Tuesday, April 15, 2008

Posisi DPR Kuat, Korupsi Marak

Sistem Kontrol yang Kuat Dibutuhkan
Selasa, 15 April 2008 | 00:29 WIB

Jakarta, Kompas - Kuatnya posisi Dewan Perwakilan Rakyat menjadi salah satu penyebab maraknya dugaan korupsi di lembaga itu. Untuk mengatasinya, sistem untuk mengontrol ketat lembaga legislatif dibutuhkan, di samping penindakan terhadap mereka yang diduga terlibat korupsi.

”Meski sulit dibuktikan, yang terjadi dengan Amin (Al Amin Nur Nasution, anggota DPR yang ditangkap KPK) merupakan representasi dari perlakuan mayoritas anggota DPR,” kata Denny Indrayana, pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin (14/4).

Dugaan maraknya korupsi yang antara lain berupa suap di DPR juga terlihat dari buruknya persepsi masyarakat terhadap lembaga itu. Survei Transparency International Indonesia sejak tahun 2005 menunjukkan masyarakat selalu menempatkan DPR sebagai satu dari empat lembaga yang dipersepsikan terkorup. Tiga lembaga lain adalah peradilan, partai politik, dan kepolisian.

Denny menduga korupsi di DPR terjadi hampir di semua pelaksanaan wewenang lembaga itu, mulai dari jual-beli pasal saat pembuatan peraturan, pengawasan, hingga saat seleksi anggota komisi negara.

Korupsi ini terjadi antara lain karena kuatnya posisi DPR saat ini. Namun, hal ini jangan diatasi dengan melemahkan posisi DPR karena dapat membawa Indonesia kembali pada otoritarianisme. ”Kuatnya posisi DPR saat ini sudah bagus karena membuat mereka dapat mengontrol pemerintah. Yang dibutuhkan adalah membangun sistem kontrol agar mereka harus berpikir ulang saat akan korupsi,” ujar Denny.

Sistem kontrol ini, antara lain dibangun dengan mendorong perbaikan perekrutan kader oleh parpol dan memperkuat posisi DPD untuk mengimbangi DPR. Penindakan terhadap anggota DPR yang diduga korupsi harus diintensifkan.

Secara terpisah, pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia Arbi Sanit mengatakan, perbaikan juga harus dilakukan terhadap sistem pemilu. Sistem proporsional tertutup atau setengah terbuka yang akan dipakai pada Pemilu 2009 membuat kekuasaan elite parpol amat besar.

”Dengan sistem itu, elite parpol menjadi leluasa menentukan siapa yang akan dikirim ke DPR. Ini membuat elite parpol leluasa menyalahgunakan kekuasaannya di DPR,” katanya.

Peneliti di Habibie Center, Andrinof Chaniago, menambahkan, sistem distrik dan proporsional terbuka memang akan membuat anggota DPR memerhatikan rakyat. ”Masalahnya saat ini, semua peraturan untuk parpol atau DPR dibuat sendiri oleh mereka. Jadi mereka akan cenderung membuat peraturan yang menguntungkan diri sendiri,” ujar Andrinof. (NWO)

No comments:

A r s i p