Thursday, April 3, 2008

Perseorangan, Paling Cepat Juli

Sistem Pilkada Perlu Disederhanakan
Kamis, 3 April 2008 | 01:47 WIB

Jakarta, Kompas - Calon perseorangan sebagai peserta pemilihan kepala daerah langsung diperkirakan baru dapat diakomodasi pada pilkada yang masa pendaftaran calon pesertanya sekitar bulan Juli. Kondisi ini terjadi karena Departemen Dalam Negeri maupun Komisi Pemilihan Umum harus membuat sejumlah aturan pelaksanaannya.

Demikian diungkapkan Penasihat Senior Kemitraan Ramlan Surbakti di Jakarta, Rabu (2/4). Jika revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disahkan DPR pada 1 April, pengesahannya oleh Presiden diperkirakan paling lambat 1 Mei.

Selanjutnya, Depdagri harus membuat sejumlah aturan pendukung, seperti merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Proses ini diperkirakan membutuhkan waktu setengah bulan.

Berikutnya, KPU harus membuat sejumlah aturan pelaksanaannya. Aturan ini juga harus disosialisasikan ke daerah-daerah yang akan menggelar pilkada dan kemungkinan dapat diikuti calon perseorangan. Pembuatan aturan dan sosialisasi KPU ini diprediksi membutuhkan waktu satu bulan. ”Jadi, calon perseorangan diperkirakan baru dapat ikut pilkada pada daerah yang masa pendaftaran peserta pilkadanya sekitar Juli,” kata Ramlan.

Syarat dukungan bagi calon perseorangan yang berkisar 3 persen sampai 6,5 persen dengan sebaran di 50 persen wilayah kabupaten/kota dan provinsi dinilai tidak akan memberatkan jika calon perseorangan itu memang tokoh yang dikenal luas masyarakat.

Tantangan terberat justru ada pada KPU daerah. Mereka harus memverifikasi dukungan tersebut secara cermat agar tidak ada pemberian dukungan palsu maupun pemberian dukungan ganda.

Ketua KPU A Hafiz Anshary mengakui proses verifikasi dukungan calon perseorangan akan semakin menambah berat tugas KPU daerah dan petugas verifikasi di lapangan. Selain KPU daerah, verifikasi akan dibantu Panitia Pemilihan Kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara.

”Verifikasi faktual jumlah dukungan juga akan dilakukan dengan mengambil sampel 10 persen dari jumlah dukungan yang disyaratkan,” katanya.

Kondisi itu diperparah dengan tugas tambahan KPU daerah untuk memverifikasi keanggotaan parpol untuk pemilu legislatif 2009 serta perekrutan kepengurusan KPU daerah yang baru.

Saat ini ada 20 KPU provinsi yang sedang mengadakan proses uji kelayakan dan kepatutan bagi anggota baru KPU.

Perlu disederhanakan

Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana dan Direktur Eksekutif Cetro Hadar N Gumay, yang dihubungi secara terpisah, mengingatkan, dampak percepatan pelaksanaan pilkada di sejumlah daerah (yang dimajukan karena pemilu) harus diwaspadai. Selain menambah beban kerja KPU daerah, hal itu juga akan berpengaruh terhadap tidak maksimalnya jalannya pemerintahan masa transisi.

”Secara psikologis memang merepotkan. Kepala daerah (incumbent) yang mengikuti pilkada dan ternyata kalah akan menjadi tidak semangat menyelesaikan program-programnya. Mereka akan menjalankan roda kepemimpinan ala kadarnya sehingga masyarakat juga yang akan dirugikan,” ujar Hadar.

Hasil revisi UU No 32/2004 menyebutkan, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada November 2008-Juli 2009, pilkada dilakukan paling lambat Oktober 2008. Kalau ada putaran kedua, pelaksanaannya paling lambat dilakukan Desember 2008.

Menurut Hadar, pemilihan waktu tersebut sangat pas karena hal itu dapat mengurangi beban kerja KPU. KPU hanya akan menanggung beban kerja paralel ketika harus melakukan verifikasi calon yang jumlahnya mencapai ribuan. ”Namun, waktu verifikasi bisa diatur. Jadi tidak terlalu masalah,” ujarnya.

Terkait masalah itu, Denny mengusulkan perlunya sistem penyederhanaan pelaksanaan pilkada untuk menghindari penumpukan pilkada menjelang pelaksanaan pemilu. ”Itu bisa dilakukan dengan pengaturan yang tepat sehingga tahun ketika pemilu dilakukan, tidak ada pilkada di daerah,” katanya.

Dia mengusulkan, pelaksanaan pilkada di suatu provinsi dilakukan serentak untuk memilih gubernur, bupati/wali kota, dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan kabupaten/kota. ”Kalau demikian, kan, lebih mudah untuk mengaturnya. Nanti tinggal mengatur tahun untuk pemilu nasional dikosongkan dari pilkada,” ujar Denny.

Menurut dia, sistem semacam itu akan menyelesaikan masalah penumpukan pilkada, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah pemilu. Pada Pemilu 2004, pelaksanaan pilkada (yang jadwalnya berbarengan dengan tahun pemilu) diundur pada 2005. Kali ini pelaksanaan pilkada (yang jadwalnya Januari-April) dimajukan ke bulan Oktober 2008. ”Percepatan atau pemunduran pilkada akan terus berulang setiap lima tahun sekali,” katanya.

Hadar sependapat dengan usulan tersebut. Bahkan, jelasnya, transisi untuk menggabungkan pelaksanaan pilkada di satu wilayah (provinsi) sebenarnya sudah mulai diperkenalkan di dalam UU Pemerintahan Daerah hasil revisi. Ia mencontohkan pasal yang mengatur tentang daerah yang masa jabatan kepala daerahnya bersamaan dalam 90 hari, maka pelaksanaan pilkada dapat dilakukan serempak.

”Ini memang perlu dilakukan. Selain untuk mengurangi komplikasi ketika pemerintahan transisi tidak efektif bekerja, biaya pilkada juga lebih efisien,” ujar Hadar.

Di Semarang, KPU Jawa Tengah tidak akan memperpanjang masa pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur meski revisi UU Pemerintahan Daerah membolehkan calon perseorangan ikut pemilihan kepala daerah. Alasannya, belum tertuangnya revisi itu menjadi sebuah undang-undang.

Ketua KPU Jateng Fitriyah menyampaikan hal itu seusai rapat dengan Kelompok Kerja Pencalonan di Kantor KPU Jateng, di Semarang, Selasa. Perlu waktu paling lama 30 hari untuk disahkan oleh Presiden hingga hasil revisi itu diberlakukan sebagai sebuah undang-undang.

”Ada mekanisme yang harus dilalui meski revisi tersebut disetujui DPR,” ujar Fitriyah. (MZW/ANA/A03)

No comments:

A r s i p