Tuesday, April 15, 2008

Demokrasi Politik dan Ekonomi Harus Sejalan

Selasa, 15 April 2008 | 00:23 WIB

Jakarta, Kompas - Salah satu masalah dalam pembangunan demokrasi di Indonesia adalah adanya perbedaan antara kecepatan kemajuan demokrasi di bidang politik dan ekonomi. Padahal persatuan kedua bidang itu menjadi syarat terciptanya demokrasi sosial seperti yang dicita-citakan dalam UUD 1945 dan diyakini dapat menyejahterakan rakyat Indonesia.

”Dalam ekonomi yang masih berwatak kolonial, pelaksanaan demokrasi hanya akan menjadi prosedural dan dibajak oleh sekelompok elite untuk semakin memperkuat sistem kolonial. Akibatnya, demokrasi justru membuat rakyat makin sengsara,” kata pengamat ekonomi Revrison Baswir dalam diskusi bertema ”Refleksi Capaian Reformasi” di Jakarta, Senin (14/4).

Pembicara lain dalam acara yang diadakan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada ini adalah pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan Baharuddin Aritonang.

Menurut Revrison, yang harus dipikirkan adalah sejauh mana perbedaan antara negara koloni dan negara merdeka terlihat di Indonesia. ”Itu perlu dipikirkan karena Indonesia lahir dari kolonialisme yang berlangsung selama berabad-abad. Di samping itu, kolonial juga pernah secara sukarela mau menerima kemerdekaan Indonesia. Buktinya, ada perang kemerdekaan,” ujar dia.

Ekonomi Indonesia sampai sekarang masih bersifat kolonial. Kolonialisme itu sekarang hadir, misalnya, lewat Bank Dunia atau Dana Moneter Internasional.

Denny menambahkan, pelaksanaan demokrasi di Indonesia memang masih prosedural. Masalah lain yang sekarang dihadapi adalah adanya pelemahan di sejumlah komisi negara independen, seperti Komisi Pemilihan Umum. ”Pencapaian kita di demokrasi prosedural amat luar biasa, bahkan melompat jauh jika dibandingkan negara lain seperti Singapura. Tugas kita adalah mengusahakan agar demokrasi lebih bersifat substansial,” kata Denny. (NWO)

No comments:

A r s i p