Sunday, August 19, 2007

Jangan Ubah Konsensus Bernegara

Bentuk NKRI Sudah Final

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, empat konsensus dasar dalam kehidupan bernegara, yaitu Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika akan tetap dipertahankan di era globalisasi dan era transformasi yang penuh tantangan.

Pemikiran untuk mengganti empat konsensus dasar itu oleh siapa pun dan kelompok apa pun tidak akan diberi tempat dalam kehidupan bernegara. Empat konsensus yang dirumuskan para pendiri bangsa telah menjadi empat pilar penyangga tegak berdirinya Republik Indonesia dan hal itu sudah final.

"Kita tidak ingin Pancasila dan UUD 1945 disakralkan karena keduanya tidak perlu disakralkan. Namun, pemikiran untuk mengganti Pancasila dengan ideologi dan dasar negara lain ataupun untuk mengubah Pembukaan UUD 1945 yang merupakan roh dan jiwa konstitusi kita tentulah tidak akan kita berikan tempat dalam kehidupan bernegara kita," ujar Presiden dalam Pidato Kenegaraan di Rapat Paripurna DPR, Kamis (16/8).

Presiden menegaskan, bentuk negara kesatuan tidak dapat digantikan dengan bentuk negara yang lain. Di tengah keragaman suku, agama, bahasa, dan budaya, Bhinneka Tunggal Ika adalah suatu keniscayaan yang tak bisa diingkari.

Mengenai kedaulatan dan keutuhan negara, Presiden menyebutnya sebagai kepentingan nasional yang tak dapat dikompromikan. "Tidak ada ruang bagi siapa pun untuk melakukan gerakan separatisme yang mengancam kedaulatan dan keutuhan negara," ujarnya.

Penegasan Presiden soal sudah finalnya empat konsensus dan penolakan terhadap separatisme mendapat pujian dan dukungan penuh dari Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Djoko Suyanto seusai rapat. "Tidak ada toleransi sekecil apa pun terhadap upaya menggoyang empat konsensus itu. Komitmen TNI untuk menjaga empat konsensus itu dan kedaulatan," ujarnya.

Namun, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Andreas Pareira, sebagai oposisi menilai, pidato Presiden tak mencerminkan realitas. "Kedaulatan kita justru terancam dari berbagai aspek," katanya.

Dia mencontohkan, ancaman terhadap kemajemukan sosial semakin hari semakin terasa akibat lemahnya penegakan hukum. Pemerintah juga membiarkan peraturan-peraturan daerah yang antikemajemukan dan menyimpang dari sistem hukum nasional.

Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Suharso Monoarfa menilai, pidato Presiden kurang menyentuh aspek penguatan demokrasi dan secara umum tak ada hal baru. "Materinya dibuat sejuk dan terkesan untuk mendinginkan suasana," katanya.

Bagi Suharso, minimnya materi politik karena bisa saja Presiden menganggap hal itu adalah persoalan yang mesti ditanggung bersama. Namun, sekalipun demikian, semestinya Presiden menjabarkan fokus pembangunan politik. (INU/SUT/DIK)

No comments:

A r s i p