentang uang kerugian yang harus disetorkan kepada negara.

"Selama ini, uang pengganti kerugian yang sudah disetorkan kepada negara mencapai Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun. Namun, kalau kemudian ada yang meragukan dan mengatakan uang itu belum seluruhnya diterima Departemen Keuangan, ya mari kita buktikan saja melalui proses audit," kata Hendarman seusai acara turnamen golf di Kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (25/8).

Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jumat, meminta Kejaksaan Agung menyusun dan membuat laporan yang transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas agar tidak terjadi korupsi ganda dalam pengelolaan dana pengganti dan uang kerugian (Kompas, 25/8).

Menurut Hendarman, pendataan dana pengganti kerugian negara oleh pihak kejaksaan menunjukkan nilai nominal yang lebih tinggi daripada Departemen Keuangan. Namun, dia sendiri tidak bisa menyebutkan secara pasti karena angkanya masih terus berubah-ubah.

Penerimaan dana pengganti dari para terpidana itu, kata Hendarman, semestinya tidak dipertanyakan kepada kejaksaan karena uang tersebut langsung dibayarkan terpidana ke kas negara. "Seharusnya, yang dipertanyakan kepada kami adalah uang yang masih dalam proses penagihan atau belum ditagih," paparnya.

Hingga saat ini, kata Hendarman, masih ada dana pengganti sekitar Rp 4 triliun yang belum dibayar ratusan terpidana korupsi di Indonesia. Dana tersebut kini masih terus ditagih oleh pihak kejaksaan.

Hendarman juga membantah tuduhan adanya uang pengganti yang raib di tangan kejaksaan. Dalam setiap kasus, menurut dia, memang tidak semua uang pengganti mampu dibayar terpidana. "Sisa uang pengganti yang tidak mampu dibayar itu akhirnya diganti dengan tambahan hukuman penjara bagi terpidana sehingga uang pengganti itu memang terkesan hilang begitu saja," paparnya.

Perkuat SPI

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyambut baik respons yang diberikan pemerintah, dan berharap peranan melalui Wakil Presiden dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat memperkuat Satuan Pengendalian Internal (SPI) yang dimiliki Kejagung melalui inspektorat jenderal atau pengawasan internal lainnya. "Yang perlu dibangun dan diperkuat Kejagung adalah SPI mengenai keuangan negara Kejagung, khususnya pengelolaan dana pengganti dan ganti rugi dari para pelaku korupsi yang telah divonis pengadilan. Untuk tenaganya, harus diambil dari BPKP karena memang tugas BPKP adalah membantu departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen untuk mengawasi keuangan," ujar anggota BPK, Baharuddin Aritonang, Sabtu.

Menurut Baharuddin, sesuai dengan UUD 1945 dan undang-undang yang berada di bawahnya, tugas dan peranan BPKP memang seharusnya mengawasi dan bukan sebagai pemeriksa. "Kalau ikut memeriksa, BPKP akan sama seperti BPK, justru dengan memeriksa akan terjadi audit ganda. Apa yang sudah diaudit BPK akan diaudit lagi oleh BPKP, begitu sebaliknya. Ini jelas sebuah sistem yang kurang baik. Tugas BPKP seharusnya mencegah secara dini agar saat dilakukan audit oleh BPK, departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen benar menyusun laporan keuangannya," katanya.

Ubah mekanisme

Penasihat hukum sejumlah terpidana korupsi, OC Kaligis, Sabtu, mengusulkan agar mekanisme pembayaran diubah demi menghindari korupsi ganda dalam pengelolaan uang pengganti.

Pemerintah diminta untuk menyediakan rekening khusus atas nama Menteri Keuangan agar terpidana dapat melakukan pembayaran uang pengganti secara langsung.

OC Kaligis menjadi kuasa hukum sejumlah terpidana korupsi, seperti Probosutedjo, Beddu Amang, dan Tabrani Ismail.

Dalam putusan Mahkamah Agung, Probosutedjo dihukum membayar uang pengganti Rp 100,9 miliar, sedangkan Beddu Amang wajib membayar Rp 5 miliar. Realisasinya, Probosutedjo sudah membayarkan uang tersebut melalui rekening Menteri Kehutanan melalui transaksi Real Time Gross Setlement di PT Bank Mega Tbk Cabang Gani Jemat Plaza.

Beddu Amang pun telah melunasi uang pengganti secara berangsur. Namun, dalam pemeriksaan BPK, Beddu Amang masih memiliki tunggakan uang pengganti Rp 5 miliar (Kompas, 22/8).

Menurut OC Kaligis, kliennya, Beddu Amang, memang benar sudah melunasi uang tersebut. "Silakan dicek," ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah kalangan meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi turut mengusut kejaksaan terkait dengan persoalan tersebut.

Namun, OC Kaligis menolak usulan tersebut. Ia lebih setuju jika penelusuran uang pengganti dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Praktisi hukum lainnya, Frans Hendra Winata, mengatakan, tidak jelasnya pengelolaan uang pengganti menjadi indikator tidak adanya tata kelola pemerintahan yang baik.

Menurut Frans Hendra Winata, sistem pengelolaan uang pengganti harus dibenahi sehingga transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. (egi/har/ana)

No comments:

A r s i p