Thursday, April 3, 2008

Manusia Setengah Dewa (2)

Tidak lama kemudian, suster penjaga memeriksa tangan kanan, sehingga tersingkap selang-selang yang menghubungkan tubuh Gus Dur dengan mesin pencuci darah.

Setelah memastikan semuanya beres setelah satu jam mesin bekerja, yang masih membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam lagi untuk penyelesaian cuci darah secara total, suster merapikan tempat tidur beliau dan mengeluarkan radio kecil di bawah selimut beliau dan mematikannya.

Suster mungkin ingin agar tidur siang Gus Dur tidak terganggu. Ternyata kemudian dia keliru, sebab setelah radionya mati, Gus Dur lalu berbaring ke sana dan ke mari, lalu terbangun dari tidurnya. Di luar dugaan, Gus Dur segera berusaha membuka mata, menandakan bahwa beliau sudah terjaga dan menanyakan di mana radionya?

Suster kemudian menjelaskan posisi radio itu dan pengawal pun memberitahukan bahwa saya ada di ruangan untuk mewawancarai beliau sejenak. Perkenalan dan wawancara dimulai, tanpa basa-basi, walau saya belum pernah sekalipun bertemu langsung dan berkunjung ke Gus Dur.

Saya memperkenalkan diri secara singkat, hanya memberi tahu nama dan keperluan wawancara menulis disertasi tentang periode pemerintahan Gus Dur dan kaitannya dengan reformasi militer. Tampak Gus Dur menyambut secara antusias, dan saya pun segera mengajukan pertanyaan pertama. Tidak disangka, beliau, yang saya kira sedang lemah dan baru bangun tidur, dapat segera merespons pertanyaan pertama saya.

Substansi wawancara saya sendiri saya tuliskan dalam bagian lain. Di tengah-tengah wawancara saya, masuk seorang wanita keturunan Tionghoa, yang langsung menyalami Gus Dur dan memperkenalkan diri sambil meraih tangan beliau dan menyalami erat-erat beliau yang tengah berbaring.

Rupanya ia seorang dokter yang bekerja di rumah sakit ini yang menangani soal cuci darah. Mereka kemudian bercakap-cakap secara akrab sebagaimana seseorang yang tengah berjumpa dengan sahabat lama layaknya. Keakraban mereka dalam berbincang-bincang dan bergurau menandai betapa dalam dan hangatnya hubungan Gus Dur dengan berbagai kalangan minoritas di negeri ini.

Dokter itu pun bertanya sejak kapan Gus Dur harus menjalani cuci darah. Gus Dur menjelaskan sudah sejak beberapa lama belakangan ini. Dengan enteng, secara ceplas-ceplos Gus Dur bercakap, tidak ada sedikit pun rasa cemas tebersit di wajahnya. Seperti kebiasaan sehatnya, Gus Dur pun mulai beraksi membuat banyolan-banyolan di depan lawan bicaranya.

Wawancara serius saya pun terhenti sementara. Namun, tidak mengapa, sebab banyolan-banyolan beliau tidak kalah menariknya karena merupakan pula rekaman perjalanan dan pengalaman politiknya- yang masih ada hubungannya dengan riset disertasi saya. Entah dapat wangsit dari mana, tiba-tiba saja Gus Dur berguyon tentang mantan orang kuat Orde Baru, Soeharto, tokoh yang pernah menjadi mitra maupun lawan politiknya dulu. Juga berguyon tentang hubungan segitiganya dengan Soeharto dan Oom Liem (Sioe Liong), salah satu konglomerat Indonesia.

Beliau bercerita, konon Oom Liem mencari-cari Soeharto dan bertanya kepada Gus Dur tentang keberadaannya. Gus Dur yang suka iseng menjawab cari saja ke LA (Los Angeles, Amerika Serikat), karena menurutnya Soeharto ada di sana. Oom Liem yang mengira info Gus Dur serius, segera mencari Soeharto ke LA.

Di sana, Oom Liem tidak kunjung ketemu sehingga harus kembali ke Jakarta untuk menanyakannya kembali pada Gus Dur. Gus Dur lalu menjawab, "Lha, kamu cari ke mana? Di Los Angeles? Coba dong cari ke ?RE'," sambil mengeja dua huruf itu dalam lafal bahasa Inggris yang ia plesetkan seperti ?LA', yang maksudnya bukanlah Los Angeles, tetapi artis ternama tahun 70-80-an yang cantik dan pernah menurut kabar burung (namanya juga gosip) dekat dengan mantan tokoh Orde Baru itu.

Belum selesai ketawa kami dengan lelucon itu, Gus Dur sudah mulai lagi dengan guyonan lain.Yang ini bukan hal baru, tetapi tetap segar mendengarnya, karena beliau sendiri yang menyampaikannya. Gus Dur cerita, setelah beliau lengser, di Eropa bertamu ke Habibie.

Beliau ditanya Habibie tentang apa yang diomongkannya sama Presiden Castro, karena Habibie penasaran dengan kunjungan Gus Dur ke Cuba dulu. Setelah dipaksa-paksa Habibie, Gus Dur bilang bahwa beliau bercerita pada Castro bahwa empat presiden yang dimiliki Indonesia punya karakter yang aneh-aneh. Presiden pertama menurutnya adalah orang yang gila wanita.

Presiden kedua adalah orang yang gila harta, sedangkan yang ketiga, Habibie, adalah orang gila teknologi. Sementara, presiden keempat, dirinya, adalah yang bikin semua orang jadi gila! Namanya juga joke, semua celotehan beliau itu tidak perlu dianggap serius. Sekalipun bukan joke baru buat beliau, karena kami pernah mendengarnya, namun ketika diungkapkan kembali, kami tertawa terbahak-bahak.

Tampak tidak ada yang berubah dari Gus Dur, ia selalu saja lucu dengan guyonannya. Gus Dur tetap melanjutkan guyonannya sebelum bercerita ke hal yang serius, masalah politik sungguhan. Beliau bercerita, suatu waktu, saat berkunjung ke Timur Tengah, beliau membawa serta Supermie (merek mi instan produksi PT Indofood) untuk bekal makannya.

Karena sempat sempatnya beliau membawa bekal Supermie dan begitu suka dan sering makan bekalnya itu di negeri Arab, tuan rumahnya pun heran dan bertanya mengapa hal itu mesti dilakukan. Gus Dur lalu menjawab, "Saya membawa Supermie banyak dan suka makanan ini karena saya kan 'Abu Noodle (mi)' yah, masih saudara dengan Abu Mussa dan lainnya di negeri Anda!" Dari guyonan bisa saja Gus Dur mengalihkan ceritanya ke topik-topik serius.

Suatu waktu, beliau mengajak Akbar Tandjung berkunjung ke Habibie untuk menyarankan Habibie agar mundur dari kursi kepresidenannya. Entah bagaimana, Gus Dur menceritakan Akbar mau saja dan menurut sarannya, sehingga pergilah mereka berdua menghadap Habibie.

Akbar pun mengatakan pada Habibie tanpa tedeng aling-aling (secara tembak langsung) apa yang disarankan Gus Dur. Tentu saja Habibie terkejut mendengar permintaan Akbar agar segera lengser, sehingga Habibie membetulkan duduknya dan berhadapan langsung dengan Akbar sambil emosional mengatakan apakah sungguh-sungguh Akbar menyuruhnya mundur.

Kemudian Habibie memberondongnya lagi dengan banyak pertanyaan yang semakin emosional. Di sini Gus Dur hendak menceritakan bagaimana Akbar dimarah-marahi Habibie yang emosional karena ulah Gus Dur yang jahil itu. Sebelum mengakhiri guyonan, sebelum tamu kami, ibu dokter Tionghoa ahli hemodialisis itu pergi, Gus Dur sempat bercerita bagaimana tokoh penting di Kanada menyarankannya untuk menjadi Presiden Indonesia lagi.

Di sini tampaknya secara sepintas Gus Dur ingin mengungkapkan harapannya untuk dapat maju kembali sebagai calon presiden yang akan datang, dalam Pemilihan Presiden 2009. Kalau ini memang serius dan telah menjadi tekad Gus Dur yang kuat, tentu saja bagi orang awam seperti saya ambisi Gus Dur ini merupakan hal yang luar biasa di tengah-tengah kesadaran, sekaligus kepesimisan dan kesinisan orang akan kondisi kesehatan beliau saat ini.

Hebatnya tentu, berbeda dengan kondisi orang yang dalam kondisi kesehatan seperti beliau, semangat, cita-cita, tekad dan ambisi Gus Dur sangat luar biasa sekali. Berbagai guyonan itu memang tidak boleh ditelan mentah-mentah, karena masih harus dibuktikan kebenarannya.

Semua guyonan itu tidak perlu diperlakukan serius, seperti sikap Gus Dur yang easy going atau EGP (emangnya gue pikirin, gitu aja kok repot?!) Namun, di luar itu, semuanya menjadi guyonan tetap baru dan segar didengar alias lucu, sekalipun mungkin sudah pernah diungkapkan beliau. Sehingga, tidak juga keliru tampaknya untuk mengatakan bahwa Gus Dur memang dilahirkan untuk guyon, dan ia akan guyon sampai akhir hayatnya.

Namun, jangan sekali-sekali menganggap sepele beliau. Gus Dur memang pantas dijuluki "manusia setengah dewa". (*)

Poltak Partogi Nainggolan
Penulis sedang menyelesaikan disertasi doktoral di Universitaet Freiburg Jerman
(//mbs)

No comments:

A r s i p