Thursday, April 17, 2008

BUDAYA TANDING

Partai Politik Besar Harus Berpikir Ulang
Kamis, 17 April 2008 | 00:58 WIB

Jakarta, Kompas - Partai politik besar perlu melakukan langkah penyesuaian strategi penggalangan massa dan perekrutan kader, terutama dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada. Fenomena budaya tanding di masyarakat memberikan sinyal bahaya, menyusul kemenangan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dalam Pilkada Jawa Barat dan sebelumnya kemenangan pasangan Ismet Iskandar-Rano Karno dalam Pilkada Kabupaten Tangerang.

Masyarakat tidak bisa digiring dalam aliran mengikuti jejaring infrastruktur partai. Mereka condong melihat wajah baru, figur alternatif. Ini bukan berarti harus artis, tetapi siapa pun yang memenuhi kriteria calon alternatif.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit dalam orasi peluncuran bukunya, Tuhan Tidak Tidur (Gusti Ora Sare): Esai Kearifan Pemimpin (Penerbit Buku Kompas, 2008), di Jakarta, Rabu (16/4).

”Putaran mesin politik sementara ini sia-sia jika dihadapkan pada perilaku pemilih. Masyarakat sedang membangkitkan potensi budaya tanding yang ada pada diri mereka. Ini sekaligus membuktikan, karakter masyarakat Indonesia secara umum adalah melodramatik,” katanya.

Peluncuran buku yang berisikan esai politik Sukardi Rinakit itu mendapat perhatian sejumlah tokoh. Mereka antara lain Sultan Hamengku Buwono X, Sjahrir, Rosihan Anwar, Budiman Sudjatmiko, mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, Kiki Syahnakri, artis Rieke Dyah Pitaloka, Hariman Siregar, dan Ratna Sarumpaet. Mereka pun memberikan pandangan atas pemikiran Sukardi dalam buku itu.

Menurut Sukardi, masyarakat kita berkarakter melodramatik, yakni suka mengharu-biru, mempunyai ingatan pendek, mudah bosan, dan cenderung mengambil sikap diametral (berlawanan). Jika pemimpin yang menjabat (incumbent) tidak berbuat baik, masyarakat akan memilih figur baru seperti yang diimpikan. Masyarakat bosan dengan penampilan.

Sukardi, yang merampungkan program doktoral (PhD) di National University of Singapore, mengatakan, melihat kasus Pilkada Jabar dan Kabupaten Tangerang, Tuhan memang tak tidur. Dalam karakter yang melodramatik itu terselip potensi perlawanan yang luar biasa. Bahkan, karakter masyarakat itu ibarat dua mata pisau.

”Oleh karena itu, parpol besar juga harus melakukan lompatan radikal, baik dalam strategi maupun perekrutan kader. Tanpa langkah itu, konsolidasi demokrasi akan bergerak lambat, lebih bersifat artifisial daripada substantif,” ujar Sukardi. Ia juga mengingatkan, pemimpin harus bisa menginspirasi rakyat. (nal)

No comments:

A r s i p