Tuesday, April 8, 2008

Mencari Roh


SUKARDI RINAKIT

Di Bandung, hampir tengah malam, di tempat terpisah saya bertemu dengan Profesor Gede Raka dan Kris Biantoro.

Baik dosen ITB maupun penyanyi senior tersebut mencermati keadaan akhir-akhir ini. Secara sederhana, mereka berkesimpulan bahwa kondisi rakyat sekarang seperti sedang mencari roh. Mereka telah kehilangan roh. Dalam filosofi Kris Biantoro, etos o kuni no tame ni (semangat, kesatria, demi Tanah Air) tengah melemah.

Tentu saja yang dimaksud adalah roh keutamaan. Pada tingkat pribadi kejujuran sudah sulit ditemukan. Pada tingkat lingkungan semangat gotong royong semakin luntur. Pada tingkat nasional semangat kebangsaan merosot, kepemimpinan tampil tanpa karakter, sikap kesatria dan keteladanan menjadi langka. Bahkan ada kesan, tak ada keberpihakan pemimpin terhadap rakyat lemah yang menjadi korban perubahan. Pendeknya, tak ada yang menangis untuk rakyat miskin.

Dalam situasi seperti itu, bisa dipahami jika gerak rakyat saat ini mengikuti pijaran cahaya yang mereka kira sebagai lampu. Dalam praksis, pijaran itu adalah figur tokoh nasional. Tidak mengherankan jika ada suatu acara, semacam dialog kebangsaan yang menghadirkan tokoh nasional (terutama tokoh alternatif), antusiasme publik untuk hadir luar biasa. Suasananya, kata seorang teman wartawan, seperti panci bertemu tutup (tumbu ketemu tutup). Klop!

Partai limbung

Fenomena seperti itu terjadi di mana-mana di ranah Republik. Ini dapat dianggap sebagai cermin bening bahwa rakyat dalam impitan hidup yang sulit dan sarat ketidakpastian seperti sekarang secara naluriah mencoba mencari pegangan. Mereka mencari roh yang bisa membuat diri mereka percaya bahwa masih ada hari esok yang lebih baik. Mereka sedang mencari pemimpin.

Dugaan penulis, kebatinan publik yang hampa tersebut akan segera diikuti oleh partai-partai politik, terutama yang baru lolos verifikasi. Sama seperti rakyat, dari 24 partai yang lolos verifikasi Departemen Hukum dan HAM tersebut, sebagian besar juga akan segera limbung karena tidak mempunyai figur yang dapat mereka ”jual” kepada masyarakat. Kondisi seperti itu akan segera diikuti oleh partai-partai lama.

Sejatinya, publik saat ini menghendaki figur yang ketokohannya merupakan gabungan dari tiga karakter: tidak terlalu banyak bicara, mempunyai kewibawaan tradisional, dan tegas. Ini adalah antitesis menyeluruh terhadap kepemimpinan nasional sekarang.

Tentu tidak mudah menemukan figur tersebut. Tidak mengherankan jika porsi terbesar dari partai yang lolos verifikasi karena mereka masih limbung, akan mudah diterkam oleh kekuatan politik besar yang sudah mempunyai kandidat presiden. Diduga nasib yang sama akan dialami oleh hampir semua partai lama.

Perburuan partai itu akan menghebat mulai medio April 2008 ketika pihak-pihak yang berhasrat menjadi calon presiden dan mempunyai sumber daya politik yang kuat mulai bermanuver. Inilah paradoks partai politik kelas menengah ke bawah saat ini, terutama bagi partai yang baru lolos verifikasi.

Di satu sisi mereka limbung karena tidak mempunyai tokoh berkarakter kuat untuk diusung menjadi calon presiden. Namun, di sisi lain mereka sadar bahwa sebagai perahu politik yang mempunyai jaringan nasional, harga mereka mahal. Ada mahar yang harus diberikan sang calon presiden. Gejala seperti itu akan mewarnai perburuan partai ke depan.

Manifestasi roh

Secara hipotesis, keadaan menjadi semakin buruk jika politisi yang partainya gagal verifikasi ikut nimbrung dalam pusaran politik ini. Jika mereka kecewa dan melakukan unjuk rasa, situasi politik dipastikan akan semakin memanas. Jika mereka melakukan langkah yang lain, yaitu melakukan pendekatan kepada suatu kekuatan politik, mahar atau insentif politik akan membengkak.

Akibatnya, politik menjadi begitu mahal. Padahal praktik seperti itulah yang harus diperkecil, syukur kalau bisa dihindari, demi penghargaan pada aspirasi rakyat dan tatanan demokrasi yang lebih terkonsolidasi. Oleh karena itu, para kognitariat (civil society) harus segera keluar dari kerangkeng untuk menggemburkan ranah politik dengan cara memunculkan tokoh-tokoh alternatif.

Jika tokoh alternatif tersebut mampu didorong sehingga menduduki posisi teratas atau nomor dua dalam jajak pendapat nasional, konfigurasi politik diperkirakan bisa berubah. Semua partai, terutama partai-partai menengah, bisa tertarik kepada figur alternatif tersebut. Dialah salah satu manifestasi dari roh yang sekarang ini sedang dicari oleh rakyat. Hanya partai cerdas yang bisa menangkap roh tersebut.

No comments:

A r s i p