Friday, August 17, 2007

Presiden Bukan Orang Jawa?

Sumber: Rakyat Merdeka, 27 November 2006

Penulis: Denny JA
Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia/LSI
dan Lembaga Studi Demokrasi

KETIKA presiden di Indonesia dipilih langsung, mungkinkah terpilih presiden yang bukan berasal dari Jawa? Pertanyaan ini sering ditanyakan terutama setelah heboh pernyataan Jusuf Kalla bahwa ia belum memikirkan mencalonkan diri jadi presiden karena ia bukan orang Jawa. Kita tak tahu apakah wartawan itu salah kutip atau tidak, tapi isu presiden harus orang Jawa semakin menjadi keyakinan.

Opini publik selalu mungkin berbeda dengan aturan konstitusi. Di Amerika Serikat, misalnya, tak ada larangan orang kulit hitam menjadi presiden. Namun dalam sejarah pemilihan presiden yang sudah lebih dari seratus tahun, memang di AS tak pernah terpilih presiden yang kulitnya hitam.

Di Indonesia pun, tak ada satu pasal pun dari konstitusi yang melarang orang bukan Jawa menjadi presiden. Namun dengan populasi orang Jawa yang mayoritas, mungkinkah presiden yang bukan berasal dari Jawa terpilih?

Tak ada lain cara menjawab hal itu kecuali melakukan survei populasi dari Aceh sampai Papua secara akurat. Berkali-kali, Lingkaran Survei Indonesia menguji latar belakang sosiologis calon presiden. Seberapa jauh latar belakang itu berpengaruh.

Kami mengerjakan survei terakhir dengan tema itu, bersama tema lain, di awal tahun ini, 2006. yang diuji tak hanya latar belakang etnis saja, tapi juga agama dan profesi. Misalnya pemilih ditanya, apakah mereka mempermasalahkan presiden yang bukan Jawa, atau yang bukan Islam, atau yang bukan militer, yang bukan pengusaha.

Hasilnya cukup menarik. Mayoritas pemilih Indonesia tidak mempermasalahkan latar belakang profesi. Apakah calon itu militer atau sipil, pengusaha atau bukan pengusaha, politisi atau ulama, itu semua tidak menjadi masalah.

Mayoritas pemilih juga tidak mempermasalahkan latar belakang etnis. Mereka tidak menjadikan unsur etnis sebagai penghalang, orang Jawa atau bukan Jawa. Data itu cukup menarik, bukan hanya orang non-Jawa yang tidak mempermasalahkan capres tak berasal dari Jawa. Bahkan pe­milih Jawa pun tak mempermasalahkan jika capres tidak berasal dari Jawa.

Presiden harus orang Jawa ternyata hanya mitos saja. Kepercayaan yang sudah hidup lama di kalangan elit ini tidak punya dasar yang kuat dalam benak mayoritas pemilih Indonesia.

Namun ini tidak berarti mayoritas pemilih Indonesia inginkan presiden dari luar Jawa. Yang benar, mayoritas Indonesia tidak mempermasalahkan latar belakang etnis calon presiden, dari Jawa atau bukan dari jawa. Pernyataan ini perlu diklarifikasi mengingat pernyataan saya pernah salah dikutip sehingga menimbulkan impresi yang salah juga.

Namun pemilih Indonesia masih mempermasalahkan agama. Mayoritas pe­milih tetap menginginkan capres beragama Islam. Dari semua latar belakang sosiologis, tampaknya hanya agama yang masih menjadi persoalan. Walaupun tidak dilarang dalam konstitusi Indonesia, sulit membayangkan capres non-muslim dapat terpilih dalam pe­milihan langsung di Indonesia. Sebagaimana sulit membayangkan capres kulit hitam bisa terpilih dalam pemilu demokratis di AS. Ini adalah fakta dan tak berhubungan sama sekali dengan SARA.

Kembali ke pertanyaan semula, mungkinkah capres yang bukan berasal dari Jawa terpilih di Indonesia? Jawabnya, mungkin saja. Ini berita bagus buat capres dari luar Jawa: Jusuf kalla, Akbar Tanjung, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan lain-lain.

No comments:

A r s i p