Thursday, April 3, 2008

TAJUK RENCANA


Kamis, 3 April 2008 | 00:52 WIB

Era Baru Calon Perseorangan

Demokrasi prosedural Indonesia kembali memasuki era baru. Pintu bagi calon perseorangan ikut bertarung dalam pemilihan kepala daerah telah dibuka.

Revisi UU Pemerintahan Daerah yang disetujui DPR untuk disahkan sebagai undang-undang mengoreksi kewenangan parpol yang selama ini memegang monopoli jalan menuju kekuasaan. Revisi undang-undang itu juga mengalihkan kewenangan sengketa pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi.

Pemerintah dan DPR yang membahas revisi UU Pemerintahan Daerah sepakat untuk memajukan jadwal pilkada. Untuk kepala daerah yang habis masa jabatannya pada November 2008 hingga Juli 2009, pilkadanya sudah harus dilaksanakan pada Oktober 2008. Persentase kemenangan calon terpilih pun ditingkatkan dari 25 persen menjadi minimal 30 persen.

Kita memahami alasan percepatan pilkada adalah agar tidak mengganggu persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2009. Dengan percepatan itu, paling sedikit hingga Desember 2009, ada 90 pilkada untuk tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang harus diajukan paling lambat pada Oktober 2008. Namun, kita mau mengingatkan, perdebatan tafsir undang-undang yang lama dan yang baru berpotensi memicu konflik, khususnya terhadap pilkada yang tahapannya sedang berjalan.

Detail dalam membahas suatu undang-undang adalah hal-hal positif, tetapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana detail pasal itu bisa diimplementasikan. Kegagalan kita mengimplementasikan pasal sedikit banyak akan menggerogoti kewibawaan hukum itu sendiri.

Keharusan melakukan verifikasi bertahap terhadap KTP sebagai syarat dukungan calon perseorangan bisa saja menjadi birokratis dan memakan waktu dan biaya. Dalam konteks itu, kita mau mengingatkan pemerintah dan KPU untuk mempersiapkan infrastruktur legal agar aturan ini bisa benar-benar diimplementasikan.

Dibukanya jalur perseorangan tak bisa dilepaskan dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan ada pelanggaran hak konstitusional terhadap individu ketika jalur menuju kekuasaan hanya melalui parpol. Partai politik adalah faktor penting dalam proses demokratisasi. Kita mengharapkan kehadiran calon perseorangan— meskipun dengan syarat yang cukup berat, seperti mengumpulkan bukti dukungan minimal 3-6,5 persen dari jumlah penduduk—bisa mendorong parpol membenahi diri agar bisa berperan optimal dalam sistem politik demokratis.

Kita mengharapkan ada dialektika antara parpol dan masyarakat sipil yang akan membentuk jaringan untuk mengusung calon perseorangan. Melalui jalur dua pintu itu, kita mengharapkan lahirnya kader pemimpin bangsa yang bukan tidak mungkin muncul dari daerah.

Ujung dari proses itu adalah bertransformasinya demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial yang membawa masyarakat pemilih ke arah kehidupan yang lebih baik. Dan, bukan semata-mata hanya sekadar perdagangan politik!

***

No comments:

A r s i p