Saturday, August 18, 2007

Jurang Kepercayaan antara Masyarakat dan Politisi di Negara-negara Demokrasi Barat Modern

(Kumpulan Penulis)

Kumpulan artikel yang diambil dari Occasional Paper Friedrich-Naumann-Stiftung yang berisi kumpulan tulisan pada pakar demokrasi Eropa. Permasalahan yang dibahas di dalam artikel-artikel ini adalah seputar politik, ekonomi, dan sosial Eropa.

Sepenggal dari kumpulan artikel tersebut adalah seperti berikut:

Selama beberapa tahun terakhir ini, diskusi politik di negara-negara demokrasi barat modern didominasi oleh sentimen-sentimen yang meluas tentang adanya suatu “krisis politik.” Partai-partai politik, kelas politik, sistem politik, politik sendiri dan dengan demikian mungkin bahkan demokrasi itu sendiri semakin banyak diserang oleh para kritikus berpengaruh dari kalangan akademis maupun pers, dan oleh banyak orang-orang luar yang beraliran populis maupun oleh pendatang-pendatang baru di pentas politik. The Time Mirror Center for The People and the Press di Washington (1994) menerbitkan sebuah penelitian mutakhir tentang suasana politik saat ini di Amerika Serikat dengan disertai komentar berikut; “Para pemilih Amerika marah, hanya memperhatikan diri sendiri, dan secara politis tidak berakar. (...) Rasa frustasi para pemilih terhadap sistem politik terus bertambah, demikian pula sikap permusuhan terhadap media. (...) Ribuan wawancara dengan para pemilih Amerika selama musim panas ini tidak memperlihatkan arah yang jelas dalam pemikiran politik masyarakat kecuali adanya frustasi terhadap sistem saat ini, dan suatu keinginan yang menggebu untuk menemukan solusi dan arah-arah politik alternatif. (...) Masyarakat juga semakin terpolarisasi dalam hal isu-isu kebijakan sosial dan perubahan budaya. Meningkatnya sikap tidak peduli terhadap masalah-masalah kaum miskin dan minoritas, kebencian terhadap kaum imigran, dan meningkatnya sikap sinis terhadap apa yang dapat dicapai oleh program-program pemerintah menandai sikap masyarakat yang telah berubah. ”New York Times Magazine tertanggal 16 Oktober 1994, dalam komentarnya tentang kampanye pemilihan Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, menemukan kemarahan yang lebih mendalam dan perpecahan lebih besar dalam suatu kampanye yang “bukan dimeriahkan oleh satu isu tertentu malainkan oleh suasana muram dan kesal.” Dan sebuah artikel tentang “Pemilihan Amerika yang Marah” di dalam U.S News & World Report, yang mengomentari kemungkinan hasil dari pemilihan Anggota Kongres dan Para Gubernur pada musim gugur ini, menyimpulkan: “Para pemilih begitu marah tahun ini, sehingga mereka kelihatannya siap untuk menyingkirkan orang-orang yang menduduki jabatan saat ini, dan menggulingkan sistem yang ada.”

Bagi orang-orang Eropa Barat, perasaan kelesuan, ketidakpastian dan kegelisahan yang mendalam seperti yang terungkap dalam kata-kata tersebut secara umum terasa dekat namun membuat mereka ngeri. Seperti di Amerika Serikat, sinisme dan apati para pemilih di Eropa Barat menjadi ciri utama dari budaya politik. Seperti di Amerika Serikat, politik di Eropa Barat semakin didominasi oleh suasana kebencian dan keterasingan. Mayoritas warganegara di Eropa Barat tidak lagi mempercayai lembaga-lembaga politik, yang dalam anggapan mereka pada umumnya hanya memperhatikan kepentingan lembaganya, tidak tanggap terhadap gagasan-gagasan dan keinginan masyarakat umum, dan pada umumnya tidak mampu mencetuskan atau melaksanakan solusi-solusi yang masuk akal bagi masalah-masalah yang paling mendesak di dalam masyarakat. Gempa-bumi politik yang baru-baru ini terjadi di Italia, Austria dan – apabila kita mengakui pandangan bahwa dari segi budaya politik tetangga Amerika Serikat di bagian utara ini lebih bersifat Eropa dari orang-orang Amerika sendiri – di Kanada, telah menunjukkan dengan jelas bahwa sentimen ini bisa membawa dampak yang dramatis terhadap negara-negara demokratis Barat maju. Kemunculan dan kemudian keberhasilan tokoh-tokoh populis baik sayap kiri atau kanan dalam sistem-sistem politik yang begitu berlainan seperti di Amerika Serikat (Ross Perot), Italia (Umberto Bossi, Silvio Berlusconi), Kanada (Preston Manning), Perancis (Jean-Marie Le Pen, Philipe de Villier, dan Bernard Topie) atau Austria (Joerg Haider) menunjuk sejauh mana semua negara demokrasi Barat maju dihadapkan pada masalah-masalah dan tantangan-tantangan serupa. Dengan demikian, pembahasan berikut ini tentang dimensi keterasingan politik di negara-negara demokrasi Barat maju juga dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa pandangan tentang keunikan dan/atau kekhususan nasional (misalnya, ”ini adalah fenomena khas Amerika, Kanada, Eropa”) lebih merupakan hasil dari ketidaktahuan, dan bukan didasarkan pada kenyataan empiris.

Bagian pertama dari esai ini memusatkan perhatian pada masalah keterasingan politik. Saya mengambil bukti-bukti empiris dari berbagai negara demokrasi Barat untuk menunjukkan bahwa selama beberapa tahun terakhir ini, keterasingan politik telah menjadi ciri umum dari kebanyakan negara demokrasi Barat maju. Bagian kedua mencoba memberi penjelasan atas meningkatnya keterasingan politik selama dekade terakhir ini. Penekanan yang saya berikan terutama pada transformasi sosio-ekonomi dan sosio-budaya dari masyarakat-masyarakat Barat modern, yang dicirikan sebagai sebuah pergeseran dari masyarakat industri ke masyarakat pasca-industri. Dalam bagian terakhir, saya akan mencoba menyusun beberapa kesimpulan praktis dari analisis saya. Inti pembahasannya adalah bahwa mengingat transformasi struktural yang dialami negara-negara demokrasi Barat maju, partai-partai politik harus mengembangkan strategi-strategi pemasaran yang baru agar bisa menarik selera dan gaya-hidup kebudayaan-kebudayaan baru. Kemungkinan bagi partai-partai liberal klasik akan tergantung pada kemampuan mereka untuk secara meyakinkan mengartikulasikan suatu program yang menggabungkan dukungan kuat terhadap pasar dengan suatu posisi libertarian yang kuat.

No comments:

A r s i p