Saturday, August 18, 2007

Nasionalisme di Tengah Globalisasi

  • Oleh Saman Kadarisman

GLOBALISASI informasi adalah keniscayaan yang tak terelakkan. Dalam perspektif nasionalisme, globalisasi informasi menawarkan beragam pengaruh yang potensial berdampak memperlemah atau memperkuat nasionalisme.

Agar dampak potensial itu terkelola dengan baik, dalam arti semakin memperkaya dan menguatkan nasionalisme, dibutuhkan cara pandang yang tepat dari setiap individu warga negara dalam bingkai pemaknaan yang benar tentang kepedulian sosial dari segenap elemen bangsa.

Menhan RI, Juwono Sudarsono mengutip pemikiran Bung Karno mengungkapkan, dalam konteks abad ke-21 kita tetap menerapkan nasionalisme dengan prinsip dasar sikap yang terbuka, percaya diri, dan berlandaskan Pancasila.

Di berbagai kesempatan, Presiden Susilo Bambang Yudoyono berulangkali menegaskan bahwa empat prinsip dasar nasionalisme Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Itulah, sesungguhnya paradigma cara pandang kita dalam menyikapi globalisasi informasi. Menjelang HUT Kemerdekaan RI 2007 ini, sangat relevan mengkaji kedua fenomena menarik itu sebagai bahan kontemplasi.

Penulisan artikel ini juga dilatarbelakangi oleh sinyalemen sementara orang tentang perlunya membangkitkan kebanggaan nasional. Langkanya kebanggaan nasional, diduga kuat akibat melemahkan nasionalisme. Padahal, nasionalisme sangat dibutuhkan sebagai sumber energi dahsyat dalam menaklukkan semua jenis tantangan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan.

Ide Demokrasi

Dengan nasionalisme, negara menjadi milik seluruh rakyat, yang bertujuan mewujudkan eksistensi politik dan otonomi menentukan nasib sendiri yang seluas-luasnya melalui pemerintahan sendiri yang utuh. Dengan begitu, ide nasionalisme tidak bisa dipisahkan dari ide demokrasi. Suatu negara dianggap nasional bila pembentukannya dirangsang oleh suatu kesadaran nasional yang demokratis.

Sinyalemen melemahnya nasionalisme merupakan kritik konstruktif, berhubung banyak implementasi agenda nasional harus diakui berjalan lamban atau sebagian tidak tepat sasaran. Tidak diragukan bahwa globalisasi informasi yang mendesakkan transparansi, berimplikasi kepada lautan wacana yang tak terhingga luasnya. Implikasi itu hampir tak tertolakkan dan tak terelakkan oleh siapa pun yang secara signifikan memengaruhi kecepatan pelaksanaan agenda nasional.

Dampak globalisasi informasi, secara fisik mudah ditemui di sekitar kita. Di antaranya yang menonjol adalah fenomena meningkatnya konsumerisme, pragmatisme, sekulerisme, gaya hidup (lifestyle), dan budaya populer.

Nasionalisme Simbolik

Globalisasi informasi memang potensial menyebabkan memudarnya kecintaan dan penghargaan terhadap bangsa sendiri. Hal-hal yang berkaitan dengan simbol-simbol kenegaraan menjadi tidak penting lagi. Kasih sayang sesama anak bangsa menjadi perilaku langka. Kesetiaan kepada negara hanya menjadi sumpah jabatan tanpa makna. Lebih-lebih ketika melihat bangsa lain tampak lebih hebat.

Pendek kata, globalisasi informasi telah membikin kabur makna nasionalisme. Yang ada kemudian hanya nasionalisme simbolik yang kering makna dan aplikasi. Oleh karena itu, masalah-masalah yang seharusnya sudah "selesai" seperti persatuan nasional, dan kekhasan bangsa, yang menjadi bagian dari cita-cita nasionalisme, dewasa ini kembali mengemuka dan menjadi wacana publik.

Dalam konfigurasi intensitas dampak yang berbeda bagi kalangan masyarakat yang berbeda, posisi kepedulian sosial menjadi bernilai sangat strategis. Meski kedengaran simpel untuk dipahami, sesungguhnya kepedulian sosial tidak mudah diimplementasikan.

Dalam perspektif mengantisipasi dampak globalisasi informasi, kepedulian sosial mewujud dalam bentuk sikap kebersamaan, misalnya, untuk patuh termasuk saling mengingatkan untuk tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bagian penting dari rules of the game dalam kita berbangsa dan bernegara.

Berbasis kepedulian sosial, setiap individu warga negara selalu terbuka dan bersedia untuk mendengar dan menerima nasihat yang bijak dari siapa pun. Dengan kepedulian sosial yang tinggi akan memperkaya makna kebersamaan dan kekompakan kita sebagai sebuah bangsa, yang pada gilirannya akan menimbulkan kebanggaan nasional. Marilah kita sering berseru: "Kita bangga menjadi Indonesia". Mudah dan tak butuh banyak energi. Dampak psikologisnya, yakinlah akan terasa di kemudian hari. Selamat merayakan HUT Ke-62 RI.(68)

--- Drs Saman Kadarisman, kepala BIKK Provinsi Jawa Tengah.

No comments:

A r s i p